Apa yang akan terjadi saat perusahaan Anda yang berlokasi di Cayman Islands, Amerika Serikat (AS) membuka kantor di Tehran, Iran? Semua orang mengetahui dengan pasti, perusahaan yang berbasis di AS tak bisa berbisnis di Iran. Negara muslim tersebut berkaitan erat dengan terorisme yang menghantui AS.
Sejumlah bank sentral di AS dengan tegas memandang sinis jika hal seperti itu terjadi di negaranya. Namun nyatanya Halliburton perusahaan yang bergerak di bidang minyak yang berbasis di AS mampu mendirikan kantor cabang di Iran. Semuanya dilakukan di bawah kepemimpinan CEO Dick Cheney.
Pria yang saat ini berusia 72 tersebut mampu melakukan hal itu dengan jabatannya. Aksinya tentu saja menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Tak hanya itu, Halliburton yang dipimpinnya juga diketahui menyuap para pejabat Nigeria dalam sebuah proyek gas alam.
Andaikan Anda merupakan komisaris di perusahaan tersebut, tentu saja Cheney akan segera Anda pecat. Namun CEO yang satu ini memang bernasib mujur, George W. Bush memilihnya untuk menjadi calon presiden saat itu. Bagaimana kisah Dick Cheney, CEO Halliburton yang reputasinya terkenal sangat kontroversial ini?
Bukan pemuda yang cerdas dan keluar sekolah
Dick Cheney lahir pada 30 Januari 1941 di Lincoln, Nebraska, AS. ayahnya merupakan seorang agen penjualan tanah Richard Herbert Cheney dan ibunya, Marjorine Lauraine merupakan mantan pemain softball.
Cheney besar di Casper, Wyoming, sebuah kota yang khas dengan gaya 1950-an. Di sanalah dia bertemu dengan kekasih masa SMA-nya yang kemudian menjadi istrinya di masa depan Lynne Vincent.
Setelah lulus, dia diterima di Yale Universitas dan ditawarkan menerima beasiswa tetap hingga akhir kuliah. Dia mengambil tawaran tersebut, tapi akhirnya memutuskan untuk keluar di akhir semester ke-4.
Dia merasa dirinya bukan anak yang cerdas. Cheney yakin tak mampu menyelesaikan kuliahnya karena keterbatasan intelektual pribadi yang diyakininya. Tanpa pikir panjang, dia pun berhenti pergi ke kampus dan mulai mencari pekerjaan.
Aktif berpolitik sebelum menjadi CEO Halliburton
Ketika menganggur, Dick Cheney bekerja sebagai hakim garis di kota tersebut. Meski dia merasa tak cocok menjadi siswa Yale University, dia kembali mencoba mendaftar ke sekolah lain. Dia pun memilih University of Wyoming dan lulus sebagai sarjana politik pada 1965. Tak lelah belajar, dia langsung melanjutkan studinya dan menerima gelar Master Politik setahun kemudian.
Dia selalu menolak diikutsertakan ke perang Vietnam. Dia mengatakan dirinya memiliki prioritas lain di negaranya. Dengan dua gelar yang disandangnya dia mulai bekerja paruh waktu pada parlemen yang didominasi partai Republik.
Dia kemudian memulai karir pemerintahannya setelah mememangkan kontes menulis yang diselenggarakan bagi para ilmuan politik. Dia lalu ditawarkan menjadi gubernur Wisconsin.Saat tengah menjalankan kuliah S3 bersama sang istri, sekali lagi Cheney memilih keluar setelah mendapatkan penawaran menjadi anggota kongres di partai republik, Washington D.C.
Pada 1976, Cheney menjabat sebagai kepala staf Gerald Ford White House. Saat Jimmy Carter menggeser posisinya dia kembali Wyoming dan mencalonkan diri sebagai anggota parlemen dari daerahnya. Saat berkampanye di usianya yang ke-37, untuk pertama kalinya Cheney mendapat serangan jantung. Namun dia kemudian terpilih kembali menjadi anggota kongres dari partai republik.
