PT Pertamina (Persero) melaporkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi sampai kuartal III 2013 telah mendekati angka 900 ribu kiloliter (KL). Padahal sepanjang tahun ini, perusahaan menargetkan konsumsi BBM untuk masyarakat mampu tersebut bisa menembus 1,2 juta KL.
Senior Vice Presiden Retail Marketing PT Pertamina, Suhartoko mengatakan penyaluran BBM non subsidi selama ini menyasar dua jenis target yaitu bahan bakar industri, pelabuhan, PLN dan bahan bakar kendaraan.
"Non subsidi disalurkan melaui retail, pertamax plus, pertamax Solar Dex," kata Suhartoko, di kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Sementara itu, Vice President Fuel Marketing Pertamina, Mochamad Iskandar, menambahka konsumsi BBM non subsidi meningkat 9% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Peningkatan yang terjadi kali ini diakui berjalan secara alami. "9% Itu pertumbuhan alamiah," tegasnya.
Iskandar menegaskan, konsumsi BBM non subsidi sempat mengalami kenaikan setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Juni lalu. Disparitas harga yang terbilang dekat dengan harga BBM subsidi membuat masyarakat mulai mencoba mengonsumsi BBM non subsudi.
Sayangnya, tingkat konsumsi kembali menurun karena harga BBM non subsidi menembus angka Rp 10 ribu per liter. "Waktu awal kenaikkan BBM subsidi, harga pertamax dilevel Rp 9000 kita 30%, tapi saat Pertamax tembus Rp 10 ribu berbondong-bondong balik lagi. Kalau tetap Rp 9 ribu akan jauh melesat, tapi karena dolarnya tinggi," pungkasnya.(Pew/Shd)
Senior Vice Presiden Retail Marketing PT Pertamina, Suhartoko mengatakan penyaluran BBM non subsidi selama ini menyasar dua jenis target yaitu bahan bakar industri, pelabuhan, PLN dan bahan bakar kendaraan.
"Non subsidi disalurkan melaui retail, pertamax plus, pertamax Solar Dex," kata Suhartoko, di kantor Pusat Pertamina, di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Sementara itu, Vice President Fuel Marketing Pertamina, Mochamad Iskandar, menambahka konsumsi BBM non subsidi meningkat 9% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Peningkatan yang terjadi kali ini diakui berjalan secara alami. "9% Itu pertumbuhan alamiah," tegasnya.
Iskandar menegaskan, konsumsi BBM non subsidi sempat mengalami kenaikan setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Juni lalu. Disparitas harga yang terbilang dekat dengan harga BBM subsidi membuat masyarakat mulai mencoba mengonsumsi BBM non subsudi.
Sayangnya, tingkat konsumsi kembali menurun karena harga BBM non subsidi menembus angka Rp 10 ribu per liter. "Waktu awal kenaikkan BBM subsidi, harga pertamax dilevel Rp 9000 kita 30%, tapi saat Pertamax tembus Rp 10 ribu berbondong-bondong balik lagi. Kalau tetap Rp 9 ribu akan jauh melesat, tapi karena dolarnya tinggi," pungkasnya.(Pew/Shd)