Program mobil murah yang diluncurkan pemerintah menuai pro dan kontra. Sejumlah kalangan menilai, pengadaan mobil murah tersebut akan menyebabkan kemacetan kian menggila. Namun bagi mantan presiden Jusuf Kalla, penolakan mobil murah justru sebagai langkah diskriminatif.
"Kalau pun alasannya mobil murah menambah kemacetan, apakah mobil mahal tidak menyebabkan kemacetan?" tanya pria yang disapa JK di sela sela acara Singapore Summit di Singapura, Jumat 20 September 2013 lalu.
JK menambahkan, 10 tahun lalu, orang mendesak perlunya mobil murah. Setelah pemerintah memberi kesempatan justru ditentang. Itu tak adil bagi mereka yang berkemampuan rendah.
Selain itu, lanjut dia, pelarangan tersebut bisa membayahakan negeri ini jika aksi seperti itu menjalar ke sejumlah daerah lain. JK berpendapat, semua sepakat untuk mengatasi kemacetan, tetapi melarang mobil murah itu jelas diskriminatif.
Untuk mengatasi kemacetan dari dampak pertumbuhan kendaraan, bisa dilakukan dengan cara lain seperti pemberlakuan pajak tinggi bersifat progresif utuk semua jenis kendaraan secara adil atau menaikkan tarif parkir di tempat tempat umum. Dan di saat yang sama transportasi massal ditingkatkan. Sehingga orang bisa beralih ke moda transportasi umum.
JK menegaskan, bagi distributor, menjual mobil murah tidaklah lebih menguntungkan ketimbang menjual mobil mahal. Karena presentase keuntungannya sama, sedangkan nilai barangnya rendah.
"Menjual mobil mahal dengan keuntungan 5 persen, keuntungan lebih besar dibanding menjual mobil murah dengan keuntungan 5 persen. Jadi bukan soal kepentingan bisnis," tukas JK. (Ali/Mut)
"Kalau pun alasannya mobil murah menambah kemacetan, apakah mobil mahal tidak menyebabkan kemacetan?" tanya pria yang disapa JK di sela sela acara Singapore Summit di Singapura, Jumat 20 September 2013 lalu.
JK menambahkan, 10 tahun lalu, orang mendesak perlunya mobil murah. Setelah pemerintah memberi kesempatan justru ditentang. Itu tak adil bagi mereka yang berkemampuan rendah.
Selain itu, lanjut dia, pelarangan tersebut bisa membayahakan negeri ini jika aksi seperti itu menjalar ke sejumlah daerah lain. JK berpendapat, semua sepakat untuk mengatasi kemacetan, tetapi melarang mobil murah itu jelas diskriminatif.
Untuk mengatasi kemacetan dari dampak pertumbuhan kendaraan, bisa dilakukan dengan cara lain seperti pemberlakuan pajak tinggi bersifat progresif utuk semua jenis kendaraan secara adil atau menaikkan tarif parkir di tempat tempat umum. Dan di saat yang sama transportasi massal ditingkatkan. Sehingga orang bisa beralih ke moda transportasi umum.
JK menegaskan, bagi distributor, menjual mobil murah tidaklah lebih menguntungkan ketimbang menjual mobil mahal. Karena presentase keuntungannya sama, sedangkan nilai barangnya rendah.
"Menjual mobil mahal dengan keuntungan 5 persen, keuntungan lebih besar dibanding menjual mobil murah dengan keuntungan 5 persen. Jadi bukan soal kepentingan bisnis," tukas JK. (Ali/Mut)