Robert Tantular: Bank Century Sengaja Dikolapskan Invisible Hand

Yang mengherankan adalah penempatan dana hasil bailout tersebut di BI sebesar Rp 2,2 triliun.

oleh Sugeng Triono diperbarui 24 Sep 2013, 12:29 WIB
Robert Tantular kembali menegaskan ada kejanggalan dalam bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Kejanggalan pertama adalah Century hanya butuh pinjaman Rp 1 triliun, namun yang didapatkan mencapai Rp 6,7 triliun.

"Ada 5 alasan adanya dugaan Bank Century sengaja dikolapskan invisible hand," kata pengacara Robert, Andi F Simangunsong, dalam keterangan yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Berikut 5 alasan yang dibeberkan Robert Tantular dalam pemeriksaan di Gedung KPK:

1. Bank Century Hanya Butuh Rp 1 Triliun, Tapi Akhirnya Malah Diberikan Rp 6,7 Triliun

Terkait dengan menurunnya likuiditas Bank Century sejak September 2008 sebagai akibat imbas krisis global 2008, maka pada tanggal 29 Oktober 2008 pihak manajemen lama Bank Century (d.h.i. Hermanus Hasan Muslim selaku Dirut dan jajarannya) telah mengajukan permohonan fasilitas repo aset (fasilitas penjaminan dengan berbasis jaminan aset) senilai plafon Rp 1 triliun.

Hal tersebut tidak mendapat respons dari Bank Indonesia (BI) hingga akhirnya Bank Century diumumkan kalah kliring pada tanggal 13 November 2013. Fakta kebutuhan Rp 1 triliun ini apabila dibandingkan dengan fakta bahwa akhirnya pemerintah menggelontorkan total Rp 6,7 triliun jadi menimbulkan misteri.

2. Proses Pengumuman Kalah Kliring yang Tidak Bijaksana

Pada pagi hari tanggal 13 November 2008 pada saat BI bermaksud mengumumkan Bank Century kalah kliring, sebenarnya telah terjalin komunikasi antara manajemen Bank Century dengan BI khususnya dengan Heru Kristiyana mengenai 2 hal, yaitu:

a. Pada pagi hari itu ada dana sebesar Rp 5 miliar yang tengah dalam proses penyetoran dan penghitungan di Bank Century cabang Palembang. Seandainya BI mencermati hal ini selayaknya Bank Century tidak diumumkan kalah kliring.

b. Selain daripada dana Rp 5 miliar tersebut di atas, manajemen Bank Century pada saat itu telah mengajukan permohonan konversi dana dollar Bank Century sebesar USD 1,3 juta yang ada di rekening di BI. Seandainya ini dicermati dan diperhitungkan oleh Bank Indonesia maka lebih kuat lagi alasan bahwa selayaknya Bank Century tidak diumumkan kalah kliring.

3. Rencana Sinar Mas Grup Mengambil Alih Bank Century yang Dikandaskan oleh Pemerintah Demi BailOut Rp 6,7 Triliun

Pasca Bank Century dinyatakan kalah kliring tanggal 13 November 2008, pada tanggal 15 November 2008 Robert Tantular menjalin komunikasi dengan Indra Wijaya, pemilik Sinar Mas Group membahas kemungkinan adanya niat Sinar Mas Grup untuk mengambil alih Bank Century.

Keesokan harinya pada pagi hari 16 November 2008 pukul 10 pagi Robert Tantular dan Rafat Ali Rizfi bertemu dengan Indra Wijaya membahas rencana pengambilalihan Bank Century oleh Sinar Mas Group. Hari yang sama pukul 2 siang terjadi penandatanganan dokumen Letter of Intent (LOI) antara pihak pemegang saham Bank Century (First Gulf Asia Holding diwalili Rafat dan PT CMI diwakili Robert Tantular) dengan pihak Sinar Mas (dihadiri oleh Indra Wijaya dan Hidajat), dengan disaksikan 2 komisaris dan 2 direksi Bank Century.

LoI ini kemudian dibawa ke BI pada hari yang sama untuk kemudian keesokan harinya diumumkan ke publik melalui media. BI ternyata (setidaknya pada awalnya) menyambut baik rencana tersebut. Faktanya benar pada tanggal 17 November 2008 media dalam dan luar negeri ramai memberitakan rencana akuisisi Bank Century oleh Sinar Mas tersebut. Dalam pembahasan dimaksud bahkan sudah disebut bahwa Sinar Grup akan mengambil alih 70% saham Bank Century. Dan proses due diligence sudah mulai dilakukan.

Secara tiba tiba, saat Sinar Mas sedang dalam proses mengambil alih 70% Bank Century, pada tanggal 21 November 2008 KSSK mengumumkan Bank Century diambil alih oleh LPS, dan selanjutnya penggelontoran total Rp 6,7 triliun pun mulai berlangsung.

Padahal, seandainya pemerintah memberikan kesempatan kepada Sinar Mas untuk mengambil alih Bank Century sebanyak 70% saham, maka Rp 6,7 Triliun tidak perlu digelontorkan pemerintah.

4. Pemerintah Sebenarnya Tidak Perlu Mengeluarkan Seluruhnya Rp 6,7 Triliun Seandainya Pemerintah Menghormati Hak Pemegang Saham Lama untuk Ikut Menyetor Penambahan Modal

Sekalipun sudah diputuskan bahwa Bank Century akan diambil alih oleh pemerintah via LPS, tetap saja ada hak dari pemegang saham lama (termasuk PT CMI dan FGAH) untuk tetap ikut menyetorkan penambahan modal di Bank Century. Ini diakui oleh pihak Bank Indonesia dengan cara pada tanggal 21 November 2008 tersebut menyodorkan Surat Kesediaan Ikut Rekapitalisasi Bank Century ke Robert.

Faktanya pada saat itu Robert selaku Dirut PT CMI telah menyatakan kesediaannya untuk ikut rekapitalisasi Bank Century, tapi ternyata tidak diizinkan untuk ditindaklanjuti karena Robert ternyata tidak lagi diundang dalam pertemuan-pertemuan LPS selanjutnya yang membahas teknis rekapitalisasi dimaksud.

Seandainya saja pemerintah melaksanakan komitmennya untuk memberikan hak kepada Robert dan Rafat serta pemegang saham Bank Century lainnya untuk ikut rekapitalisasi, maka dipastikan pemerintah tidak sendirian menanggung biaya penyelamatan Bank Century tersebut.

Seandainya pun ternyata benar dibutuhkan Rp 6,7 triliun (walau sebenarnya manajemen lama Bank Century hanya memerlukan Rp 1 Triliun), maka itu ditanggung bersama oleh pemegang saham lama dan pemerintah, tidak pemerintah sendirian, dan akibatnya tidak banyak menggunakan uang negara.

5. Seandainya Benar Bank Century Membutuhkan Rp 6,7 Triliun, Kenapa Sebagian Besar Dana Tersebut yaitu Setidaknya Rp 2,2 Triliun Didiamkan di Bank Indonesia Dalam Bentuk Penempatan di BI dan Surat Utang Negara (SUN)

Tidak dapat dipungkiri bahwa angka Rp 6,7 triliun jauh dari perkiraan manajemen lama sebelumnya yaitu sebesar Rp 1 triliun saja. Yang mengherankan adalah penempatan dana hasil bailout tersebut di BI sebesar Rp 2,2 triliun.

Ini memerlukan penelusuran lebih lanjut, karena dalam perbankan dikenal yang dinamakan dengan pencatatan palsu, yakni antara lain bisa saja secara buku tercatat ada dana disimpan, tapi faktualnya dana tersebut tidak ada (mungkin juga untuk sementara waktu saja) karena digunakan untuk keperluan lain.

Dengan perkataan sederhana, mungkin ada baiknya ditelusuri apakah dana Rp 2,2 triliun tersebut sejak awal sampai kini benar keberadaannya dan tidak dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu.
(Ary/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya