Aksesoris kecantikan wanita memang selalu menjadi incaran para kaum hawa. Salah satu aksesoris penunjang kecantikan ini adalah bulu mata produksi PT Braling Wisnu Satriya, Purbalingga, Jawa Tengah yang berhasil menembus pasar mancanegara, bahkan telah dipakai oleh beberapa selebritis dunia.
Industri bulu mata yang berdiri sejak 2009 ini memang sejak awal telah ditujukan untuk pasaran ekspor. "Kami memang tujukan untuk pasar luar negeri, 90%-nya untuk ekspor, 10%-nya di dalam negeri. Itu pun yang untuk dalam negeri adalah sisa ekspor," ujar Vice Director PT. Braling Wisnu Satriya Dennis Aditya Salim saat berbincang dengan Liputan6.com di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Jumat (18/10/2013).
Sampai saat ini, bulu mata produksi PT Braling Wisnu Satriya ini telah diekspor ke Korea Selatan, Jepang, Australia, Inggris, Amerika, dan Nigeria. Dennis mengatakan, beberapa selebritis dunia yang memakai bulu mata produksinya ini seperti Katy Perri, Adele, Scherzinger dan lainnya.
Ada dua jenis bulu mata yang diproduksi oleh indutri ini, yaitu berbahan rambut asli dengan harga Rp 4-5 ribu per pasang dan berbahan sintetik Rp 3-4 ribu per pasang. "Tiap negara berbeda-beda permintaannya, kalau Amerika dan Eropa biasanya lebih suka yang human hair, tetapi kalau Nigeria lebih ke sintetik karena mereka sudah yang tebal," lanjutnya.
Dengan jumlah karyawan yang telah mencapai 200 orang, dalam sebulan, industri ini mampu memproduksi sekitar 200 ribu hingga 500 ribu pasang bulu mata. Dalam sekali pengiriman ekspor mencapai 2.000-5.000 pasang dengan omzet mencapai Rp 15 miliar- Rp 20 miliar per tahun.
"Untuk buyer baru biasanya baru meminta 2.000 pasang. Kalau yang sudah lama sekali pesan bisa 5.000 pasang, karena mereka sudah tahu kualitas kita," jelasnya.
Dennis mengakui, untuk dapat menembus pasar ekspor memang tidak mudah, faktor kualitas menjadi penentu apakah suatu produk dapat diterima atau tidak. Dalam memasarkan produknya ini, dia sendiri mengaku belum mendapat kendala yang besar baik dalam proses ekspor mau pun pada pasokan bahan baku.
"Bahan baku beberapa masih kita impor, atau beli dari perushaan lain. Kalau human hair-nya dikita kerjasama dengan pengepul. Sejauh ini tidak ada kendala," katanya.
Sementara untuk pasar dalam negeri, permintaan banyak datang dari kota-kota besar seperti Surabaya Bandung dan Jakarta, namun hanya dalam jumlah yang kecil. Menurut Dennis konsumen dalam negeri kurang meminati bulu mata produksinya ini karena terbentur pada masalah harga yang lebih mahal dibanding bulu mata yang dijual di pasaran.
Selain di Jakarta, produk bulu mata ini pernah dipamerkan di Sydney, Australia dan rencananya pada bulan depan akan mengikuti pameran di Hong Kong. Kedepannya, Dennis berharap bulu mata ini dapat diekspor ke lebih banyak negara.
"Kalau untuk saat ini yang paling realistis kita tengah melakukan penjajakan dengan Prancis. Kita juga belum berencana menambah pabrik, masih hanya akan fokus yang di Purbalingga saja," tandasnya. (Dny/Ndw)
Industri bulu mata yang berdiri sejak 2009 ini memang sejak awal telah ditujukan untuk pasaran ekspor. "Kami memang tujukan untuk pasar luar negeri, 90%-nya untuk ekspor, 10%-nya di dalam negeri. Itu pun yang untuk dalam negeri adalah sisa ekspor," ujar Vice Director PT. Braling Wisnu Satriya Dennis Aditya Salim saat berbincang dengan Liputan6.com di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, seperti ditulis Jumat (18/10/2013).
Sampai saat ini, bulu mata produksi PT Braling Wisnu Satriya ini telah diekspor ke Korea Selatan, Jepang, Australia, Inggris, Amerika, dan Nigeria. Dennis mengatakan, beberapa selebritis dunia yang memakai bulu mata produksinya ini seperti Katy Perri, Adele, Scherzinger dan lainnya.
Ada dua jenis bulu mata yang diproduksi oleh indutri ini, yaitu berbahan rambut asli dengan harga Rp 4-5 ribu per pasang dan berbahan sintetik Rp 3-4 ribu per pasang. "Tiap negara berbeda-beda permintaannya, kalau Amerika dan Eropa biasanya lebih suka yang human hair, tetapi kalau Nigeria lebih ke sintetik karena mereka sudah yang tebal," lanjutnya.
Dengan jumlah karyawan yang telah mencapai 200 orang, dalam sebulan, industri ini mampu memproduksi sekitar 200 ribu hingga 500 ribu pasang bulu mata. Dalam sekali pengiriman ekspor mencapai 2.000-5.000 pasang dengan omzet mencapai Rp 15 miliar- Rp 20 miliar per tahun.
"Untuk buyer baru biasanya baru meminta 2.000 pasang. Kalau yang sudah lama sekali pesan bisa 5.000 pasang, karena mereka sudah tahu kualitas kita," jelasnya.
Dennis mengakui, untuk dapat menembus pasar ekspor memang tidak mudah, faktor kualitas menjadi penentu apakah suatu produk dapat diterima atau tidak. Dalam memasarkan produknya ini, dia sendiri mengaku belum mendapat kendala yang besar baik dalam proses ekspor mau pun pada pasokan bahan baku.
"Bahan baku beberapa masih kita impor, atau beli dari perushaan lain. Kalau human hair-nya dikita kerjasama dengan pengepul. Sejauh ini tidak ada kendala," katanya.
Sementara untuk pasar dalam negeri, permintaan banyak datang dari kota-kota besar seperti Surabaya Bandung dan Jakarta, namun hanya dalam jumlah yang kecil. Menurut Dennis konsumen dalam negeri kurang meminati bulu mata produksinya ini karena terbentur pada masalah harga yang lebih mahal dibanding bulu mata yang dijual di pasaran.
Selain di Jakarta, produk bulu mata ini pernah dipamerkan di Sydney, Australia dan rencananya pada bulan depan akan mengikuti pameran di Hong Kong. Kedepannya, Dennis berharap bulu mata ini dapat diekspor ke lebih banyak negara.
"Kalau untuk saat ini yang paling realistis kita tengah melakukan penjajakan dengan Prancis. Kita juga belum berencana menambah pabrik, masih hanya akan fokus yang di Purbalingga saja," tandasnya. (Dny/Ndw)