Penandatanganan berakhirnya kerjasama antara Indonesia dengan konsorsium Jepang PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) selaku pemilik mayoritas PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) hampir dipastikan tidak akan terjadi pada Jumat (25/10/2013) ini, sesuai rencana awal.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat menyatakan penundaan ini tidak menjadi kendala untuk Indonesia bisa menguasai secara penuh produsen alumunium tersebut.
Menurut dia, pemerintah tinggal meminta pengaturan jadwal penandatangan dan pembayaran kepada pihak NAA. "Tinggal memberitahu kepada Jepang bahwa kita minta penandatanganan dan transfernya itu bergeser harinya," ujar Hidayat di Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Dia menjelaskan, NAA sendiri kemungkinan juga akan memahami permintaan penundaan tersebut karena konsorsium tersebut juga terus memantau dan mengetahui apa yang terjadi di Indonesia.
"Mereka mengikuti day by day bahwa kita sedang mendesak legislatif," lanjut dia.
Hidayat menegaskan, bila memang terpaksa dilakukan penundaan, kerugian justru berada pada pihak Indonesia, bukan Jepang.
"Kalau mundur bukan Jepang yang rugi, kita yang rugi karena kita sudah menyiapkan diri, mudah-mudahan tidak. Ini memang menjadi soal politik sih," tandasnya.
Pendatanganan pengakhiran kerjasama terkait Inalum ini kemungkinan akan tertunda karena belum adanya persetujuan dari Komisi XI DPR soal aliran dana untuk pembelian perusahaan penghasil alumunium ingot ini. (Dny/Nur)
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat menyatakan penundaan ini tidak menjadi kendala untuk Indonesia bisa menguasai secara penuh produsen alumunium tersebut.
Menurut dia, pemerintah tinggal meminta pengaturan jadwal penandatangan dan pembayaran kepada pihak NAA. "Tinggal memberitahu kepada Jepang bahwa kita minta penandatanganan dan transfernya itu bergeser harinya," ujar Hidayat di Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Dia menjelaskan, NAA sendiri kemungkinan juga akan memahami permintaan penundaan tersebut karena konsorsium tersebut juga terus memantau dan mengetahui apa yang terjadi di Indonesia.
"Mereka mengikuti day by day bahwa kita sedang mendesak legislatif," lanjut dia.
Hidayat menegaskan, bila memang terpaksa dilakukan penundaan, kerugian justru berada pada pihak Indonesia, bukan Jepang.
"Kalau mundur bukan Jepang yang rugi, kita yang rugi karena kita sudah menyiapkan diri, mudah-mudahan tidak. Ini memang menjadi soal politik sih," tandasnya.
Pendatanganan pengakhiran kerjasama terkait Inalum ini kemungkinan akan tertunda karena belum adanya persetujuan dari Komisi XI DPR soal aliran dana untuk pembelian perusahaan penghasil alumunium ingot ini. (Dny/Nur)