Demokrat Tersandung BIN

Anas Urbaningrum tengah duduk di kursi pembicara yang disiapkan untuknya saat mendengar kabar Subur Budhisantoso, dijemput BIN.

oleh Nadya Isnaeni Panggabean diperbarui 21 Okt 2013, 00:35 WIB
Anas Urbaningrum tengah duduk di kursi pembicara yang disiapkan untuknya saat mendengar kabar Subur Budhisantoso, dijemput Badan Intelijen Negara (BIN). Dari lokasi diskusi 'Dinasti Versus Meritokrasi Politik' yang digelar di rumah Anas di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur itulah, kehebohan bermula.

Saat itu, Jumat 18 Oktober 2013 lalu, Anas yang kini sibuk dengan Ormas Pergerakan Perhimpunan Indonesia (PPI) mengundang Subur sebagai salah satu pembicara dalam diskusinya. Subur bukanlah orang yang baru dikenal Anas. Dia adalah senior yang sama-sama pernah menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Subur yang pertama.

Jumat siang, usai salat Jumat, akhirnya sang moderator diskusi, yakni mantan Wakil Direktur Eksekutif Partai Demokrat Muhammad Rahmad, mengumumkan batalnya Subur sebagai pembicara karena dijemput BIN. Isu penculikan Subur oleh BIN pun tersebar.

Nama Muhammad Rahmad langsung jadi buah bibir. Siapa sebenarnya Rahmad? Penelusuran Liputan6.com, Rahmad tengah mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sumatra Barat.

"Iya, dia calon DPD Sumbar," kata Anas Urbaningrum.

Dalam sebuah foto kampanye, Rahmad mengaku adalah penulis pidato SBY. Dari biodata yang tercantum di situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), tercatat Rahmad pernah bekerja sebagai staf senior Kedutaan Besar RI di Singapura pada 1997-2009. Setelah itu menjadi Wakil Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat (2010-2012).

Setelah Anas mundur dari jabatan Ketua Umum Demokrat karena tersangkut Hambalang, Rahmat pun mundur. Pada 8 April lalu, KPK memeriksa Rahmad sebagai saksi kasus Hambalang dengan Anas sebagai tersangka.


Demokrat terusik

"Narasumber (diskusi) Professor Subur, kami dikabarkan panitia, bahwa jam 09.00 WIB pagi tadi beliau dijemput oleh staf BIN," kata Rahmad dalam diskusi. Ucapan Rahmad itu terekam dalam video 'Pembicara Rumah Pergerakan Dijemput Staf BIN' berdurasi 3:32 menit yang diunggah ke situs YouTube.

Sejak detik itu, Rahmad seketika menjadi orang yang paling dicari. Berita besar itu mampu membuat partai sebesar Demokrat terusik. Sejumlah politisi, petinggi, hingga sang ketua umum SBY angkat bicara. Semuanya mendesak agar informasi itu segera diklarifikasi. Rahmad juga diminta bertanggung jawab dan meminta maaf.

"Saatnya Rahmad tampil depan publik minta maaf atas fitnah yang dilakukan. Tidak perlu bersembunyi," kecam Ketua DPP Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin, Minggu (20/10/2013).

"Minta maaf karena Anda yang memulai ini, menggegerkan weekend kita kemarin. Karena tidak mungkin BIN ada kaitan dengan Partai Demokrat," ucapnya lagi.

Tak cuma partai berlambang mercy itu, Rahmad juga membuat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Djoko Suyanto dan Kepala BIN Mayjen (Purn) Marciano Norman ikut-ikutan sibuk. Sang menteri bahkan meminta Rahmad menunjukkan batang hidungnya. Sedangkan Kepala BIN harus memenuhi panggilan Presiden SBY.

"Terkait tuduhan yang tidak benar terhadap BIN yang dilontarkan oleh moderator Saudara M Rachmad pada acara diskusi di ormas PPI, seharusnya yang bersangkutan bersikap ksatria untuk minta maaf dan mengakui kesalahannya, bukan malah bersembunyi," kata Djoko dalam pernyataan singkat yang diterima Liputan6.com.

Sementara Kepala BIN Mayjen (Purn) Marciano Norman membantah semua informasi yang dibeber Rahmad. Marciano bahkan mengancam akan mempolisikannya. Dia menuntut agar sang penyebar tudingan penculikan itu untuk bertanggung jawab dan meminta maaf kepada BIN dan Subur.

"Kita lakukan upaya hukum ke kepolisian, bahwa pernyataan itu merugikan nama kami. Langkah hukum akan diajukan kepada mereka yang sampaikan statement yang berkaitan dengan pemberitaan ini," ucap Marciano, Sabtu 19 Oktober 2013.

"Di media sosial banyak ditulis BIN lakukan penculikan. Saya menjamin, BIN melaksanakan tugas sesuai kewenangan yang telah ditentukan. BIN adalah milik rakyat," tutur Marciano.


Jemput SBY atau ke Pontianak?


Setelah membuat heboh soal penangkapan Subur Budhisantoso BIN selama beberapa hari belakangan, Rahmad akhirnya menunjukkan wajahnya. Di tempat yang sama saat pertama kali mengembuskan kabar penjemputan Subur--di kediaman Anas, Duren Sawit, Jaktim, Rahmad membuka kembali mulutnya.

Dia membantah menyebut Subur diculik BIN. Menurutnya Subur memang tidak dijemput staf BIN. Dia berangkat bersama rombongan ke kantor BIN pada pukul 10.00 WIB, sesuai dengan agenda acara di BIN.

"Saya tidak pernah katakan Pak Subur diculik, diamankan, diciduk, dan sejenisnya," ujar Rahmad dalam konferensi persnya, Minggu (20/10/2013).

Mengetahui Subur ada di kantor BIN, Rahmad segera mengirim Sri Mulyono--yang bertugas menjemput Subur-- menuju Kalibata. Sesampai di sana, Sri Mulyono langsung berkomunikasi dengan Subur via telepon genggam. Dalam percakapan itu, Subur memberi tahu, pertemuan dengan Kepala BIN seharusnya berlangsung pukul 10.00 WIB. Namun ditunda karena Kepala BIN harus menjemput Presiden SBY.

"Karena itulah Pak Subur diminta untuk menunggu sampai setelah shalat Jumat, jam 1 siang. Akhirnya disampaikan Pak Subur tidak bisa hadir dalam dialog di PPI," ujarnya.

Namun, ada kejanggalan. Pada 18 Oktober, SBY tengah melakukan kunjungan kerja di luar Jakarta dan baru kembali Sabtu 19 Oktober pukul 14.00 WIB dari Yogyakarta. "Hal inilah yang perlu dijelaskan terbuka sehingga masyarakat mendapat info yang benar dan sesungguhnya," ucap Rahmad.

Rahmad menegaskan, dirinya yang bertugas sebagai moderator diskusi hanya menyampaikan informasi keberadaan Subur dari panitia. Karena itu, dia menolak meminta maaf. Menurutnya, tak ada yang salah dari pernyataannya.

"Tidak ada kata-kata saya yang salah, yang terjadi malah saya dituding memfitnah," ucap Rahmad.

Namun anggota PPI yang bertugas menjemput Subur, Sri Mulyono, pun turut angkat bicara. Dia meminta maaf atas berkembangnya isu penculikan Subur oleh BIN itu. Namun ia mengaku, tidak pernah menyebut Subur diculik atau pun dijemput paksa.

"Atas informasi yang kurang tepat saya meminta maaf kepada Muhammad Rahmad, kepada Subur, dan pihak yang merasa dirugikan atas perkembangan pemberitaan ini termasuk BIN," tutur Mulyono.

Sementara Kepala BIN Marciano Norman mengatakan keterangan yang berbeda dari Muhammad Rahmad. Kepada Marciano, Subur Budhisantoso membantah dijemput petugas BIN. Subur mengaku, sejak hari Jumat, 18 Oktober lalu, dirinya berada di Pontianak untuk mengikuti kegiatan pembekalan kader Partai Demokrat.

"Saya baru saja bicara telepon dengan Profesor Budhi (Subur). Saat ini (Sabtu) yang bersangkutan sejak hari jumat lalu, jam 13.00 WIB berangkat ke Pontianak, dan sampai sekarang beliau masih di Pontianak untuk keperluan kepentingan Kader partainya, Partai Demokrat," ujar Marciano di markas besar BIN, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu 19 Oktober 2013.

Pernyataan Marciano itu pun diamini Wakil Ketua Majelis Tinggi PD, Marzuki Alie. Jauh-jauh dari Arab Saudi, Marzuki menyempatkan waktunya untuk mengonfirmasi kebenaran isu penculikan Subur oleh BIN itu.

Marzukie yang sedang di Arab Saudi pun segera mengontak Larno--ajudan Subur. Dengan sebuah pesan singkat, Larno kemudian memberitahu keberadaan Budi saat itu.

"Sedang di Pontianak dengan Pak Albert, anggota FPD Dapil Kalbar untuk persiapan kampanye," ujar Larno yang disampaikan Marzuki melalui pesan singkatnya, Sabtu, 19 Oktober 2013. (Ndy)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya