Saat ini negara-negara berkembang tengah harap-harap cemas menanti kepastian keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terkait pengurangan pembelian obligasi bulanannya.
Terkait ini, Deputy Managing Director Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Zhu Min menyatakan siap mengalirkan dana cadangan untuk negara berkembang manapun yang menghadapi krisis transaksi berjalan.
"Jika suatu negara memiliki masalah pembayaran, yang bukan hanya akan menyebabkan ketidakstabilan keuangan tapi juga ketidakstabilan sistemik, dan jika suatu negara bersedia mengajukan bantuan dari IMF, maka itulah ketentuan dasarnya. Tugas kami adalah menjaga stabilitas keuangan global, khususnya masalah pembayaran, " jelas Zhu seperti dikutip dari CNBC, Jumat (13/9/2013).
Pernyataan Zhu tersebut menggemakan kembali perkataan CEO IMF, Christine Lagarde yang pada Agustus lalu menjanjikan dana dan masukan kebijakan untuk negara berkembang melalui berbagai instrumen.
Namun Zhu dengan cepat membantah adanya kemungkinan krisis keuangan Asia seperti yang terjadi pada 1997 mengingat saat ini kawasan tersebut memiliki landasan ekonomi yang kuat.
"Saya tak melihat adanya krisis dalam waktu dekat di Asia karena situasinya berbeda dengan 1997," sanggahnya.
Dia lalu menjelaskan, saat ini landasan ekonomi di Asia jauh lebih baik dalam hal utang pemerintah dan perusahaan, meskipun tingkat utang per kapita masih jauh lebih rendah.
"Tingkat dana cadangan juga tercatat lebih tinggi dan posisi investasi internasional masih jauh lebih baik," tambah dia.
Dia menekankan seluruh pemerintah negara berkembang harus memiliki kerangka kebijakan yang transparan dan lebih jelas begitu pula dengan komunikasi publik.
Hal ini guna memenuhi permintaan yang lebih tinggi di mana negara-negara tersebut dapat bertahan di tengah globalisasi.
Zhu juga menyoroti pentingnya negara-negara berkembang dalam proses pembuatan keputusan IMF secara keseluruhan.
Dia menggambarkan bagaimana organisasinya menggabungkan banyak pandangan dan pertimbangan dari negara-negara berkembang saat membentuk sejumlah kebijakan global.
"Misalnya, kami mengembangkan kerangka kebijakan makro prudensial yang berguna bagi negara-negara berkembang. Hal ini memberikan cara yang pasti untuk mengatasi aliran modal dan mengelola stabilitas makro," ujarnya.
Keterkaitan tersebut dapat mempererat hubungan antara IMF dan negara-negara berkembang.
Sementara saat dikonfirmasi soal pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan, Zhu mengungkapkan kemungkinan kuat terjadinya volatilitas.
"Jika jumlah pembelian obligasinya dikurangi dari US$ 85 juta menjadi US$ 65 juta, itu merupakan proses yang sangat panjang. Akan melibatkan banyak hal teknis dan pasar tak punya gambaran bagaimana proses tersebut dikelola," terang dia. (Sis/Nur)
Advertisement