Di balik wajahnya yang teduh, tersirat suatu keresahan tiap kali dirinya merampungkan sebuah film. Hati Chaerul Umam berdebar, bukan karena khawatir karya seninya tak diterima masyarakat. Melainkan sutradara perfeksionis ini takut, kalau film arahannya bertentangan dengan ajaran Islam.
Ketakutan ayah tiga anak ini sempat terobati kala namanya kian cemerlang menyusul sukses dua film besutannya, Ketika Cinta Bertasbih dan Ketika Cinta Bertasbih 2 pada 2008 silam. Senyum pria kelahiran Tegal, 4 April 1943 itu pun mengembang usai film besutannya mendapat animo positif sekaligus mempopulerkan film bernuansa Islami, seperti cita-citanya. Lalu, seperti apa sosok Chaerul Umam?
Ketakutan ayah tiga anak ini sempat terobati kala namanya kian cemerlang menyusul sukses dua film besutannya, Ketika Cinta Bertasbih dan Ketika Cinta Bertasbih 2 pada 2008 silam. Senyum pria kelahiran Tegal, 4 April 1943 itu pun mengembang usai film besutannya mendapat animo positif sekaligus mempopulerkan film bernuansa Islami, seperti cita-citanya. Lalu, seperti apa sosok Chaerul Umam?
Chaerul Umam di Mata Sahabat
"Beliau itu orangnya keras, dalam artian nggak mau bikin film tanpa dasar agama Islam. Berapa pun bayarannya nggak mau. Waktu di usia 40-50 tahun baru mulai mau sedikit-sedikit. Tetap dasarnya akhlak, walaupun nggak keliatan, ada makna di balik semua filmnya," tutur Hadi, kerabat Chaerul Umam di Rumah Duka, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (4/10/2013).
Ketegasan di lokasi syuting, rupanya bertolak belakang dengan keseharian Chaerul Umam di rumah. Ayah tiga anak ini dikenal sebagai pribadi yang lembut dan tak pernah marah. Kalau pun tersulut emosi, tak butuh waktu lama untuk meredakannya lagi.
"Dia nggak pernah marah yang sampai berlanjut. Kalau pun marah dan keras biasanya soal yang bertentangan dengan Islam. Contohnya, kalau syuting pas bulan puasa, ya semua kru juga ikut berpuasa. Sejak muda selalu seperti itu," kata Hadi.
Advertisement
Chaerul Umam Jauhi Hal Negatif
Berbeda dengan seniman yang lekat dengan masa-masa kelam. Chaerul Umam justru menjaga diri dari pengaruh lingkungan yang negatif. Berbaur bersama pemabuk, Chaerul justru tak terpengaruh untuk ikut mencicipi minuman haram tersebut. Bahkan, pria yang hidup di zaman era pendudukan Jepang ini memiliki kenangan indah bersama almarhum Gito Rolies jelang akhir hayatnya.
"Lingkungan seniman seperti gimana saat itu? orang pada berkumpul dengan rambut gondrong. Biasanya, mereka juga mabuk-mabukan. Tapi beliau agamanya dipegang terus sehingga menjadi watak ya! Kalau diperhatikan Chaerul Umam adalah salah satu orang yang taat beragama Islam dengan istiqomah sehingga jadi bener. Salah satunya ketika melihat Gito Rolies yang dulunya kayak gitu. Nah, sama Chaerul dibenerin," tutur Hadi.
Seperti cerita orang sukses pada umumnya yang harus melewati masa-masa pahit, Chaerul Umam pun pernah mencicipinya. Sebelum menjadi sutradara fenomenal seperti sekarang, nama Chaerul terlebih dahulu dikenal di kalangan dubber (pengisi suara). Sempat jadi pengangguran selama tiga tahun, berkat usahanya yang giat, Chaerul akhirnya berhasil menjadi asisten sutradara. Dari situ, dirinya menyerap semua ilmu mengenai perfilman.
"Beliau itu pernah jadi dubber, sempat jadi yang termahal juga. Tapi gara-gara produksi menurun, beliau sempat nganggur tiga tahun. Terus jadi asisten sutradara, dan akhirnya naik jadi sutradara," papar Hadi.
Detik-detika Jelang Kematian
Kamis (3/10/2013) siang menjelang ashar. Chaerul Umam masih terbaring lemah di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur. Alat bantu pernafasan terus memompa oksigen untuknya, dan beberapa alat-alat medis lengkap di sekelilingnya. Ya, dua pekan sebelumnya Chaerul sempat terserang stroke dan mengidap penyakit diabetes melitus.
Kala itu sang istri, Nunu setia mendampingi. Sambil melantunkan kalimat dzikir berharap suaranya dapat didengar sayup-sayup oleh sang suami tercinta. Kedua anak Chaerul pun turut di sisinya, hanya tinggal si bungsu yang belum hadir.
Jelang adzan ashar, sang bungsu akhirnya datang untuk melihat kondisi sang ayah yang semakin lemah. Ibu dan ketiga anak itu pun tak henti-hentinya berdoa demi kesembuhan orang yang sangat dicintainya tersebut.
"Kami bertiga terus berdoa, terus menuntun beliau. Pas ashar, saya bilang 'Pak, sudah ashar saya salat dulu ya,'. Tapi lama-lama saya dengar nafasnya halus. Pas dilihat garisnya sudah putih. Suster bilang mau coba pernafasan, tapi saya bilang nggak usah alami saja, dulu ibuku keluar darah soalnya," kenang Nunu.
Tepat pukul 15.18 WIB, sutradara Chaerul Umam menghembuskan nafasnya yang terakhir di RSI Pondok Kopi, Jakarta Timur. Berbagai ucapan duka pun menghampiri keluarga Sang Sineas Islami Tanah Air. Beberapa rekan artis dan kru film turut mengantarkan jenazah Chaerul Umam ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Chaerul Umam meninggalkan seorang istri, tiga anak, dan dua orang cucu. Jasadnya dikebumikan diTPU Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (4/10/2013) siang. Sebelum dimakamkan, almarhum sempat disalatkan di Kantor PP Muhammadyah, Menteng, Jakarta.
Selamat tinggal Chaerul Umam. Semoga karyamu akan tetap di hati dan menjadi inspirasi bagi kawula muda.(Ras/Des)
Advertisement