Pengamat Transportasi dari Indonesia Transportation Society Danang Parikesit memandang sikap penolakan Gubernur DKI Jakarta terhadap mobil murah ramah lingkungan (Low Cost Green Car/LCGC) bersumber dari kebutuhan masyarakat terhadap alat transportasi murah. Tujuan mobil murah dianggap tak sesuai dengan keinginan tersebut.
"Saya kira beliau (Jokowi) mengambil angle yang lebih tepat untuk mengatakan alat transportasi murah bukan mobil murah," kata Danang, saat mengunjung Indonesia International Motor Show (IIMS), di JIExpo, Jakarta, selasa (24/9/2013).
Menurut Danang pemberian insentif untuk kendaraan LCGC secara otomatis membuat para pelaku transportasi masal iri. Hal ini bisa terjadi karena insentif yang diberikan untuk transportasi umum masih terbilang kecil.
Danang menjelaskan, sektor transportasi umum di berbagai wilayah Indonesia umumnya tak bisa berkembang dengan baik akibat kesulitan para investor menambah armadanya. Hal ini dipicu sikap pemerintah yang belum kunjung memberikan kemudahan untuk para pengusaha tersebut.
"Orang yang mau beli angkutan umum mesti ada uang muka," tuturnya.
Idealnya, pemerintah menunjukan keseriusan dukungannya pada pengembangan angkutan masal yang murah dan nyaman dengan menurunkan uang muka sekitar 10%. "Kalau bisa 0% sehingga industri angkutan umumnya bisa berjalan dengan baik,
Disamping kedua faktor tersebut, lambannya pengembangan angkutan umum murah dan nyaman juga dipicu ketidakmampuan pemerintah daerah akibat anggaran yang relatif kecil.
"(Anggaran) dinas perhubungan itu hanya 1 atau 2 % dari APBD. Bisa apa dia dengan anggaran itu. Jadi kalau kita melihat pemerintah daerah terkesan lambat karena mereka tidak punya kekuatan apa-apa. Kekuatan regulasi tidak punya kekuatan anggaran juga tidak punya," kata Danang.
Pemerintah juga dituntut bersikap adil terhadap dunia transportasi dengan tidak hanya fokus pada pengembangaan kendaraan LCGC. (Pew/Shd)
"Saya kira beliau (Jokowi) mengambil angle yang lebih tepat untuk mengatakan alat transportasi murah bukan mobil murah," kata Danang, saat mengunjung Indonesia International Motor Show (IIMS), di JIExpo, Jakarta, selasa (24/9/2013).
Menurut Danang pemberian insentif untuk kendaraan LCGC secara otomatis membuat para pelaku transportasi masal iri. Hal ini bisa terjadi karena insentif yang diberikan untuk transportasi umum masih terbilang kecil.
Danang menjelaskan, sektor transportasi umum di berbagai wilayah Indonesia umumnya tak bisa berkembang dengan baik akibat kesulitan para investor menambah armadanya. Hal ini dipicu sikap pemerintah yang belum kunjung memberikan kemudahan untuk para pengusaha tersebut.
"Orang yang mau beli angkutan umum mesti ada uang muka," tuturnya.
Idealnya, pemerintah menunjukan keseriusan dukungannya pada pengembangan angkutan masal yang murah dan nyaman dengan menurunkan uang muka sekitar 10%. "Kalau bisa 0% sehingga industri angkutan umumnya bisa berjalan dengan baik,
Disamping kedua faktor tersebut, lambannya pengembangan angkutan umum murah dan nyaman juga dipicu ketidakmampuan pemerintah daerah akibat anggaran yang relatif kecil.
"(Anggaran) dinas perhubungan itu hanya 1 atau 2 % dari APBD. Bisa apa dia dengan anggaran itu. Jadi kalau kita melihat pemerintah daerah terkesan lambat karena mereka tidak punya kekuatan apa-apa. Kekuatan regulasi tidak punya kekuatan anggaran juga tidak punya," kata Danang.
Pemerintah juga dituntut bersikap adil terhadap dunia transportasi dengan tidak hanya fokus pada pengembangaan kendaraan LCGC. (Pew/Shd)