Kajian mengenai pemberlakukan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) bagi ponsel pintar (smartphone) masih terus bergulir meski pemerintah telah menangguhkan rencana tersebut untuk sementara waktu.
Sikap pemerintah ini disambut baik oleh Pengamat Telekomunikasi Ferrij Lumoring. Dia mengatakan, ponsel memang tidak pantas dianggap sebagai barang mewah walaupun pemerintah melihatnya dalam dua sisi, yakni teknologi maupun harganya.
"Sulit sekali mengenakan PPnBM berdasarkan teknologi ataupun spesifikasinya. Sebab ponsel biasa saat ini, tiga tahun lalu adalah ponsel high end. Bahkan ponsel Cina sekarang sudah ada full HD Resolusi di mana teknologi seperti itu dulu belum ada meski sekelas ponsel mahal sekalipun," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/9/2013).
Jika tetap 'ngotot' mengenakan PPnBM bagi ponsel pintar, sambung Ferrij, pemerintah harus rutin merevisi aturan atau batasan itu mengingat teknologi berkembang sangat cepat.
"Kalau tidak direvisi, ponsel yang baru dinaikkan PPnBM-nya, dalam beberapa bulan atau setahun sudah jadi barang murahan yang tidak semestinya kena PPnBM. Karena mau dibatasin lewat teknologinya akan susah buat pemerintah," tegasnya.
Di aspek harga, dia bilang, harga ponsel terus mengalami penurunan cukup cepat. Dulu jika harga ponsel kelas atas berkisar US$ 800 per unit, kini pabrikan Cina bisa memproduksi ponsel mirip produsen besar dengan harga yang sangat terjangkau.
"Jadi akan sangat susah bila pemerintah menerapkan aturan tersebut. Lebih baik, pikirkan untuk mengembangkan industri ponsel dalam negeri," ujarnya.
Ferrij optimistis, industri ponsel lokal dapat berkembang, bahkan ekspor ke luar negeri apabila mendapat dukungan dari pemerintah, terkait aturan pajak komponen dan lainnya.
"Karena pada dasarnya Indonesia mampu memproduksi ponsel, karena teknologi dan uang kita punya. Tinggal masalahnya pemerintah mendukung atau tidak. Jangan sampai produk lokal kalah bersaing dengan luar negeri," tandasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro sebelumnya menerangkan, meski pengenaan PPnBM pada ponsel ditangguhkan, tapi pemerintah akan tetap berupaya menerapkan kebijakan tersebut. "Kami tunda dulu, tapi akan terus kami upayakan," katanya. (Fik/Igw)
Sikap pemerintah ini disambut baik oleh Pengamat Telekomunikasi Ferrij Lumoring. Dia mengatakan, ponsel memang tidak pantas dianggap sebagai barang mewah walaupun pemerintah melihatnya dalam dua sisi, yakni teknologi maupun harganya.
"Sulit sekali mengenakan PPnBM berdasarkan teknologi ataupun spesifikasinya. Sebab ponsel biasa saat ini, tiga tahun lalu adalah ponsel high end. Bahkan ponsel Cina sekarang sudah ada full HD Resolusi di mana teknologi seperti itu dulu belum ada meski sekelas ponsel mahal sekalipun," tutur dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/9/2013).
Jika tetap 'ngotot' mengenakan PPnBM bagi ponsel pintar, sambung Ferrij, pemerintah harus rutin merevisi aturan atau batasan itu mengingat teknologi berkembang sangat cepat.
"Kalau tidak direvisi, ponsel yang baru dinaikkan PPnBM-nya, dalam beberapa bulan atau setahun sudah jadi barang murahan yang tidak semestinya kena PPnBM. Karena mau dibatasin lewat teknologinya akan susah buat pemerintah," tegasnya.
Di aspek harga, dia bilang, harga ponsel terus mengalami penurunan cukup cepat. Dulu jika harga ponsel kelas atas berkisar US$ 800 per unit, kini pabrikan Cina bisa memproduksi ponsel mirip produsen besar dengan harga yang sangat terjangkau.
"Jadi akan sangat susah bila pemerintah menerapkan aturan tersebut. Lebih baik, pikirkan untuk mengembangkan industri ponsel dalam negeri," ujarnya.
Ferrij optimistis, industri ponsel lokal dapat berkembang, bahkan ekspor ke luar negeri apabila mendapat dukungan dari pemerintah, terkait aturan pajak komponen dan lainnya.
"Karena pada dasarnya Indonesia mampu memproduksi ponsel, karena teknologi dan uang kita punya. Tinggal masalahnya pemerintah mendukung atau tidak. Jangan sampai produk lokal kalah bersaing dengan luar negeri," tandasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro sebelumnya menerangkan, meski pengenaan PPnBM pada ponsel ditangguhkan, tapi pemerintah akan tetap berupaya menerapkan kebijakan tersebut. "Kami tunda dulu, tapi akan terus kami upayakan," katanya. (Fik/Igw)