Para hakim di Mahkamah Konstitusi menggelar rapat untuk membahas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang MK. Namun, MK menolak untuk mengomentari substansi yang terkandung dalam Perppu tersebut.
"Kami baru saja mengadakan rapat permusyawaratan hakim, membaca dan meneliti Perppu yang dikeluarkan Presiden tadi malam. Seperti pada sikap awal, bahwa MK tidak ingin mengomentari atau memberikan pendapat terhadap substansi dari Perppu yang dikeluarkan Presiden," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva di Gedung MK, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Hamdan berujar, pihaknya tak mau langsung menyikapi Perppu tersebut karena 3 hal. Pertama karena Perppu adalah kewenangan Presiden yang tertuang dalam Pasal 22 UUD 1945, yang nanti dilanjutkan dengan meminta persetujuan DPR.
Kedua, sebagai hakim yang akan mengadili perkara konstitusi dan perundang-undangan, MK ingin berikan pendapat lebih dulu tentang materi Perppu yang sama dengna materi perundang-undangan. "Karena mungkin saatnya nanti potensial diuji materi, karena kita tidak bisa menghalangi warga negara yang dirugikan haknya untuk mengajukan uji materi Perppu," papar Hamdan.
Hamdan melanjutkan, dalam Perppu diatur mengenai pembentukan Majelis Kehormatan Hakim MK yang disusun secara bersama oleh MK dan KY. Oleh karena itu, hal-hal yang terkait implikasi dari keluarnya Perppu ini, MK ingin mendapat ketegasan dari Presiden agar implementasi dari Perppu berjalan dengan baik dan sesuai dengan kehendak konstitusi.
"Tadi saya baru saja hubungi Menkopolhukam untuk bisa berkomunikasi dengan Presiden. Agar MK bisa bertemu dengan Presiden dan membicarakan konsekuensi Perppu ini untuk tegakkan wibawa dan citra MK," ucap Hamdan.
Untuk alasan yang ketiga, Hamdan menuturkan, MK akan tetap melanjutkan untuk membahas dan merumuskan Dewan Etik MK, yang sebelumnya sudah disampaikan kepada publik.
"Dewan Etik yang kami sudah sampaikan kepada publik sejak beberapa hari lalu untuk dimatangkan, dan insya Allah nggak lama akan kami keluarkan dalam bentuk peraturan MK," jelas Hamdan.
Isi dari Perppu ini memang kembali mengatur ulang soal calon hakim konstitusi. Seperti dalam Pasal 15 ayat 2 huruf i ditambahkan menjadi 'tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 7 tahun'. (Ado/Sss)
"Kami baru saja mengadakan rapat permusyawaratan hakim, membaca dan meneliti Perppu yang dikeluarkan Presiden tadi malam. Seperti pada sikap awal, bahwa MK tidak ingin mengomentari atau memberikan pendapat terhadap substansi dari Perppu yang dikeluarkan Presiden," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva di Gedung MK, Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Hamdan berujar, pihaknya tak mau langsung menyikapi Perppu tersebut karena 3 hal. Pertama karena Perppu adalah kewenangan Presiden yang tertuang dalam Pasal 22 UUD 1945, yang nanti dilanjutkan dengan meminta persetujuan DPR.
Kedua, sebagai hakim yang akan mengadili perkara konstitusi dan perundang-undangan, MK ingin berikan pendapat lebih dulu tentang materi Perppu yang sama dengna materi perundang-undangan. "Karena mungkin saatnya nanti potensial diuji materi, karena kita tidak bisa menghalangi warga negara yang dirugikan haknya untuk mengajukan uji materi Perppu," papar Hamdan.
Hamdan melanjutkan, dalam Perppu diatur mengenai pembentukan Majelis Kehormatan Hakim MK yang disusun secara bersama oleh MK dan KY. Oleh karena itu, hal-hal yang terkait implikasi dari keluarnya Perppu ini, MK ingin mendapat ketegasan dari Presiden agar implementasi dari Perppu berjalan dengan baik dan sesuai dengan kehendak konstitusi.
"Tadi saya baru saja hubungi Menkopolhukam untuk bisa berkomunikasi dengan Presiden. Agar MK bisa bertemu dengan Presiden dan membicarakan konsekuensi Perppu ini untuk tegakkan wibawa dan citra MK," ucap Hamdan.
Untuk alasan yang ketiga, Hamdan menuturkan, MK akan tetap melanjutkan untuk membahas dan merumuskan Dewan Etik MK, yang sebelumnya sudah disampaikan kepada publik.
"Dewan Etik yang kami sudah sampaikan kepada publik sejak beberapa hari lalu untuk dimatangkan, dan insya Allah nggak lama akan kami keluarkan dalam bentuk peraturan MK," jelas Hamdan.
Isi dari Perppu ini memang kembali mengatur ulang soal calon hakim konstitusi. Seperti dalam Pasal 15 ayat 2 huruf i ditambahkan menjadi 'tidak menjadi anggota partai politik dalam kurun waktu 7 tahun'. (Ado/Sss)