Mengintip Bisnis Menggiurkan `Pabrik Bayi` di India

Menyediakan ibu pengganti jadi bisnis menggiurkan di India. Bisa menghasilkan lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 11,5 triliun per tahun.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 01 Okt 2013, 16:08 WIB
Surrogacy komersial, di mana seorang wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami istri lainnya dengan imbalan, marak di India. 'Industri' ini bahkan diperkirakan menghasilkan uang dalam jumlah luar biasa, lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 11,5 triliun per tahun.

Para ibu pengganti atau surrogate mother biasanya tinggal di asrama-asrama --yang sejumlah kritikus menjulukinya sebagai 'pabrik bayi'. Mereka bertugas mengandung, melahirkan, lalu menyerahkan anak tersebut pada pasangan yang menantikan buah hati. Lepas dari pro dan kontra praktik tersebut, bagaimana perasaan para perempuan melahirkan anak orang lain demi uang?

"Dalam kultur India, keluarga adalah sesuatu yang berharga. Anda siap melakukan apapun demi anak-anak Anda," kata  Vasanti (28), salah satu ibu pengganti seperti dimuat BBC News, 30 September 2013. "Melihat anak-anakku mendapatkan apapun, yang bagiku hanya mimpi, itulah alasan aku mau menjadi ibu pengganti." Ia melakukannya demi uang.

Vasanti sedang hamil, tapi itu bukan anaknya. Ia mengandung benih pasangan dari Jepang. Untuk itulah ia mendapatkan imbalan US$ 8 ribu atau Rp 92 juta, cukup untuk membangun rumah baru dan mengirim dua anaknya --yang berusia 5 dan 7 tahun-- ke sekolah dengan pengantar Bahasa Inggris, yang sebelumnya serasa tak mungkin. "Aku bahagia bisa membahagiakan anakku, dari hatiku terdalam," kata dia.

Dalam rahim Vasanti ditanam embrio, itu dilakukan di kota kecil Anand di Gujarat. Setelah itu, ia akan tinggal selama 9 bulan di sebuah asrama, bersama 100 ibu pengganti lainnya, yang semuanya pasien dokter Nayna Patel.

Tiap kamar dalam asrama dihuni 10 ibu pengganti. Mereka mendapatkan makanan bergizi dan vitamin yang diberikan secara teratur. Mereka juga diminta banyak istirahat. Namun, toh, gelisah masih menyelimuti perasaan Vasanti.

"Aku tak bisa tidur saat malam. Perutku makin besar, bayi ini makin tumbuh, aku merasa bosan," kata dia. "Aku ingin cepat pulang untuk bertemu anak-anak dan suamiku."

Ada banyak aturan yang harus dipenuhi para ibu pengganti. Termasuk, dilarang melakukan hubungan seks, tak boleh ke dokter dan rumah sakit, juga tak diizinkan bertemu dengan pasangan pemilik embrio dalam kandungannya. Mereka juga harus bertanggung jawab atas segala komplikasi.

Para ibu pengganti yang melahirkan anak kembar akan mendapatkan imbalan lebih banyak yakni US$ 10 ribu atau Rp 115 juta, jika keguguran dalam waktu 3 bulan maka ia hanya mendapat US$ 600 atau Rp 6,9 juta. Sementara pasangan yang menginginkan anak harus membayar US$ 28 ribu atau Rp 322 juta --jika kehamilan berhasil.

Kritik Tajam

Dengan imbalan sebesar itu, menyediakan ibu pengganti adalah bisnis yang menggiurkan. Namun, Dr Nayna Patel, yang menjalankannya, mengaku banyak orang yang menilai apa yang dilakukannya tidak semestinya.

"Aku menjadi sasaran kritik, dan aku akan menghadapinya. Memang, untuk sebagain orang, ini adalah subyek kontroversial," kata dia. "Ada banyak dugaan bahwa ini hanyalah sebuah bisnis, eksploitasi perempuan, ini hanya penjualan bayi , sebuah pabrik pembuatan bayi, dan semua ungkapan yang menyakitkan."

Nayna Patel mengklaim, para ibu pengganti mendapatkan kesepakatan yang adil. "Para ibu pengganti melakukan kerja fisik dan mereka mendapat kompensasi karenanya. Tak ada keuntungan tanpa rasa sakit," kata dia.

Apalagi, dia menambahkan, selama di asrama para perempuan mendapatkan keterampilan baru seperti membordir atau kursus kecantikan yang bisa digunakan di masa depan.

Uang yang mereka dapatkan juga jauh lebih tinggi dari standar lokal. Penghasilan suami Vasanti hanya US$ 40 atau Rp 461 ribu per bulan. Maka tak heran, sejumlah ibu kembali lagi ke asrama, untuk mengandung anak orang lain. Maksimal 3 kali, itu aturan dalam klinik Patel.

Juga ada alasan mengapa India adalah 'surga surrogacy' di dunia. Di negeri itu teknologi medisnya sudah maju, namun biayanya relatif terjangkau. Apalagi secara hukum, itu tak dilarang.

"Ibu pengganti tak punya hak juga kewajiban atas bayinya, jadi itu mudah. Sementara di Barat, ibu kandung dianggap sebagai ibu secara hukum, namanya akan tercantum dalam akta kelahiran," kata dokter Patel. Namun, tak adanya nama dalam akta juga akan menyulitkan si anak jika ia ingin melacak ibu yang melahirkannya ke dunia.

Kemiskinan

Sepertiga penduduk paling miskin di dunia ada di India. Itu mengapa, kemiskinan adalah pendorong seseorang menjadi ibu pengganti.

"Banyak perempuan yang terdesak banyak kebutuhan, makanan, tempat tinggal, sandang, juga fasilitas kesehatan. Perawatan kesehatan tak gratis di India. Orang harus menyediakannya sendiri," kata Patel.

Patel pun mengatakan, ia menasehati para ibu pengganti untuk menghemat uang mereka. Vasanti dan suaminya menurut, uang itu ia gunakan untuk membeli rumah.

"Orang tuaku sangat senang mengetahui anaknya dan pasangannya bisa membangun rumah. Status kami dalam masyarakat akan terangkat," kata Asok, suaminya.

Namun, kalau para tetangga sampai mengetahui dari mana uang untuk membangun berasal, mereka pasti bakal jadi sasaran pergunjingannya.

Dan makin dekat dengan hari kelahiran, Vasanti makin merasa cemas. Kali ini alasannya pribadi. Ia mungkin hanya bisa menatap sekilas bayinya, sebelum direnggut dari sisinya. (Ein/Mut)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya