Menteri Perdagangan Gita Wirjawan meminta generasi muda untuk hidup dengan tekad untuk tidak mudah menyerah. Imbauan ini disampaikan berdasarkan pengalamannya yang pernah merasakan kehidupan sulit karena sempat tinggal di beberapa negara yang disinggahinya semasa kecil.
Mengikuti sang ayah bertugas kebeberapa negara sebagai dokter, Gita justru merasa beruntung karena dirinya kini dapat menguasai banyak bahasa, terutama bahasa Inggris sebagai bahasa yang banyak digunakan oleh masyarakat dunia.
"Saya waktu kecil sempat sulit hidupnya, saya ikut orang tua saya tinggal ke Bangladesh, ayah saya seorang dokter yang membantu penderita malaria dan kolera, tinggal di Bangladesh mulai tahun 1978-1980 selama 2 tahun," ujarnya saat berbicara dihadapan para wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2013).
Pertama kali tinggal di negeri orang, Gita mengaku dirinya kesulit karena sama sekali belum menguasai bahasa Inggris. Akibatnya, Gita sering kali merasa kesulitan saat belajar disekolah. "Saya hanya bisa bahas Indonesia, dan saya harus belajar bahasa Inggris dan bahasa Benggoli, hari-hari saya menderita kesulitan untuk belajar dan sekolah, tetapi alhamdulillah dengan kerja keras saya bisa mengusai bahasa Inggris dan Benggoli," lanjutnya.
Tak berselang lama, Gita pun kembali harus pindah ke India dan tinggal selama tiga tahun di negara tersebut. Lagi-lagi, Gita memperoleh kesempatan untuk belajar bahasa Hindi. "Saya belajar bahwa hidup itu tidak gampang, ini pesan yang saya sampaikan kepada para atlet di PBSI," jelasnya.
Dari pengalamannya selama ini, Gita berpesan kepada para wisudawan agar bisa membangun perekonomian Indonesia lebih baik lagi. Dirinya yakin segala masalah dapat terselesaikan bila Indonesia mempunyai ekonomi yang kuat, bahkan bisa membantu negara-negara lain.
"Saya ingin adik-adik ini punya kepercayaan bahwa indonesia, sangat bisa menjadi yang relevan didunia, kalau 20 tahun dari hari ini kita tidak bisa menjadi negara yang relevan, maka sayang kalau karena kita tidak bisa mempengaruhi nasib saudara-saudara kita di Palestina dan Suriah serta nasib kawasan dalam konteks ASEAN. Ini mulainya dari ekonomi," tandasnya. (Dny/Shd)
Mengikuti sang ayah bertugas kebeberapa negara sebagai dokter, Gita justru merasa beruntung karena dirinya kini dapat menguasai banyak bahasa, terutama bahasa Inggris sebagai bahasa yang banyak digunakan oleh masyarakat dunia.
"Saya waktu kecil sempat sulit hidupnya, saya ikut orang tua saya tinggal ke Bangladesh, ayah saya seorang dokter yang membantu penderita malaria dan kolera, tinggal di Bangladesh mulai tahun 1978-1980 selama 2 tahun," ujarnya saat berbicara dihadapan para wisudawan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2013).
Pertama kali tinggal di negeri orang, Gita mengaku dirinya kesulit karena sama sekali belum menguasai bahasa Inggris. Akibatnya, Gita sering kali merasa kesulitan saat belajar disekolah. "Saya hanya bisa bahas Indonesia, dan saya harus belajar bahasa Inggris dan bahasa Benggoli, hari-hari saya menderita kesulitan untuk belajar dan sekolah, tetapi alhamdulillah dengan kerja keras saya bisa mengusai bahasa Inggris dan Benggoli," lanjutnya.
Tak berselang lama, Gita pun kembali harus pindah ke India dan tinggal selama tiga tahun di negara tersebut. Lagi-lagi, Gita memperoleh kesempatan untuk belajar bahasa Hindi. "Saya belajar bahwa hidup itu tidak gampang, ini pesan yang saya sampaikan kepada para atlet di PBSI," jelasnya.
Dari pengalamannya selama ini, Gita berpesan kepada para wisudawan agar bisa membangun perekonomian Indonesia lebih baik lagi. Dirinya yakin segala masalah dapat terselesaikan bila Indonesia mempunyai ekonomi yang kuat, bahkan bisa membantu negara-negara lain.
"Saya ingin adik-adik ini punya kepercayaan bahwa indonesia, sangat bisa menjadi yang relevan didunia, kalau 20 tahun dari hari ini kita tidak bisa menjadi negara yang relevan, maka sayang kalau karena kita tidak bisa mempengaruhi nasib saudara-saudara kita di Palestina dan Suriah serta nasib kawasan dalam konteks ASEAN. Ini mulainya dari ekonomi," tandasnya. (Dny/Shd)