Pevita Pearce tengah sibuk mempersiapkan film terbarunya berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Film itu merupakan adaptasi dari karya novel Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal Buya Hamka dengan judul yang sama.
"Dua hari lagi syutingnya baru selesai. Syutingnya yang di luar kota itu di Padang, Makasar, Jakarta dan Surabaya," kata Pevita ditemui di Gandaria City, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2013) malam.
Terlibat di dalam film itu bikin Pevita punya beban saat memerankan tokoh Hayati. Apa pasal? Ya, novel yang pertama kali dicetak pada 1938 ini terbilang karya terbaik Hamka dan sudah mengalami cetak ulang sampai 22 kali.
"Sedikit ada beban sih. Tapi aku hanya lakukan yang terbaik. Aku memberikan 100 persen kemampuanku untuk film ini," tutur cewek kelahiran 6 Oktober 1992 ini.
Selain Pevita, beberapa pemain yang terlibat antara lain Reza Hardian dan Herjunot. Adapun film diproyeksikan tayang di bioskop pada Desember 2013. "Kalau soal sukses atau nggak, kami nggak bisa nebak market. Kita lihat saja nanti," ujarnya.
Dalam novelnya itu, Hamka mengkritik beberapa tradisi dalam adat Minang yang berlaku saat itu, seperti perlakuan terhadap orang berketurunan blasteran dan peran perempuan dalam masyarakat. Hamka beranggapan bahwa beberapa tradisi adat itu tak sesuai dengan dasar-dasar Islam maupun akal budi yang sehat. (fei)
"Dua hari lagi syutingnya baru selesai. Syutingnya yang di luar kota itu di Padang, Makasar, Jakarta dan Surabaya," kata Pevita ditemui di Gandaria City, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2013) malam.
Terlibat di dalam film itu bikin Pevita punya beban saat memerankan tokoh Hayati. Apa pasal? Ya, novel yang pertama kali dicetak pada 1938 ini terbilang karya terbaik Hamka dan sudah mengalami cetak ulang sampai 22 kali.
"Sedikit ada beban sih. Tapi aku hanya lakukan yang terbaik. Aku memberikan 100 persen kemampuanku untuk film ini," tutur cewek kelahiran 6 Oktober 1992 ini.
Selain Pevita, beberapa pemain yang terlibat antara lain Reza Hardian dan Herjunot. Adapun film diproyeksikan tayang di bioskop pada Desember 2013. "Kalau soal sukses atau nggak, kami nggak bisa nebak market. Kita lihat saja nanti," ujarnya.
Dalam novelnya itu, Hamka mengkritik beberapa tradisi dalam adat Minang yang berlaku saat itu, seperti perlakuan terhadap orang berketurunan blasteran dan peran perempuan dalam masyarakat. Hamka beranggapan bahwa beberapa tradisi adat itu tak sesuai dengan dasar-dasar Islam maupun akal budi yang sehat. (fei)