Tidak mudah menjadi seorang pemimpin. Anda harus siap melawan arus dan mengambil langkah berani melawan oposisi. Satu hal yang pasti, diperlukan keberanian untuk melakukan hal-hal yang tidak berani dilakukan orang lain. Inilah sifat natural yang dimiliki Pep Guardiola.
Sejak kecil, jiwa kepemipinannya sudah kelihatan. Di saat bocah-bocah lain seusianya asyik bermain, Pep malah sibuk berdebat. Ia jadi juru bicara di sekolahnya.
Hebatnya lagi, Pep selalu mengungkapkan argumennya dengan kalem. Dia tak pernah emosional atau marah-marah.
"Pep memiliki otoritas luar biasa. Dia tidak perlu meninggikan suaranya atau memukul meja, pemain sudah percaya padanya," kata bek Barcelona, Gerard Pique.
Semua kisah itu hanyalah rekam jejak masa lalu Josep 'Pep' Guardiola i Sala. Masa kini Pep memang tak mungkin bisa dipisahkan begitu saja dari cerita masa lalunya.
Usai menemukan posisi ideal sebagai pivot di La Masia, Pep menembus tim senior Azulgrana pada 1990. Saat itu, Barca memiliki pemain-pemain dengan jiwa pemimpin seperti Andoni Zubizarreta, Txiki Begiristain, Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, dan Michael Laudrup.
Namun, entah bagaimana, Pep terlihat menonjol di antara senior-seniornya tersebut. Padahal, saat itu usianya masih 19 tahun. Gaya selebrasi kemenangannya dengan mencium bendera Catalan membuat Pep spesial di mata fans Barca. Tak pernah ada yang meragukan komitmennya.
Dua tahun setelah debut di Barca, Pep langsung terpilih menjadi kapten Tim Nasional Spanyol yang terjun di Olimpiade 1992. Ia sukses mengantar Tim Matador meraih medali emas.
Tak hanya itu, ia juga sukses meraih Bravo Award yang merupakan penghargaan bagi pemain muda terbaik di dunia. Penghargaan ini diberikan oleh majalah terkemuka Italia, Guerin Sportivo kepada pemain di bawah usia 21 tahun.
Karier Pep terus melejit. Ia mengantar Barca meraih begitu banyak gelar. Total, selama mengabdi 11 tahun sebagai pemain, Pep sukses menyumbangkan 16 gelar.
Pada 11 April 2001, Pep mengutarakan niatnya meninggalkan Camp Nou. Ketika itu, banyak yang tak rela ia pergi. Maklum saja, Pep merupakan simbol kejayaan Barca.
"Sebuah perjalanan panjang. Saya bahagia dan bangga dengan cara orang-orang memperlakukan saya. Saya tidak bisa meminta lebih banyak. Saya telah bertahun-tahun bermain di level tertinggi," kata Pep yang menangis saat konferensi pers terakhirnya di Camp Nou waktu itu.
Kisah Pep pun melegenda. Ia jadi idola bagi pemain-pemain Barca saat ini seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan Cesc Fabregas.
Usai keluar dari Barca, Pep melanjutkan kariernya sebagai pemain di Brescia (2001-2002), AS Roma (2002-2003), Al-Ahli (2003-2005), dan Dorados (2005-2006), sebelum akhirnya pensiun.
Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Simak kelanjutan ceritanya di Kisah Guardiola: Anak Ingusan Jadi Raja Eropa [3]. (Dari bebagai sumber/Vin).
Sejak kecil, jiwa kepemipinannya sudah kelihatan. Di saat bocah-bocah lain seusianya asyik bermain, Pep malah sibuk berdebat. Ia jadi juru bicara di sekolahnya.
Hebatnya lagi, Pep selalu mengungkapkan argumennya dengan kalem. Dia tak pernah emosional atau marah-marah.
"Pep memiliki otoritas luar biasa. Dia tidak perlu meninggikan suaranya atau memukul meja, pemain sudah percaya padanya," kata bek Barcelona, Gerard Pique.
Semua kisah itu hanyalah rekam jejak masa lalu Josep 'Pep' Guardiola i Sala. Masa kini Pep memang tak mungkin bisa dipisahkan begitu saja dari cerita masa lalunya.
Usai menemukan posisi ideal sebagai pivot di La Masia, Pep menembus tim senior Azulgrana pada 1990. Saat itu, Barca memiliki pemain-pemain dengan jiwa pemimpin seperti Andoni Zubizarreta, Txiki Begiristain, Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, dan Michael Laudrup.
Namun, entah bagaimana, Pep terlihat menonjol di antara senior-seniornya tersebut. Padahal, saat itu usianya masih 19 tahun. Gaya selebrasi kemenangannya dengan mencium bendera Catalan membuat Pep spesial di mata fans Barca. Tak pernah ada yang meragukan komitmennya.
Dua tahun setelah debut di Barca, Pep langsung terpilih menjadi kapten Tim Nasional Spanyol yang terjun di Olimpiade 1992. Ia sukses mengantar Tim Matador meraih medali emas.
Tak hanya itu, ia juga sukses meraih Bravo Award yang merupakan penghargaan bagi pemain muda terbaik di dunia. Penghargaan ini diberikan oleh majalah terkemuka Italia, Guerin Sportivo kepada pemain di bawah usia 21 tahun.
Karier Pep terus melejit. Ia mengantar Barca meraih begitu banyak gelar. Total, selama mengabdi 11 tahun sebagai pemain, Pep sukses menyumbangkan 16 gelar.
Pada 11 April 2001, Pep mengutarakan niatnya meninggalkan Camp Nou. Ketika itu, banyak yang tak rela ia pergi. Maklum saja, Pep merupakan simbol kejayaan Barca.
"Sebuah perjalanan panjang. Saya bahagia dan bangga dengan cara orang-orang memperlakukan saya. Saya tidak bisa meminta lebih banyak. Saya telah bertahun-tahun bermain di level tertinggi," kata Pep yang menangis saat konferensi pers terakhirnya di Camp Nou waktu itu.
Kisah Pep pun melegenda. Ia jadi idola bagi pemain-pemain Barca saat ini seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan Cesc Fabregas.
Usai keluar dari Barca, Pep melanjutkan kariernya sebagai pemain di Brescia (2001-2002), AS Roma (2002-2003), Al-Ahli (2003-2005), dan Dorados (2005-2006), sebelum akhirnya pensiun.
Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Simak kelanjutan ceritanya di Kisah Guardiola: Anak Ingusan Jadi Raja Eropa [3]. (Dari bebagai sumber/Vin).