Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, menyelidiki kasus malapraktik yang diduga dilakukan oleh Bustami terhadap pasiennya Sudeh (42) hingga menyebabkan yang bersangkutan lumpuh.
Ketua PPNI Pamekasan Cahyono, Kamis, mengatakan, pihaknya perlu melakukan penyelidikan dengan minta klarifikasi secara langsung kepada yang bersangkutan, karena hal itu berkaitan dengan kode etik profesi perawat.
"Delik etik profesi perawat ini adalah urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi profesi keperawatan," kata Cahyono seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013).
Penyelidikan yang akan dilakukan PPNI, katanya, hanya berkaitan dengan kode etik perawat untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar melanggar kode etik atau tidak.
Sedangkan dugaan kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga menyebabkan korban lumpuh, menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian.
Ia menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan, sebenarnya seorang perawat diperbolehkan menjalankan praktik keperawatan, maupun praktik mandiri keperawatan.
Sesuai dengan ketentuan itu, perawat yang diperbolehkan menjalankan praktik mandiri ialah yang berpendidikan minimal D3 keperawatan, juga mempunyai surat izin kerja, dan izin praktik perawat, apabila yang bersangkutan membuka praktik keperawatan di luar tempat kerjanya.
"Apabila persyaratan-persyaratan itu dipenuhi, maka sebenarnya tidak ada persoalan bagi perawat tersebut untuk membuka praktik," kata Cahyono menjelaskan.
Terkait dengan kasus malapraktik yang dilakukan Bustami, Ketua PPNI Cahyono menyatakan belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Hanya saja ia memastikan, jika secara etika Bustami memang melanggar ketentuan kode etik, maka PPNI hanya bisa merekomendasikan kepada instansi berwenang agar izin praktik perawatnya di luar institusi kerja dicabut.
Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh alias Sudeh (42), warga Desa Tebul Timur, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh oknum perawat Bustami yang selama ini mengaku sebagai dokter spesialis bedah.
Dugaan malapraktik itu terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus yang menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku dokter spesialis bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama Bustami itu.
Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang ke "Klinik Harapan" yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya di Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan.
Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar dibedah karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya.
"Saat itu kami bilang pada ’si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah.
Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh.
"Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah.
Bustami merupakan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai perawat di unit gawat darurat.
(Abd)
Ketua PPNI Pamekasan Cahyono, Kamis, mengatakan, pihaknya perlu melakukan penyelidikan dengan minta klarifikasi secara langsung kepada yang bersangkutan, karena hal itu berkaitan dengan kode etik profesi perawat.
"Delik etik profesi perawat ini adalah urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi profesi keperawatan," kata Cahyono seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013).
Penyelidikan yang akan dilakukan PPNI, katanya, hanya berkaitan dengan kode etik perawat untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar melanggar kode etik atau tidak.
Sedangkan dugaan kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga menyebabkan korban lumpuh, menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian.
Ia menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan, sebenarnya seorang perawat diperbolehkan menjalankan praktik keperawatan, maupun praktik mandiri keperawatan.
Sesuai dengan ketentuan itu, perawat yang diperbolehkan menjalankan praktik mandiri ialah yang berpendidikan minimal D3 keperawatan, juga mempunyai surat izin kerja, dan izin praktik perawat, apabila yang bersangkutan membuka praktik keperawatan di luar tempat kerjanya.
"Apabila persyaratan-persyaratan itu dipenuhi, maka sebenarnya tidak ada persoalan bagi perawat tersebut untuk membuka praktik," kata Cahyono menjelaskan.
Terkait dengan kasus malapraktik yang dilakukan Bustami, Ketua PPNI Cahyono menyatakan belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Hanya saja ia memastikan, jika secara etika Bustami memang melanggar ketentuan kode etik, maka PPNI hanya bisa merekomendasikan kepada instansi berwenang agar izin praktik perawatnya di luar institusi kerja dicabut.
Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh alias Sudeh (42), warga Desa Tebul Timur, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh oknum perawat Bustami yang selama ini mengaku sebagai dokter spesialis bedah.
Dugaan malapraktik itu terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus yang menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku dokter spesialis bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama Bustami itu.
Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang ke "Klinik Harapan" yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya di Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan.
Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar dibedah karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya.
"Saat itu kami bilang pada ’si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah.
Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh.
"Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah.
Bustami merupakan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai perawat di unit gawat darurat.
(Abd)