Insiden mengerikan lagi brutal yang terjadi di mal Westgate di Nairobi, Kenya pada Sabtu 21 September 2013, tak berlangsung spontan. Aksi para teroris dari kelompok al Shabaab, yang mengenakan topeng, memberondongkan peluru secara membabi buta, telah rapi direncanakan sejak lama.
Beberapa minggu sebelum melancarkan serangan, para militan menyewa sebuah toko kecil di pusat perbelanjaan kelas atas itu. Demikian ungkap sumber pejabat keamanan kepada BBC yang dikutip Liputan6.com, Sabtu (28/9/2013). Sementara CNN menyebut, para penyerang dan kaki tangannya diduga menyewa toko tersebut selama setahun.
Apapun, apa yang di mata awam nampak sebagai toko biasa, ternyata menyimpan rahasia. Status sebagai penyewa memberi akses anggota militan ke lift barang, yang memungkinkan mereka menumpuk stok senjata dan amunisi. Dengan langkah-langkah persiapan itu, mereka mampu mempersenjatai diri melawan pasukan keamanan yang menyerbu belakangan.
Akibatnya, maut. Sebanyak 67 orang tewas dalam empat hari penyerbuan. Sementara, pihak Palang Merah Kenya menyebut, 61 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Kini, para ahli forensik masih menyisir kompleks mal mewah yang porak poranda, mencari jasad para korban juga petunjuk baru.
Sementara Jumat 27 September 2013 kemarin adalah hari ketiga masa berkabung Kenya atas tragedi yang menelan korban sipil dan militer.
Identitas Palsu?
Investigasi BBC mengungkap bagaimana para penyerang di mal Westgate bisa merencanakan sekaligus melakukan serangan. Ada lagi faktor yang memungkinkan rencana keji yang mengorbankan warga sipil bisa dilakukan: korupsi.
Begini kaitannya, untuk menyewa toko, pihak militan membutuhkan kartu identitas palsu. Diduga KTP palsu itu diduga disediakan oleh pegawai pemerintah yang korup.
Sumber yang dekat dengan penyelidikan juga menyebut, saat mengeksekusi serangan, dua kendaraan mengantar para ekstremis di muka gedung, sebelum akhirnya menghambur masuk mal.
Mereka juga diyakini membuat semacam pangkalan, dan menggunakan terowongan ventilasi sebagai tempat bersembunyi.
Sumber-sumber keamanan juga telah mengkonfirmasi perubahan taktik di pihak militan Sabtu malam. Mereka menggunakan senapan mesin berkaliber berat, memanfaatkan situasi peralihan kontrol keamanan dari polisi ke pasukan militer --yang diliputi kebingungan.
Soal kebingungan itu, sejumlah kepala badan keamanan dipanggil menghadap Komisi Pertahanan parlemen Senin depan, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kesiapan otoritas keamanan menghadapi serangan semacam itu.
Ketua komisi, Ndung'u Gethenji mengatakan, "Orang perlu mengetahui penyimpangan dalam sistem keamanan yang memungkinkan insiden tersebut terjadi."
Dia menambahkan, pihaknya juga perlu memahami "anatomi operasi penyelamatan secara keseluruhan" di tengah dugaan munculnya kebingungan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukannya.
Apalagi, muncul dugaan tindakan pihak militer justru membuat robohnya sebagian bangunan mal. Diduga dengan cara meledakkannya.
Sumber yang tak mau disebut namanya juga menambahkan, otopsi akan mengetahui apakah para sandera tewas dibunuh atau justru kehilangan nyawa akibat operasi militer yang seharusnya menyelamatkan mereka.
Sementara, hingga kini belum diketahui berapa banyak militan yang terlibat dalam serangan, dan apa saja kewarganegaraan mereka. Pihak al-Shabab sudah mengatakan mereka tidak akan merilis nama-nama para penyerang .
Duka juga dirasakan Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta secara pribadi. Pada Jumat pagi ia menghadiri pemakaman keponakannya dan tunangan di sebuah gereja Nairobi.
Mbugua Mwangi dan Rosemary Wahito ada di antara mereka yang tewas di mal pada hari Sabtu, hari pertama penyerangan. (Ein/Mut)
Beberapa minggu sebelum melancarkan serangan, para militan menyewa sebuah toko kecil di pusat perbelanjaan kelas atas itu. Demikian ungkap sumber pejabat keamanan kepada BBC yang dikutip Liputan6.com, Sabtu (28/9/2013). Sementara CNN menyebut, para penyerang dan kaki tangannya diduga menyewa toko tersebut selama setahun.
Apapun, apa yang di mata awam nampak sebagai toko biasa, ternyata menyimpan rahasia. Status sebagai penyewa memberi akses anggota militan ke lift barang, yang memungkinkan mereka menumpuk stok senjata dan amunisi. Dengan langkah-langkah persiapan itu, mereka mampu mempersenjatai diri melawan pasukan keamanan yang menyerbu belakangan.
Akibatnya, maut. Sebanyak 67 orang tewas dalam empat hari penyerbuan. Sementara, pihak Palang Merah Kenya menyebut, 61 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Kini, para ahli forensik masih menyisir kompleks mal mewah yang porak poranda, mencari jasad para korban juga petunjuk baru.
Sementara Jumat 27 September 2013 kemarin adalah hari ketiga masa berkabung Kenya atas tragedi yang menelan korban sipil dan militer.
Identitas Palsu?
Investigasi BBC mengungkap bagaimana para penyerang di mal Westgate bisa merencanakan sekaligus melakukan serangan. Ada lagi faktor yang memungkinkan rencana keji yang mengorbankan warga sipil bisa dilakukan: korupsi.
Begini kaitannya, untuk menyewa toko, pihak militan membutuhkan kartu identitas palsu. Diduga KTP palsu itu diduga disediakan oleh pegawai pemerintah yang korup.
Sumber yang dekat dengan penyelidikan juga menyebut, saat mengeksekusi serangan, dua kendaraan mengantar para ekstremis di muka gedung, sebelum akhirnya menghambur masuk mal.
Mereka juga diyakini membuat semacam pangkalan, dan menggunakan terowongan ventilasi sebagai tempat bersembunyi.
Sumber-sumber keamanan juga telah mengkonfirmasi perubahan taktik di pihak militan Sabtu malam. Mereka menggunakan senapan mesin berkaliber berat, memanfaatkan situasi peralihan kontrol keamanan dari polisi ke pasukan militer --yang diliputi kebingungan.
Soal kebingungan itu, sejumlah kepala badan keamanan dipanggil menghadap Komisi Pertahanan parlemen Senin depan, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kesiapan otoritas keamanan menghadapi serangan semacam itu.
Ketua komisi, Ndung'u Gethenji mengatakan, "Orang perlu mengetahui penyimpangan dalam sistem keamanan yang memungkinkan insiden tersebut terjadi."
Dia menambahkan, pihaknya juga perlu memahami "anatomi operasi penyelamatan secara keseluruhan" di tengah dugaan munculnya kebingungan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukannya.
Apalagi, muncul dugaan tindakan pihak militer justru membuat robohnya sebagian bangunan mal. Diduga dengan cara meledakkannya.
Sumber yang tak mau disebut namanya juga menambahkan, otopsi akan mengetahui apakah para sandera tewas dibunuh atau justru kehilangan nyawa akibat operasi militer yang seharusnya menyelamatkan mereka.
Sementara, hingga kini belum diketahui berapa banyak militan yang terlibat dalam serangan, dan apa saja kewarganegaraan mereka. Pihak al-Shabab sudah mengatakan mereka tidak akan merilis nama-nama para penyerang .
Duka juga dirasakan Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta secara pribadi. Pada Jumat pagi ia menghadiri pemakaman keponakannya dan tunangan di sebuah gereja Nairobi.
Mbugua Mwangi dan Rosemary Wahito ada di antara mereka yang tewas di mal pada hari Sabtu, hari pertama penyerangan. (Ein/Mut)