Selama lima kali dia ditunjuk memimpin House Republican Conference. Dick Cheney kemudian dipilih menjadi Sekretaris Pertahanan negara. Dengan jabatannya dia mampu mengatasi masalah intergritas dengan Uni Soviet juga mengurangi pengeluaran badan militer yang dipimpinnya.
Cheney sangat di hormati para anggota militer saat menduduki posisi tersebut. Saat Bill Clinton naik sebagai presiden, Cheney berhenti dan bergabung dengan American Enterprise Institute.
Sering mendekati perusahaan Halliburton
Saat masih menjabat sebagai sekretaris pertahanan, Dick Cheney memberikan sejumlah kontrak pada perusahaan energi multinasional AS, Halliburton. Isi kontrak tersebut adalah untuk membangun sejumlah fasilitas pertambangan di Kuwait yang hancur akibat perang teluk persia pertama.
Sebagai sekretaris pertahanan, Cheney juga meminta Halliburton secara rahasia melakukan studi untuk mengganti perusahaan pemasok logistik militer AS oleh sejumlah perusahaan swasta. Halliburton menyanggupi tugas tersebut.
Pada Agustus 1992, Army Corps of Engineers AS tanpa syarat menunjuk Halliburton memenuhi berbagai kebutuhan militer negara dengan kontrak selama lima tahun. Setelah itu pendapatan Halliburton dilaporkan meningkat hingga mencapai US$ 2,5 miliar.
Banyak melakukan bisnis ilegal
Meski disebut-sebut bakal mencalonkan diri sebagai presiden pada 1996, Dick Cheney lebih memilih menjadi CEO Halliburton pada 1995. Di bawah kepemimpinannya, Halliburton berhasil meningkatkan surga pajaknya di luar negeri dari 9 menjadi 44 negara.
Cheney juga membuat Halliburton memangkas pajaknya dai US$ 302 juta pada 1998 menjadi hanya US$ 85 miliar setahun kemudian. Nyaris Us$ 400 juta per tahun direbutnya dari para pembayar pajak.
Selama dipimpin Cheney, Halliburton berhasil membuka bisnis dengan negara-negara yang dianggap sebagai ladang teroris bagi AS seperti Iran, Iraq, Libya, Nigeria, Indonesia dan Azerbaijan. Tindakan ini tetap diambilnya meski AS memberlakukan sanksi keras bagi negara-negara tersebut.
Cheney bersama Halliburton mengabaikan sanksi tersebut dan berusaha melobi guna menentangnya. Meski beberapa bisnis yang dilakukannya tercatat ilegal, tapi Halliburton tetap berdiri tegak bahkan meraup banyak untung. Pada 2000, Cheney kembali dunia politik setelah digandeng George W. Bush untuk menjadi calon wakil presiden.
Saat masih menjadi CEO, Cheney berhasil menghemat US$ 20 juta dari pajak. Pendapatannya pun jauh di atas pejabat perusahaan lainnya. Rumor yang beredar mengatakan penghasilannya mencapai US$ 62 juta dalam bentuk saham dan opsi saham.
Aksi `nakal` terkuak saat jadi wapres
Terpilih menjadi wakil presiden membuat Cheney melepaskan posisinya sebagai CEO Halliburton. Pada Juli 2000, dia ditanya apakah Halliburton akan mencoba melakukan bisnis di Irak.
Dengan mantap dia menjawab tidak karena kebijakan perusahaan tidak memiliki kepentingan di negara tersebut meski legal sekalipun. Salah satu perusahaan Halliburton dijual senilai US$ 73 juta pada Irak semasa dirinya masih menjabat sebagai CEO.
Perusahaan energi Halliburton morat-marit setelah ditinggalkan Cheney. Perusahaan kaget menerima berbagai tuntutan serta utang yang harus dibayarkan atas bisnisnya. Para pejabat menuntut Cheney dan anak usaha Halliburton yang telah menyuap pemerintah Afrika untuk menjalankan bisnsinya di Nigeria.
Selain itu, proyeknya bersama perusahaan Brazil yang tidak selesai juga membuat Halliburton dituntut senilai US$ 675 juta. Perusahaan juga harus membayar Us$ 272 juta untuk membereskan urusannya dengan perusahaan minyak asal Brazil tersebut. Semuanya terkuak setelah Cheney menjadi wakil presiden.
Dihantam berbagai aksi `nakal` Cheney sebagai CEO, tak heran neraca saldo Halliburton berantakan. Sejak akhir 2000 para pemegang ekuitas ambruk dari US$ 4 miliar menjadi kurang dari US$ 2,5 miliar. Utang jangka panjang Halliburton juga meningkat tajam yang awalnya berjumlah US$ 1 miliar menjadi lebih dari US# 3,9 miliar.
Singkatnya, semua kesalahan Cheney telah membuat Halliburton merugi miliarder. Namun hingga saat ini Cheney tak pernah kena gugatan apapun. Selama 58 bulan menjabat sebagai CEO di Halliburton, Cheney digaji sebesar US$ 545 juta. Meski telah berhenti, dia tercatat masih menerima kompensasi dari perusahaan sebesar US$ 100 ribu per tahun.
Sejumlah pihak berpikir bahwa kekuatan politik Cheney lah yang membuatnya selalu berhasil berkelit dari berbagai tuntutan yang menyerangnya. Cheney pun menjabat sebagai wakil presiden selama dua episode dari 2001 hingga 2009.
Anak keduanya lesbian
Cheney mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Lynne Vincent. Dari pernikahan yang dilangsungkan pada 1964 itu, pasangan tersebut dianugerahi dua orang puteri yaitu Elizabeth and Mary.
Kedua pasangan ini kuliah bersama saat mengambil setelah masing-masing memegang gelar master. Namun Lynne berhasil menyabet gelar PhD-nya sementara Cheney memilih keluar dan terjun ke dunia politik.
Salah satu anak perempuannya, Mary Claire Cheney secara terbuka mengaku bahwa dirinya merupakan seorang lesbian. Dia sangat keras menyuarakan izin pernikahan dengan gender yang sama di negaranya. Hal tersebut didukung sang ayah, Dick Cheney.
Mary lalu menikah dengan Heather Poe yang sudah lama menjalin hubungan dengannya. Sebelum resmi menikah pada 22 Juni 2012, Mary dilaporkan mengandung dan melahirkan seorang bayi lima tahun sebelumnya. Namun Mary tak malu menunjukkan pada dunia, dia berkata ini anaknya dan tak perlu diperdebatkan banyak orang. (Sis/Igw)
Dick Cheney, CEO yang Hobi Bohong dan Punya Anak Lesbi
Bagaimana kisah Dick Cheney, CEO Halliburton yang reputasinya terkenal sangat kontroversial ini? Ia hobi bohong dan punya anak lesbian.
diperbarui 26 Sep 2013, 19:14 WIBAdvertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Tampil Cemerlang di Manchester United, Pemain Ini Malah Dikritik Ruben Amorim Gaya Mainnya
Cara Mudah agar Aktivitas Sehari-hari Bernilai Amal Saleh, Berbuah Rahmat Allah Kata UAH
Antisipasi Banjir Lahar Dingin Gunung Lewotobi, Basarnas Buat Jalur Evakuasi
Cara Mengatasi Bau Mulut: Panduan Lengkap untuk Napas Segar
Mengenal Trem di Masa Batavia, Moda Transportasi Warga Ibu Kota Tempo Dulu
Astronom Berhasil Potret Bintang di Luar Galaksi untuk Pertama Kalinya
1 Amalan yang Paling Mendekatkan Perempuan ke Surga, Kata Ustadz Adi Hidayat
Momen Prabowo Subianto Beri Anugerah Guru Hebat Indonesia 2024 pada Mbah Guru Matematika dan Pendiri Gubuk Baca
Pilkada Lampung 2024, Ini Kata Pengamat Hukum
Ketika KH Saifuddin Zuhri Ketahuan Menggunjing Mbah Mangli, Karomah Wali
Terganjal Persyaratan D4 dan S1, Nasib 249 Ribu Guru Non-ASN di Indonesia Terancam Tak Dapat Tunjangan Sertifikasi
Prabowo Subianto: Kita Harus Jaga Uang Rakyat