Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding menuding, Perppu MK yang sudah ditandatangani merupakan bentuk antidemokrasi yang ditunjukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya, Perppu dibuat oleh SBY tanpa melihat pandangan lain.
"Sejatinya Perppu ini subjektivitas presiden. Anti demokratis, pandangan presiden tanpa melihat pandangan lain," ungkap Sudding di Jakarta, Sabtu (18/10/2013).
Selain itu, Sudding juga menuding Perppu MK melanggar UUD 1945 karena melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam pengawasan Hakim Konstitusi. Padahal, lanjutnya, sudah 2 kali keterlibatan KY ditolak MK.
"Karena menurut saya ada beberapa hal yang diatur dalam Perppu berpotensi bertentangan dengan UUD. Kalau saya lihat dari pertimbangan sampai pasal yang atur tentang calon hakim konstitusi dan rekrutmen serta pengawasan, saya kira ini melanggar UUD 1945," ujarnya.
Sudding menjelaskan, putusan MK itu bersifat final dan mengikat, ketika tafsir putusan MK tentang KY dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, kemudian dituangkan kembali dalam Perppu, maka itu juga bertentangan dengan UUD 1945.
Setelah ditandatangani SBY, Perppu saat ini tengah digodok DPR. November nanti, menurut Sudding, DPR baru akan memutuskan Perppu tersebut, menolak atau menyetujuinya. Namun, Ketua Fraksi Hanura ini melihat animo anggota DPR menolak Perppu.
"Kalau DPR berpikiran obyektif, dan melihat substansi yang diatur di dalamnya, tanpa ada kepentingan, ini besar dilakukan penolakan," tandas Sudding. (Ali)
"Sejatinya Perppu ini subjektivitas presiden. Anti demokratis, pandangan presiden tanpa melihat pandangan lain," ungkap Sudding di Jakarta, Sabtu (18/10/2013).
Selain itu, Sudding juga menuding Perppu MK melanggar UUD 1945 karena melibatkan Komisi Yudisial (KY) dalam pengawasan Hakim Konstitusi. Padahal, lanjutnya, sudah 2 kali keterlibatan KY ditolak MK.
"Karena menurut saya ada beberapa hal yang diatur dalam Perppu berpotensi bertentangan dengan UUD. Kalau saya lihat dari pertimbangan sampai pasal yang atur tentang calon hakim konstitusi dan rekrutmen serta pengawasan, saya kira ini melanggar UUD 1945," ujarnya.
Sudding menjelaskan, putusan MK itu bersifat final dan mengikat, ketika tafsir putusan MK tentang KY dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, kemudian dituangkan kembali dalam Perppu, maka itu juga bertentangan dengan UUD 1945.
Setelah ditandatangani SBY, Perppu saat ini tengah digodok DPR. November nanti, menurut Sudding, DPR baru akan memutuskan Perppu tersebut, menolak atau menyetujuinya. Namun, Ketua Fraksi Hanura ini melihat animo anggota DPR menolak Perppu.
"Kalau DPR berpikiran obyektif, dan melihat substansi yang diatur di dalamnya, tanpa ada kepentingan, ini besar dilakukan penolakan," tandas Sudding. (Ali)