Fasilitas perdagangan baik untuk eksportir dan importir menjadi salah satu agenda pembahasan dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), termasuk di rapat dengan para Menteri Keuangan negara-negara Asia Pasifik pada 19-20 September lalu.
"Waktu di Finance Minister Meeting dibahas trade facilitation. Kalau situasi global memburuk, maka ekspor akan susah. Lalu orang yang menjadi eksportir berisiko," kata Menteri Keuangan Chatib Basri di Bandara Ngurah Rai, Bali, Jumat (4/10/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, akibat kondisi ekonomi global ikut membuat harga-harga komoditas merosot tajam. Saat-saat inilah banyak pihak perbankan yang 'lari' untuk mendanai aktivitas para eksportir.
"Kalau harga komoditas turun, Anda mau ekspor, nah ada tidak bank yang ingin mendanai aktivitas Anda? Tidak ada kan, karena itu aktivitasnya (ekspor) bisa rugi. Jadi perlu dana untuk membiayai eksportir ini," tambah dia.
Alasan tersebut, kata Chatib, menjadi latar belakang para Menteri Keuangan untuk membahas persoalan pendanaan perdagangan (trade financing) demi mengurangi risiko.
Selain itu, pembahasan mengenai fasilitasi perdagangan tentu berkaitan dengan kepabeanan (custom), sehingga harus ada International National Single Window (INSW). Jadi sistem ini akan memudahkan para eksportir dan importir untuk melakukan aktivitasnya secara terintegrasi.
"Custom kita sudah dilakukan dan sesuai dengan trade facilitation seperti itu karena custom yang baik dapat mengurangi biaya logistik. Jika bisa diturunkan, masalah konektivitas bisa menjadi lebih baik," papar dia.
Realisasi trade facilitation ini, sambung Chatib tergantung pada hasil meeting antara Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan dengan menteri-menteri terkait di kawasan Asia Pasifik.
"Kalau sudah disepakati, maka Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Agung Kuswandono sudah siap, baik INSW maupun institusinya seperti apa sehingga mempermudah kegiatan ekspor impor, termasuk dengan kantor baru Ditjen Bea Cukai yang berbasis di Bandara Ngurah Rai," tandas dia.(Fik/Ndw)
"Waktu di Finance Minister Meeting dibahas trade facilitation. Kalau situasi global memburuk, maka ekspor akan susah. Lalu orang yang menjadi eksportir berisiko," kata Menteri Keuangan Chatib Basri di Bandara Ngurah Rai, Bali, Jumat (4/10/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, akibat kondisi ekonomi global ikut membuat harga-harga komoditas merosot tajam. Saat-saat inilah banyak pihak perbankan yang 'lari' untuk mendanai aktivitas para eksportir.
"Kalau harga komoditas turun, Anda mau ekspor, nah ada tidak bank yang ingin mendanai aktivitas Anda? Tidak ada kan, karena itu aktivitasnya (ekspor) bisa rugi. Jadi perlu dana untuk membiayai eksportir ini," tambah dia.
Alasan tersebut, kata Chatib, menjadi latar belakang para Menteri Keuangan untuk membahas persoalan pendanaan perdagangan (trade financing) demi mengurangi risiko.
Selain itu, pembahasan mengenai fasilitasi perdagangan tentu berkaitan dengan kepabeanan (custom), sehingga harus ada International National Single Window (INSW). Jadi sistem ini akan memudahkan para eksportir dan importir untuk melakukan aktivitasnya secara terintegrasi.
"Custom kita sudah dilakukan dan sesuai dengan trade facilitation seperti itu karena custom yang baik dapat mengurangi biaya logistik. Jika bisa diturunkan, masalah konektivitas bisa menjadi lebih baik," papar dia.
Realisasi trade facilitation ini, sambung Chatib tergantung pada hasil meeting antara Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan dengan menteri-menteri terkait di kawasan Asia Pasifik.
"Kalau sudah disepakati, maka Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Agung Kuswandono sudah siap, baik INSW maupun institusinya seperti apa sehingga mempermudah kegiatan ekspor impor, termasuk dengan kantor baru Ditjen Bea Cukai yang berbasis di Bandara Ngurah Rai," tandas dia.(Fik/Ndw)