Coklat merupakan salah satu makanan yang disukai banyak orang di seluruh dunia. Bahkan dulu, coklat merupakan produk mewah bagi warga Swiss. Bagi Anda para penggemar coklat impor, Hershey's Kiss tentu tak asing lagi di lidah Anda.
Hershey's Kiss merupakan salah satu produk coklat asal Amerika Serikat (AS) yang ternama di dunia. Coklat ini diproduksi Hershey Company yang telah berganti nama menjadi Hershey Foods Coorporation pada 2005.
Nama perusahaan ini diambil dari pendirinya, Milton Snavely Hershey. Sebelum menghasilkan perusahaan raksasa di Amerika Utara, Hershey sempat mengalami kebangkrutan berkali-kali. Namun kerja keras akhirnya mengantarkan kesuksesan pada pria yang sejak kecil terus menjalani kehidupan yang sulit.
Perceraian orangtua tak pernah membuat dia membenci ayah dan ibunya. Bahkan meski ayahnya bukan orang yang bertanggung jawab, dia sangat mencintai sang ayah.
Berikut kisah bangkitnya Hershey dari kebangkrutan yang mendapat dorongan besar dari sang ibu:
Jadi anak tunggal dan dididik keras
Milton Snavely Hershey lahir pada 13 September 1857 dari pasangan Henry Hershey dan Fanny Snavely. Dia dilahirkan di rumah warisan kakek dan neneknya yang dibangun sejak 1826 di Derry Church, Pennsylvania.
Selang lima tahun setelah kelahirannya, ibunya melahirkan anak perempuan bernama Serina. Namun sayang, Serina yang malang meninggal di usia balita. Sepeninggal adik kecilnya yang baru berusia empat tahun itu, Hershey pun hidup sebagai anak tunggal.
Ibunya, Fanny, adalah putri dari Uskup Abraham Snavely, tokoh yang sangat dihormati di Gereja Reformed Mennonite. Fanny membesarkan Hershey dengan disiplin yang ketat seperti saat dirinya dibesarkan.
Begitupula sang ayah yang dibesarkan dengan ajaran yang sama juga mendidik Hershey dengan keras. Ayahnya memang terkenal luar biasa cerdas, tapi sayangnya tidak realistis. Sifat ayahnya ini membuat keluarganya hidup morat-marit sejak Hershey masih kecil.
Ayahnya sering gagal berbisnis
Meski memiliki sifat yang cerdas, Ayah Hershey tidak realistis dalam menjalankan berbagai bisnisnya. Kebanyakan aksi spekulasinya untuk mencari nafkah selalu berakhir dengan kegagalan.
Sejumlah skema upayanya untuk menjadi kaya justru menciptakan gaya hidup yang tak stabil di keluarga kecil tersebut. Hal itu sangat menyulitkan bagi Hershey yang masih anak-anak.
Saat Hershey berusia sembilan tahun, keluarga Hershey pindah ke Nine Points di wilayah Lancaster agar lebih dekat dengan keluarga ibunya.
Henry dan Fanny lalu membeli lahan kecil dari salah satu saudaranya di mana Henry memutuskan untuk mulai berbisnis tambak ikan forel. Lagi-lagi Henry harus menelan pahitnya kegagalan bisnis yang baru dirintisnya tersebut.
Ayahnya merupakan pemimpi besar yang selalu berusaha menangkap peluang besar. Meski cerdas, Henry bukanlah orang yang tekun dan paham akan etika kerja.
Pada 1987, karena tak tahan karena tak tahan dengan kegagalan suaminya, Fanny pun menuntut untuk bercerai. Hak asuh Hershey kecil lalu jatuh ke tangan ibunya tersebut.
Hershey tak tamat SD
Dampak dari kondisi finansial keluarganya yang tak stabil, Hershey sudah tujuh kali pindah sekolah. Jenjang pendidikannya hanya sampai kelas 4 SD, dia pun putus sekolah.
Sejak kecil, sang ibu yang tegas selalu menanamkan pentingnya bekerja keras pada Hershey. Saat berusia 14 tahun, mengikuti kata-kata ayahnya, dia lalu magang di sebuah perusahaan penerbit buku. Dia bekerja sebagai pencetak kertas di Pennsylvania.
Meski dia tak senang dengan pekerjaannya, dia mempelajari banyak hal tentang pekerjaannya tersebut. Semua dilakukan demi kebahagiaan sang ayah dan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Namun takdir berkata lagi, Hershey memang tak berbakat menjadi pencetak kertas. Dia dipecat karena melakukan suatu kesalahan di perusahaan tersebut. Hershey pun kembali ke rumah ibunya di Nine Point.
Pinjam uang dari bibinya
Pada 1857, setelah gagal magang di tempat percetakan, sang ibu lalu meminta Hershey untuk mencoba bekerja di tempat lain. Sang ibu lalu menyuruhnya untuk magang di toko kue di Lancaster. Di sana Hershey merasa mulai menemukan mimpi dan masa depannya.
Dia sangat senang dengan pekerjaannya di toko kue tersebut dan dia pun banyak belajar hal. Empat tahun kemudian, kesenangan dan keterampilan Hershey membuat permen mendorongya untuk membuka bisnis sendiri.
Dengan meminjam modal US$ 150 dari bibinya, Mattie, pemuda yang baru berusia 19 tahun membuka toko permen sendiri di jantung kota Philadelphia. Sang ibu dan bibinya menjadi pendukung utama bisnis yang dirintisnya tersebut.
Kedua wanita yang sangat disayanginya ini selalu memberi Hershey dukungan moral dan finansial. Pada 1880, sahabatnya William Lebkicher bergabung dengan bisnis kecilnya dan selalu menemaninya.
Bisnis permennya tiga kali bangkrut
Meski telah menerima dukungan dari orang terdekatnya, usaha pertama Hershey membangun bisnisnya gagal total. Setelah lima tahun merasakan manisnya berbisnis di toko permen, kenyataan pahit menghadangnya. Usahanya bangkrut dan tokonya di tutup.
Dia lalu memutuskan untuk pindah ke tempat ayahnya di Denver, Colorado di mana dia berharap bisa bekerja di tambang perak. Namun dia terlambat dan akhirnya menjadi pengangguran.
Di sana dia kembali bekerja di perusahaan permen dan kembali belajar membuat permen. Dia juga belajar bahwa susu yag segar dapat menghasilkan kualitas permen yang lebih baik.
Hershey selalu tidak tahan bekerja pada orang lain. Dia kembali membuka bisnis permen di Chicago. Lalu dia juga berusaha berbisnis serupa di New York City. Namun sayang, modal yang kecil dan persaingan yang terlalu ketat membuat bisnisnya kembali gulung tikar.
Di usia 29 tahun setelah bangkrut untuk ketiga kalinya, Hershey memutuskan untuk kembali ke Lancaster di mana keluarga ibunya berkumpul. Pamannya menderita kerugian besar karena telah berinvestasi di sejumlah bisnisnya yang gagal. Dia merasa sama tak bertanggungjawabnya dengan sang ayah.
Bangkit dari bangkrut karena kasih ibu
Meski sudah bangkrut berkali-kali, tapi keyakinan Hershey untuk membangun perusahaan permen yang sukses tak pernah surut. Dengan bantuan pinjaman dari sahabat dan bibinya, dia mampu membeli bahan-bahan utama untuk memproduksi karamel.
Meski tengah dalam keadaan sulit, sang ibu tak pernah berhenti berada disampingnya memberikan dukungan moral pada Hershey. Tak ingin hidup ibunya terus mengalami kesulitan. Dia merasa bertanggung jawab dan ingin ibunya hidup bahagia. Hershey pun bekerja tak mengenal lelah.
Kerja kerasnya membuahkan hasil, seorang importir permen asal Inggris sangat menyukai permennya. Dia lalu memesan karamel dalam jumlah besar. Hershey sadar ini adalah peluang besar bagi bisnisnya.
Dia pun memberanikan diri meminjam uang ke bank guna memenuhi permintaan importir tersebut. Tak butuh waktu lama, dia mampu membayar seluruh utangnya ke bank dan bahkan keuntungannya cukup untuk membangun industri pembuatan karamelnya.
Lancaster Caramel Company pun berdiri dan bisnisnya berkembang pesat, dia bahkan mampu mengirim karamel ke seluruh penjuru negaranya.
Dengan bisnis karamelnya tersebut dia bisa menjelajahi berbagai produsen kue besar di seluruh dunia.
Korbankan bisnis karamel demi coklat
Pada 1893, Hershey mulai tertarik pada mesin pembuat coklat buatan Jerman. Berbarengan dengan bisnis karamelnya yang tengah maju pesat dia pun membuka perusahaan baru bernama Hershey Chocolate Company.
Potensi bisnis coklat susu saat itu sangat besar mengingat di Swiss, makanan tersebut merupakan produk mewah. Hershey lalu memutuskan untuk mengembangkan formula coklat susu sendiri. Dia memasarkan dan menjualnya sendiri ke seluruh penduduk AS.
Pada 1900 Hershey menjual Lancaster Caramel Co seharga US$ 1 juta guna berkosentrasi pada bisnis coklatnya. Dia lalu kembali ke Derry Church untuk membangun pabrik baru. Di sana dia memperoleh pasokan susu segar yang dibutuhkan untuk menyempurnakan coklat susunya.
Coklat susu Hershey dengan cepat menjadi produk unggulan di AS dibandingkan produk serupa lainnya. Dia pun hidup mewah dan bebas berkeliling dunia.
Hershey Company jadi produsen coklat dan susu terbaik
Meski pendidikannya terbatas, tapi pengetahuan globalnya yang luar biasa membuat dia mampu mempertahankan perusahaan coklatnya selama masa krisis ekonomi dan Perang Dunia ke-II.
Tantangan pertamanya adalah usai Perang Dunia I saat gula menjadi langka di pasaran. Dia mulai mencari gula ke berbagai daerah di negara-negara lain. Akhirnya dia membuka ladang tebu sendiri di Kuba untuk mengatasi krisis gula yang dapat mengganggu bisnisnya. Dengan kondisi pasar gula yang tengah kacau, dia pun mampu mendapatkan harga jual yang lebih tinggi.
Tantangan berikutnya adalah saat dia meminjam uang dari National City Bank of New York dan menjaminnya dengan seluruh properti yang dia miliki. Bank tersebut terus mengawasinya. Hal ini membuat Hershey kesal dan memotivasinya untuk segera melunasi utangnya. Dua tahun kemudian utangnya lunas.
Tantangan ketiga adalah saat jutaan orang di AS menjadi pengangguran dan banyak di antara mereka yang kehilangan rumah pada masa Great Depression, 1930. Namun lagi-lagi dia mampu bertahan dari kondisi sulit tersebut.
Saat ini, Hershey Company yang telah berganti nama menjadi Hershey Foods Corporation pada 2005, menjadi produsen coklat terbesar di Amerika Utara. Gula dan coklat yang diproduksinya merupakan yang terbaik di dunia.
Hershey sangat menyayangi orangtuanya
Meski hidup sulit saat kecil, Hershey tak pernah melupakan kedua orangtuanya. Meski dia sangat sukses dengan bisnis karamel dan coklatnya dia tetap berbakti pada ayahnya yang masih hidup sulit.
Dia lalu membeli kembali rumah warisan keluarganya di Derry Church. Dia merenovasinya hingga sang ayah bisa nyaman tinggal di rumah tersebut. Henry, ayah Hershey tinggal di sana hingga ia wafat. Meski sempat membuatnya hidup sulit saat kecil, Hershey selalu menyayangi ayahnya.
Sementara dia tetap tinggal dengan ibunya di Lancaster. Berbagai usaha yang pernah dilakukannya hanya membuat ibu dan anak ini semakin dekat satu sama lain. Hershey selalu mengingat jasa ibunya yang tak pernah lelah mendukungnya. Dia juga terus merawat dan menjaga ibunya sehingga kedekatan anak dan ibu ini menjadi legenda tersendiri bagi warga sekitar.
Sementara rumah tangganya sendiri dibangun saat dia menikahi Catherine Sweeney, wanita cantik yang sangat taat beribadah. Pernikahannya melahirkan salah satu hubungan suami istri yang paling harmonis.
Tak Punya Anak
Rumah tangganya dibangun saat dia menikahi Catherine Sweeney, wanita cantik yang sangat taat beribadah. Pernikahannya melahirkan salah satu hubungan suami istri yang paling harmonis.
Rasanya benar bagi hidup Hershey bahwa di dunia ini tak ada kebahagiaan yang sempurna. Chaterine Hershey, sang istri ternyata tak mampu memberinya anak untuk melengkapi berbagai kesuksesan yang telah diraihnya.
Menyadari hal itu, Chaterine meminta suaminya untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak yatim piatu. Pada 15 November 1909, Hershey dan sang istri meresmikan Hershey Industrial School yan saat ini dikenal sebagai Milton Hershey School.
Hershey juga mengganti rumah warisan peninggalan kakek neneknya sebagai rumah dan sekolah bagi anak-anak tersebut. Meski tak memiliki anak, cinta Hershey pada sang istri tak pernah berkurang.
(Sis/Igw)
Lika-liku Haru Pengusaha Coklat Top Dunia Milton Harshey
Sebelum menghasilkan perusahaan raksasa di Amerika Utara, Hershey sempat mengalami kebangkrutan berkali-kali.
diperbarui 13 Sep 2013, 14:42 WIBAdvertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Gunung Dukono di Maluku Utara Kembali Erupsi pada Minggu Pagi
12 Restoran Meriahkan Pekan Kuliner Italia di Indonesia, Ini Daftarnya
5 Rahasia Sukses Diet Intermittent Fasting ala Adrian Maulana, Dijamin Berhasil!
Akhir Pekan di Bali Utara, Wajib Berkunjung ke Pantai Pemuteran
Alasan Ruud van Nistelrooy Mau Latih Leicester Usai Dibuang Manchester United
100 Nama Bayi Laki-Laki Lahir Bulan September 3 Kata, Lengkap dengan Artinya
Menjadi Tuan Rumah di Acara 29th Asian Television Awards, EMTEK Group Mendapat Banjiran Pujian
Buruh Kaget Prabowo Berani Tetapkan UMP 2025 Naik 6,5%
Investor Baru Bitcoin Turun, Apa Penyebabnya?
Lebih dari 50 Persen Suara, Sherly Tjoanda-Sabrin Diprediksi Menang di Pilgub Maluku Utara
5 Cagub Mantan TNI yang Kalah di Quick Count Pilkada 2024, Ada Edy Rahmayadi Hingga Andika Perkasa
Buka-Bukaan, Cak Imin Sebut 1 Suara di Pilkada Harganya Rp300.000