KTT APEC Dinilai Cuma Perparah Ekonomi RI

IGJ menilai KTT APEC yang telah berlangsung sejak 1-8 Oktober 2013 di Bali berpotensi memperparah perekonomian Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Okt 2013, 11:20 WIB
Indonesia for Global Justice (IGJ). sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM), menilai KTT APEC yang berlangsung sejak 1-8 Oktober 2013 di Bali berpotensi memperparah perekonomian Indonesia melalui berbagai kesepakatan perdagangan bebas regional. Hal ini menyusul payung keputusan dari Bogor Goals.

Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik mengungkapkan, kesepakatan yang telah dicapai dalam dua pertemuan para Menteri APEC, antara lain, APEC Finance Ministers dan APEC Ministerial Meeting.

Keduanya akan diadopsi dan diimplementasikan ke dalam Perjanjian Perdagangan Bebas yang saat ini dalam proses negosiasi baik di dalam Trans Pacific Partnership (TPP) atas inisiasi AS maupun ASEAN Regional Economic Comprehensive Partnership (RCEP) oleh Cina.

Berdasarkan pengamatan IGJ sejak putaran diskusi APEC Senior Official Meeting (SOM) I di Jakarta pada Januari ini dan SOM II di Medan hingga saat ini, terbukti membahas poin utama konektivitas dan liberalisasi perdagangan dalam Bogor Goals serta KTT APEC.

“KTT APEC telah digunakan oleh negara-negara industri, khususnya AS dan Cina untuk semakin memperkuat pengaruhnya dalam kerja sama ekonomi kawasan baik di TPP maupun di ASEAN RCEP," tambah dia dalam keterangan resminya, Rabu (9/10/2013).

Kawasan Asia Pasifik, tambah Riza merupakan potensi pasar yang besar karena populasinya mencapai 40% dari populasi dunia dan menguasai sebesar 55% GDP di dunia.

Juga 44% aktivitas perdagangan dunia berasal dari negara-negara APEC. Oleh karena itu, Bogor Goals akan menjadi bermakna bagi pengaruh ekonomi AS dan Cina.

“Bogor Goals hendak mengawinkan TPP dengan ASEAN RCEP, yang tidak semua negara di kawasan Asia Pasifik tergabung ke dalamnya melalui agenda FTAAP (Free Trade Area of the Asia Pacific). Inilah agenda terbesar di balik seluruh agenda pembahasan KTT APEC di Bali tahun ini”, tegas dia.

Riza menilai, agenda tersebut tidak akan memberikan keuntungan bagi perdagangan Indonesia. Hal ini terbukti dengan neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara APEC cenderung defisit di sepanjang tahun 2012 hingga Januari-Juli 2013 karena di dominasi dengan defisit di sektor non migas.

Dalam situasi ekonomi nasional hari ini perlambatan ekonomi Indonesia semakin terasa. Pada akhirnya, sambung dia, Presiden SBY harus mempertanggungjawabkan seluruh skema liberalisasi yang telah memperparah kondisi kehidupan rakyat Indonesia.

"Sedangkan Pada saat yang sama, masyarakat sipil harus mulai membangun sistem ekonomi alternatif, yang semangatnya solidaritas dan saling-melengkapi, bukan kompetisi,” ucap Riza. (Fik/Sis/Nur)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya