`Hakim Setengah Dewa` di Tanah Lebak

Pemimpin 'hakim setengah dewa' mencoreng kepercayaan masyarakat akan sebuah lembaga Mahkamah Konstitusi.

oleh Liputan6 diperbarui 04 Okt 2013, 00:47 WIB
Inilah cerita memalukan tentang gambaran penegakan hukum di Indonesia. Pemimpin 'hakim setengah dewa' telah mencoreng kepercayaan masyarakat negeri ini akan sebuah lembaga Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua MK Akil Mochtar baru saja menduduki jabatan yang ditinggalkan Mahfud MD pada April lalu sebelum akhirnya ditetapkan menjadi tersangka atas 2 kasus suap sekaligus. KPK yang menangkap Akil dalam operasi tangkap tangan Rabu 2 Oktober 2013 kemarin bagai mendapat tangkapan besar. Sekali merengkuh dayung, 2-3 pulau terlampaui.

Kedua kasus Akil terkait dengan sengketa pilkada. Selain di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Akil juga diduga terlibat dalam kasus suap pilkada di Lebak, Banten. Kasusnya di Lebak itu tak kalah heboh dari kasus pertama di Gunung Mas.

KPK menyatakan, sang penyuap dari tanah Lebak yang kini dijadikan tersangka itu adalah Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan (W). Dia dikenal sebagai seorang pengusaha dan juga adik dari Gubernur Banten Ratu Atut serta suami dari Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. "Penangkapan TCW di Jalan Denpasar, Jakarta, terkait dengan Pilkada Lebak," ungkap Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Kamis (3/10/2013).

Dari tangan Wawan, Akil diduga menerima suap senilai Rp 1 miliar. Uang itu dibungkus dalam travel bag berwarna biru dan diserahkan oleh seseorang berinisial STA. "Saudara STA yang selama ini dikenal oleh AM telah menerima uang dari saudara TCW atau alias W, melalui saudara F di Apartemen Aston," kata Ketua KPK Abraham Samad.

"Dari penangkapan ini penyidik mendatangi orangtua STA, ada barang bukti berupa uang pacahan Rp 100 ribu, dan ada pecahan Rp 50 ribu dalam travel bag berwarna biru dengan total Rp 1 miliar," imbuh Abraham.

Rumah mewah di Jalan Denpasar IV Nomor 35, Jakarta Selatan, kini disegel garis KPK. Di sanalah Wawan dijemput penyidik dari lembaga pimpinan Abraham Samad itu. Sementara sang istri yang juga Walikota Tangsel, Airin, harus pasrah rumahnya 'diobok-obok' KPK. Deretan mobil-mobil mewah di balik garasi rumah itu pun tak luput dari pemeriksaan. 2 Unit Ferrari merah, 1 Unit Lamborgini Galardo putih, dan masih ada 9 lainnya yang tak kalah mencengangkan.


Pukulan Buat Golkar

1 Oktober lalu sebelum kasus-kasus suap ini terkuak, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pemungutan suara ulang pada Pilkada Kabupaten Lebak, Banten. Adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati Lebak yang diusung Partai Golkar, Amir Hamzah-Kasmin yang mengajukan gugatan hasil Pilkada Lebak MK.

Gugatan dilancarkan karena pasangan itu menganggap ada pengerahan birokrasi yang dilakukan pasangan pemenang pilkada, yakni Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi. Akil selaku ketua majelis hakim dalam persidangan pun memerintahkan untuk mengulang Pilkada Kabupaten Lebak.

"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lebak untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang di seluruh TPS di Kabupaten Lebak," tutur Akil yang pernah menjadi pengurus teras Partai Golkar itu.

Sementara kasus ini juga memberikan pukulan pada Partai Golkar. Terduga pemberi suap Pilkada Lebak, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan merupakan salah satu politisi partai berlambang beringin itu. "Hingga kini kita dari Fraksi Golkar tentu prihatin. Namun dengan azas praduga tak bersalah, kita akan menunggu 1 x 24 jam untuk menunggu kelanjutan keputusan dari KPK," kata Ketua DPP Partai Golkar Azis Syamsuddin.


Innalillahi

Kasus yang tengah melilit Akil Mochtar membuat Mantan Ketua MK Mahfud MD merasa miris. Dia mengaku kaget sekaligus bersyukur. "Alhamdulilah dan innalillah," kata Mahfud di Gedung MK.

Mahfud menuturkan, alhamdulillah berarti Tuhan membuka kebobrokan yang dilakukan seseorang dengan waktu yang tak terlalu lama. Dalam hal ini Akil. Sehingga memberikan jalan kepada KPK untuk melakukan penangkapan dan penguntitan terhadap Akil.

"Sedangkan innnalillah artinya kaget serta terpukul, itu saja. Saya harap KPK lebih galak lagi untuk menguntit dan membututi orang-orang yang suka melakukan seperti itu," tuturnya.

Padahal tak mudah bagi Akil untuk bisa duduk di kursi Ketua MK. Banyak yang harus dilaluinya, mulai dari menjadi loper koran hingga sopir pernah dicicipi pria kelahiran Putussibau, Kalimantan Barat, 18 Oktober 1960 itu.

Doa pun pernah dilantunkannya ketika akhirnya bisa mengucapkan sebagai Ketua MK. Dia meminta restu agar bisa memimpin lembaga itu dengan baik. "Saya memohon doa dan dukungan bapak dan ibu semuanya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kekuatan dan perlindungan kepada saya dan kepada 9 hakim dapat melaksanakan konstitusional dengan baik," kata Akil Mochtar 20 Agustus 2013 lalu.

Lantas bagaimanakah nasib peradilan Indonesia ke depannya? Akankah rakyat masih bisa percaya? (Ndy)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya