Hanura Pertanyakan Urgensi Hakim Konstitusi Dilarang Berpolitik

"Kalau kita lihat Patrialis Akbar, Hamdan Zoelva kan dari parpol, meski diusulkan presiden."

oleh Silvanus Alvin diperbarui 19 Okt 2013, 11:00 WIB

Anggota Komisi III DPR Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding mempertanyakan urgensi Perppu MK Pasal 15 ayat 2 huruf I, yang menyatakan calon hakim konstitusi tidak boleh aktif dalam partai politik dalam kurun waktu 7 tahun. Padahal, tidak jarang, hakim konstitusi yang berasal dari partai politik memiliki kualitas baik.

"Saya belum lihat dasar pikiran harus non-aktif selama 7 tahun. Kalau kita lihat Patrialis Akbar, Hamdan Zoelva kan dari parpol, meski diusulkan presiden," kata Suding dalam diskusi Warung Daun, di Jakarta, Sabtu (18/10/2013).

Suding meminta agar publik jangan melihat karena Ketua MK non-aktif Akil Mochtar berasal dari partai politik serta diusulkan DPR dan ditangkap KPK karena kasus sengketa Pilkada. Karena bukan berarti yang diusulkan DPR dan orang dari partai politik jelek semua.

"Hamdan dan Patrialis bagus. Kan ada panel akhir melakukan seleksi," imbuhnya.

Selain itu, Sudding mengkritisi juga posisi Komisi Yudisial dalam proses rekrutmen Hakim Konstitusi. "Saya pertanyakan, KY itu di mana? Kenapa ikut? Sementara di putusan MK pada 2006 pernah dibatalkan keterlibatan KY terhadap MK sendiri," tandas Suding.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 (Perppu) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perpu MK) pada Kamis 17 Oktober lalu. (Riz/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya