Keputusan cepat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan keputusan untuk memberhentikan sementara Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar yang tersangkut dugaan menerima suap pengurusan pilkada di MK, patut diapresiasi.
Keputusan itu diambil setelah SBY menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara tanpa melibatkan MK yang telah membuat Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK).
Penangkapan Ketua MK Akil Mochtar membuat Presiden SBY terkejut. Lantaran, reputasi, kredibilitas dan wibawa MK yang selama ini dibangun 2 pendahulunya Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, runtuh seketika Rabu 2 Oktober lalu. Indonesia yang sedang menggelar hajat besar Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik (KTT APEC) di Bali, seketika dipermalukan dengan ulah Akil.
Presiden SBY pun memutuskan untuk menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara sebelum bertolak ke Bali. Pertemuan itu dihadiri Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Utomo, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, dan Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki.
"Saya ingin mengajak para pimpinan lembaga negara tersebut untuk memikirkan masa depan MK yang bisa menjaga tegaknya kebenaran dan keadilan. Kita ingin MK menjadi benteng konstitusi dan meluruskan kehidupan bernegara yang dinilai menyimpang," kata SBY.
Pertemuan yang digelar tanpa melibatkan unsur dari Mahkamah Konstitusi itu juga akan meninjau mekanisme Pemilihan Ketua MK.
"Perlu pula kita pikirkan bagaimana persyaratan dan mekanisme pemilihan hakim konstitusi. Kalau perlu kita atur dalam undang-undang," imbuh SBY.
Tentang tidak adanya petinggi MK yang diundang, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, mengatakan hal itu memang disengaja, karena yang dibahas terkait MK.
"Kali ini kita akan konsultasi lebih bijak soal MK dengan pimpinan negara lainnya. Itulah kenapa MK tidak hadir, tidak diundang," tegas Julian.
Menurut Julian, pertemuan nanti dinilai penting sebagai sarana konsultasi antarpimpinan lembaga negara untuk menjaga kestabilan dan kepercayaan terhadap lembaga negara.
Rencana pertemuan itu pun mengundang pro dan kontra. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengungkapkan kekhawatirannya pertemuan itu bisa mengancam indepedensi proses hukum yang sedang dilakukan KPK.
"Rencana Presiden mengumpulkan pimpinan lembaga-lembaga negara harus dicermati jangan sampai ambil sebuah keputusan besama atau keputusan atas nama lembaga tinggi negara. Hal tersebut bisa membuat lembaga-lembaga itu terancam tidak independen lagi," kata Tjahjo Kumolo.
Namun, Ketua KPK Abraham Samad mengaku tak khawatir pertemuan itu akan mengintervensi proses hukum Akil di KPK.
"Oh tidak (ganggu penyidikan), karena presiden kan sudah mengeluarkan statement akan mendukung sepenuhnya upaya-upaya KPK untuk menuntaskan kasus suap yang terjadi di MK," ujar Abraham Samad.
Menurut Abraham, Presiden SBY yang sudah memberikan apresiasi terhadap penangkapan tersebut dinilai KPK sudah cukup sebagai jaminan tidak ada intervensi.
Pecat
Presiden SBY pun meneken surat pemberhentian Akil dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Presiden SBY telah tandatangani Keppres pemberhentian sementara Akil Mochtar sbg Ketua MK," tulis Staf Khusus Presiden di akun twitter @SBYudhoyono, Sabtu (5/10/2013).
Surat pemberhentian sementara Akil telah dilayangkan MK kepada Presiden SBY, Jumat 4 Oktober 2013 kemarin.
Namun, Presiden SBY menyatakan tak bisa memenuhi permintaan rakyat Indonesia yang meminta pembubaran MK dan hukum mati Akil Mochtar.
"Saya diminta untuk mengeluarkan dektrit dan dengan dekrit itu membubarkan atau membekukan MK. Tentu presiden tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan dekrit untuk membubarkan dan membekukan lembaga yang keberadaannya diatur Undang-Undang," papar SBY.
Selain itu, sambung SBY, banyak juga yang menyampaikan kepadanya agar presiden menetapkan hukuman mati kepada koruptor. SBY pun menjawab bahwa presiden tidak bisa menetapkan seseorang itu dihukum mati atau hukuman apapun.
"Yang memutuskan adalah majelis hakim. Saya tahu rakyat ingin tindakan yang tepat dan tegas. Tapi tindakan ini tidak boleh melanggar konstitusi, melanggar UUD 1945," kata SBY.
Ia pun mengaku geram dengan tingkah laku koruptor dan menyebut kasus Akil sebagai tragedi politik. "Peristiwa ini boleh dikatakan sebagai tragedi politik, tragedi hukum dan keadilan," ucap SBY.
Konsolidasi
Pertemuan Presiden SBY dengan para pimpinan lembaga tinggi negara di Kantor Presiden, menghasilkan 5 butir kesepakatan.
"Setelah kami bertukar pikiran, ada 5 butir yang akan saya sampaikan," ujar Presiden SBY.
Pertama, dalam persidangan di MK diharapkan dijalankan dengan penuh hati-hati, jangan ada penyimpangan baru. Karena itu, MK diminta menunda semua proses persidangan.
"Ingat kepercayaan rakyat sangat rendah kepada MK saat ini. Apakah kemelut yang ada saat ini dengan kepercayaan rakyat yang rendah saat ini, konsolidasi MK sekarang ini, MK akan menunda persidangan jangka pendek, saya serahkan ke MK," papar SBY.
Kedua, penegakan hukum yang dilaksanakan KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif. "Ini untuk meyakinkan semua pihak bahwa jajaran MK lainnya bersih dari korupsi dan penyimpangan lain, agar kepercayaan kepada MK segera pulih kembali," lanjut SBY.
Ketiga, Presiden SBY berencana menyiapkan Perppu untuk diajukan ke DPR, yang antara lain akan mengatur persyaratan aturan mekanisme seleksi pemilihan Hakim MK.
"Ini penting sesuai semangat UUD 45 maka materi Perppu ini perlu mendapatkan masukan dari 3 pihak, Presiden, DPR dan MA. Saya berharap apabila Perppu ini dilakukan, maka tidak mudah di judicial review di MK sendiri dan kemudian digugurkan, dibatalkan. Kalau itu terjadi maka tidak akan ada koreksi dan perbaikan."
Keempat, dalam Perppu itu perlu juga diatur pengawasan terhadap proses peradilan di MK.
Kelima, MK perlu diaudit eksternal.
"Dalam masa konsolidasi yang sedang dilakukan MK saat ini, MK melakukan audit internalnya. Kami berpendapat dipandang perlu dilakukan audit eksternal oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk itu," tukas Presiden SBY.
Keraguan
Rekomendasi pemberhentian Akil dari Ketua MK, menjadi antiklimaks bagi Majelis Kehormatan Konstitusi yang dibentuk MK untuk menyelidiki kasus itu. Lantaran, sanksi pemecatan bagi MK memakan waktu cukup lama untuk penyelidikan yakni maksimal 90 hari. Meski demikian, MKK menyatakan optimis bisa memecat Akil sebagai rekomendasi akhir MK.
"Kalau hakim melakukan perbuatan tercela, melanggar kode etik, itu bisa dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat. Pertanyaannya apakah Pak Akil Mochtar melakukan tindakan itu, itu yang sedang didalami oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Sekretaris Majelis Kehormatan Hikmahanto Juwana.
KPK menetapkan Akil sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap sengketa 2 Pilkada di MK. Akil ditangkap di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada pukul 22.00 WIB Rabu 3 Oktober malam.
Selain Akil, KPK juga menangkap anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Chairun Nisa, pengusaha CNA, DH pihak swasta, dan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. KPK juga menangkap sejumlah orang terkait suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, salah satunya adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaery Wardana. (Adi)
Keputusan itu diambil setelah SBY menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara tanpa melibatkan MK yang telah membuat Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK).
Penangkapan Ketua MK Akil Mochtar membuat Presiden SBY terkejut. Lantaran, reputasi, kredibilitas dan wibawa MK yang selama ini dibangun 2 pendahulunya Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, runtuh seketika Rabu 2 Oktober lalu. Indonesia yang sedang menggelar hajat besar Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik (KTT APEC) di Bali, seketika dipermalukan dengan ulah Akil.
Presiden SBY pun memutuskan untuk menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara sebelum bertolak ke Bali. Pertemuan itu dihadiri Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Utomo, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, dan Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki.
"Saya ingin mengajak para pimpinan lembaga negara tersebut untuk memikirkan masa depan MK yang bisa menjaga tegaknya kebenaran dan keadilan. Kita ingin MK menjadi benteng konstitusi dan meluruskan kehidupan bernegara yang dinilai menyimpang," kata SBY.
Pertemuan yang digelar tanpa melibatkan unsur dari Mahkamah Konstitusi itu juga akan meninjau mekanisme Pemilihan Ketua MK.
"Perlu pula kita pikirkan bagaimana persyaratan dan mekanisme pemilihan hakim konstitusi. Kalau perlu kita atur dalam undang-undang," imbuh SBY.
Tentang tidak adanya petinggi MK yang diundang, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, mengatakan hal itu memang disengaja, karena yang dibahas terkait MK.
"Kali ini kita akan konsultasi lebih bijak soal MK dengan pimpinan negara lainnya. Itulah kenapa MK tidak hadir, tidak diundang," tegas Julian.
Menurut Julian, pertemuan nanti dinilai penting sebagai sarana konsultasi antarpimpinan lembaga negara untuk menjaga kestabilan dan kepercayaan terhadap lembaga negara.
Rencana pertemuan itu pun mengundang pro dan kontra. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mengungkapkan kekhawatirannya pertemuan itu bisa mengancam indepedensi proses hukum yang sedang dilakukan KPK.
"Rencana Presiden mengumpulkan pimpinan lembaga-lembaga negara harus dicermati jangan sampai ambil sebuah keputusan besama atau keputusan atas nama lembaga tinggi negara. Hal tersebut bisa membuat lembaga-lembaga itu terancam tidak independen lagi," kata Tjahjo Kumolo.
Namun, Ketua KPK Abraham Samad mengaku tak khawatir pertemuan itu akan mengintervensi proses hukum Akil di KPK.
"Oh tidak (ganggu penyidikan), karena presiden kan sudah mengeluarkan statement akan mendukung sepenuhnya upaya-upaya KPK untuk menuntaskan kasus suap yang terjadi di MK," ujar Abraham Samad.
Menurut Abraham, Presiden SBY yang sudah memberikan apresiasi terhadap penangkapan tersebut dinilai KPK sudah cukup sebagai jaminan tidak ada intervensi.
Pecat
Presiden SBY pun meneken surat pemberhentian Akil dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Presiden SBY telah tandatangani Keppres pemberhentian sementara Akil Mochtar sbg Ketua MK," tulis Staf Khusus Presiden di akun twitter @SBYudhoyono, Sabtu (5/10/2013).
Surat pemberhentian sementara Akil telah dilayangkan MK kepada Presiden SBY, Jumat 4 Oktober 2013 kemarin.
Namun, Presiden SBY menyatakan tak bisa memenuhi permintaan rakyat Indonesia yang meminta pembubaran MK dan hukum mati Akil Mochtar.
"Saya diminta untuk mengeluarkan dektrit dan dengan dekrit itu membubarkan atau membekukan MK. Tentu presiden tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengeluarkan dekrit untuk membubarkan dan membekukan lembaga yang keberadaannya diatur Undang-Undang," papar SBY.
Selain itu, sambung SBY, banyak juga yang menyampaikan kepadanya agar presiden menetapkan hukuman mati kepada koruptor. SBY pun menjawab bahwa presiden tidak bisa menetapkan seseorang itu dihukum mati atau hukuman apapun.
"Yang memutuskan adalah majelis hakim. Saya tahu rakyat ingin tindakan yang tepat dan tegas. Tapi tindakan ini tidak boleh melanggar konstitusi, melanggar UUD 1945," kata SBY.
Ia pun mengaku geram dengan tingkah laku koruptor dan menyebut kasus Akil sebagai tragedi politik. "Peristiwa ini boleh dikatakan sebagai tragedi politik, tragedi hukum dan keadilan," ucap SBY.
Konsolidasi
Pertemuan Presiden SBY dengan para pimpinan lembaga tinggi negara di Kantor Presiden, menghasilkan 5 butir kesepakatan.
"Setelah kami bertukar pikiran, ada 5 butir yang akan saya sampaikan," ujar Presiden SBY.
Pertama, dalam persidangan di MK diharapkan dijalankan dengan penuh hati-hati, jangan ada penyimpangan baru. Karena itu, MK diminta menunda semua proses persidangan.
"Ingat kepercayaan rakyat sangat rendah kepada MK saat ini. Apakah kemelut yang ada saat ini dengan kepercayaan rakyat yang rendah saat ini, konsolidasi MK sekarang ini, MK akan menunda persidangan jangka pendek, saya serahkan ke MK," papar SBY.
Kedua, penegakan hukum yang dilaksanakan KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif. "Ini untuk meyakinkan semua pihak bahwa jajaran MK lainnya bersih dari korupsi dan penyimpangan lain, agar kepercayaan kepada MK segera pulih kembali," lanjut SBY.
Ketiga, Presiden SBY berencana menyiapkan Perppu untuk diajukan ke DPR, yang antara lain akan mengatur persyaratan aturan mekanisme seleksi pemilihan Hakim MK.
"Ini penting sesuai semangat UUD 45 maka materi Perppu ini perlu mendapatkan masukan dari 3 pihak, Presiden, DPR dan MA. Saya berharap apabila Perppu ini dilakukan, maka tidak mudah di judicial review di MK sendiri dan kemudian digugurkan, dibatalkan. Kalau itu terjadi maka tidak akan ada koreksi dan perbaikan."
Keempat, dalam Perppu itu perlu juga diatur pengawasan terhadap proses peradilan di MK.
Kelima, MK perlu diaudit eksternal.
"Dalam masa konsolidasi yang sedang dilakukan MK saat ini, MK melakukan audit internalnya. Kami berpendapat dipandang perlu dilakukan audit eksternal oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk itu," tukas Presiden SBY.
Keraguan
Rekomendasi pemberhentian Akil dari Ketua MK, menjadi antiklimaks bagi Majelis Kehormatan Konstitusi yang dibentuk MK untuk menyelidiki kasus itu. Lantaran, sanksi pemecatan bagi MK memakan waktu cukup lama untuk penyelidikan yakni maksimal 90 hari. Meski demikian, MKK menyatakan optimis bisa memecat Akil sebagai rekomendasi akhir MK.
"Kalau hakim melakukan perbuatan tercela, melanggar kode etik, itu bisa dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat. Pertanyaannya apakah Pak Akil Mochtar melakukan tindakan itu, itu yang sedang didalami oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Sekretaris Majelis Kehormatan Hikmahanto Juwana.
KPK menetapkan Akil sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap sengketa 2 Pilkada di MK. Akil ditangkap di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada pukul 22.00 WIB Rabu 3 Oktober malam.
Selain Akil, KPK juga menangkap anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Chairun Nisa, pengusaha CNA, DH pihak swasta, dan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. KPK juga menangkap sejumlah orang terkait suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, salah satunya adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaery Wardana. (Adi)