DPR: Putusan DKPP Berlebihan

Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain menilai putusan DKPP berlebihan. Padahal tugas DKPP hanyalah etik, tak lebih dari itu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 16 Okt 2013, 18:37 WIB
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain menilai putusan-putusan yang dikeluarkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkadang berlebihan. Khususnya terkait Pilkada Kota Tangerang 2013.

"Kalau saya lihat, putusan DKPP itu berlebihan," kata Malik dalam diskusi `Konflik Hukum. Putusan DKPP vs MK` di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2013).

Malik menjelaskan, dibentuknya DKPP salah satunya lantaran banyaknya pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu. Mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat Kabupaten sampai dengan Provinsi.

Padahal, kata Malik, independensi harus dijunjung tinggi oleh penyelenggara pemilu. "DKPP sebetulnya dibentuk karena memang banyak pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu, agar penyelenggara pemilu itu, baik KPU dan Bawaslu lebih hati-hati. Patokannya adalah independensi dan netralitas," jelas Malik.

Namun demikian, lanjut Malik, tugas DKPP hanyalah etik. Tidak lebih dari itu, apalagi sampai masuk ke substansi pilkada. "Tugasnya hanya etik, maka sebetulnya DKPP tidak perlu masuk wilayah konten," ujar Malik.

Sebelumnya, DKPP meloloskan 2 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang untuk ikut Pemilukada. Sehingga jumlah peserta menjadi 5 pasang. Belakangan, MK menganulir keputusan DKPP itu dan memerintahkan KPU Tangerang melakukan verifikasi ulang 2 pasangan calon yang diloloskan DKPP.

Pemilukada Kota Tangerang digelar 31 Agustus 2013 dan diikuti 5 pasangan calon. Hasil rapat pleno KPU Provinsi Banten Jumat 6 September lalu memutuskan, pasangan Arief Wismansyah-Sachrudin sebagai pemenang Pilkada Kota Tangerang dengan meraih 340.810 suara, mengungguli 4 pasangan kandidat lainnya.

Hasil ini kemudian digugat pasangan peserta lainnya ke MK. Dalam putusan MK itu, KPU harus melakukan verifikasi ulang dan melaporkan maksimal 21 hari setelah putusan MK. (Rmn/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya