IJTI: Pemberitaan Terkadang Mementingkan Eksklusivitas Semata

Anggota IJTI, Leanika Tanjung, menilai banyak pemberitaan sekarang yang tidak merujuk pada KEJ dan lebih mementingkan eksklusivitas.

oleh Widji Ananta diperbarui 18 Okt 2013, 21:02 WIB
Dewasa ini pemberitaan media massa cenderung tidak merujuk kepada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Hal ini terjadi kerena setiap media berlomba untuk mendapat eksklusivitas semata dan meniadakan rambu-rambu dalam pemberitaan.

"Pemberitaan media itu terkadang hanya mementingkan eksklusif saja. Bahkan terkadang melupakan apa landasan pemberitaan tersebut, yakni Kode Etik Jurnalistik," ujar anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Leanika Tanjung, dalam acara `Sosialisasi dan Diskusi Jurnalis dalam Pemberitaan yang Berperspektif Perlindungan Saksi dan Korban` di Ancol, Jakarta Utara, Jumat (18/10/2013).

Menurutnya, dengan mementingkan eksklusivitas semata, banyak pemberitaan keluar dari jalur yang semestinya. Biasanya, kata Lea, dengan ingin menjadi yang pertama, cover both side dari sebuah berita tidak terpenuhi.

"Eksklusif itu hanya memotong cover both side pemberitaan. Hal itu karena semua media kini merujuk kepada yang pertama menyajikan dan tidak memikirkan pelanggaran yang telah ada dalam kode etik jurnalistik," kata dia.

Ia meminta seluruh pemberitaan hendaknya berimbang antara disclaimer dengan bantahan kepada pihak yang disudutkan. Menurut Lea, pemberitaan jangan terpaku kepada kecepatan dan eksklusivitas.

"Intinya pemberitaan harus berimbang. Kemudian perlu diingat jangan hanya mementingkan kecepatan dan eksklusivitas, karena akan berisiko melanggar KEJ," tegasnya.

Sebelumnya, Dewan Pers memaparkan jumlah pengaduan pelanggaran KEJ dalam sebuah pemberitaan meningkat selama 2012. Pengaduan pelanggaran kode etik terbesar berasal media cetak. 3 poin pelanggaran yang kerap terjadi adalah pemberitaan tidak berimbang, tidak ada konfirmasi dari pihak terkait, dan banyaknya opini yang menghakimi. (Rmn/Ado)


Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya