Badan Legislasi (Baleg) DPR melakukan rapat pleno terkait Pengambilan Keputusan RUU tentang Perubahan UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) setelah ditunda beberapa waktu lalu.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tetap ngotot menolak revisi UU Pilpres. Terlebih, mengenai peraturan tentang syarat ambang batas untuk mengusung calon presiden sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional.
"Presidential threshold perlu dipertegas minimal 15 sampai 20 persen, kita tetap pada peraturan yang lama," kata Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Menurut Tjahjo, PDIP ingin penetapan seorang capres dilakukan secara selektif. Karena itu partai politik yang sudah memiliki capresnya juga harus mendapatkan dukungan politik yang signifikan dari masyarakat maupun partai politik lain.
"Jangan dipaksa, karena ini memilih capres sebuah republik yang besar, bukan memilih kepala desa atau rektor," tegas Tjahjo.
Sejumlah partai memang menginginkan perubahan UU Pilpres, terutama terkait masalah presidential threshold. Mereka menuding aturan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Kalau ada partai meminta 3,5 persen, saya kira sah-sah saja. Soal bergabung antarpartai, silakan, sah-sah saja. Tapi kalau memang tidak perlu diubah, ya jangan diubah, kecuali presidential threshold pemilu, bagaimana respons masyarakat," ujar Tjahjo.
Ada 5 fraksi yang menolak perubahan UU Pilpres. Mereka sebagian besar adalah partai-partai yang memiliki banyak kursi di parlemen, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB. Sedangkan yang mendukung perubahan UU Pilpres yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PPP, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi PKS. (Mvi/Sss)
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tetap ngotot menolak revisi UU Pilpres. Terlebih, mengenai peraturan tentang syarat ambang batas untuk mengusung calon presiden sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional.
"Presidential threshold perlu dipertegas minimal 15 sampai 20 persen, kita tetap pada peraturan yang lama," kata Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Menurut Tjahjo, PDIP ingin penetapan seorang capres dilakukan secara selektif. Karena itu partai politik yang sudah memiliki capresnya juga harus mendapatkan dukungan politik yang signifikan dari masyarakat maupun partai politik lain.
"Jangan dipaksa, karena ini memilih capres sebuah republik yang besar, bukan memilih kepala desa atau rektor," tegas Tjahjo.
Sejumlah partai memang menginginkan perubahan UU Pilpres, terutama terkait masalah presidential threshold. Mereka menuding aturan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Kalau ada partai meminta 3,5 persen, saya kira sah-sah saja. Soal bergabung antarpartai, silakan, sah-sah saja. Tapi kalau memang tidak perlu diubah, ya jangan diubah, kecuali presidential threshold pemilu, bagaimana respons masyarakat," ujar Tjahjo.
Ada 5 fraksi yang menolak perubahan UU Pilpres. Mereka sebagian besar adalah partai-partai yang memiliki banyak kursi di parlemen, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB. Sedangkan yang mendukung perubahan UU Pilpres yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PPP, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi PKS. (Mvi/Sss)