RI Surga Energi Terbarukan, Tapi Kok Tak Berkembang?

Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan potensi Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan masih sangat besar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Okt 2013, 18:12 WIB
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan potensi Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan (renewable) masih sangat besar. Pihaknya menghitung potensi seluruh energi terbarukan mencapai 680 juta ton setara minyak per tahun.

Anggota DEN, Herman Darnel Ibrahim mengungkapkan, potensi energi dari air, geothermal (panas bumi), solar, angin dan bio massa belum diiringi dengan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap energi terbarukan.

"Konsumsi kita sekarang hanya 160 juta ton setara minyak. Namun potensi tersebut akan menjadi realita jika teknologinya mendukung dan parameternya adalah biaya (cost). Tapi berapa cost untuk mengkonversi sumber daya energi terbarukan menjadi listrik dan biofuel, di sini tekanannya," tutur dia dalam acara The APEC Conference on Clean, Renewable Energy and Sustainable Use of Energy di Nusa Dua, Bali, Selasa (1/9/2013).

Herman menyebut, biaya pengembangan energi terbarukan di Indonesia beragam. Yang jelas, biayanya jauh lebih murah dibandingkan penggunaan minyak, mengingat bahan bakar fosil ini semestinya harus sudah tergantikan gan energi terbarukan.

"Sebagian masih ada yang lebih murah dari tenaga batu bara dan gas, misalnya hidro. Namun separuhnya lagi, seperti  solar, harganya umumnya di atas energi konvensional seperi gas dan batu bara," tutur dia.

Tantangan ke depan, kata dia, adalah  membawa harga pengembangan energi terbarukan semakin turun. Dia memberi gambaran, riset yang dilakukan Australia, negara ini harus berinvestasi US$ 1,5 miliar untuk pengembangan renewable.

"Bahkan dua bulan lalu saya ke Cina, dan pemerintah menyediakan US$ 450 miliar atau sekitar Rp 4.500 triliun untuk pengembangan energi alternatif. Dengan riset ini, harapannya cost renewable bisa turun," ujarnya.

Herman menceritakan pernyataan banyak ahli yang bilang bahwa biaya energi terbarukan akan mengalami penurunan, sedangkan biaya bahan bakar fosil bakal naik. Hal itu terjadi karena, bahan bakar fosil atau minyak semakin lama akan menyusut.

"Sumber (minyak) juga akan jauh dari yang sekarang di pinggir pantai, onshore, laut dalam dan sebagainya, maka akan semakin sulit," pungkasnya. (Fik/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya