Kegiatan yang baik bagi jantung, ternyata juga baik bagi seks. Dalam laporan penelitian yang dimuat di Urology Agustus lalu, Dr. Irwin Goldstein dari Boston University School of Medicine, dikutip Selasa (29/10/2013) menulis, pria yang tiap hari membakar 200 kalori melalui olahraga, kemungkinannya lebih kecil untuk menderita disfungsi ereksi dibanding pria yang tidak aktif. "Itu berarti berjalan 3,2 kilometer tiap hari sudah mencukupi," ujar Dr. Goldstein.
Selama sembilan tahun, Dr. Goldstein dan timnya memantau 600 pria yang tidak memiliki persoalan dengan impotensi. Periset menekankan perhatian mereka pada faktor gaya hidup yang diyakini berpengaruh pada impotensi semisal merokok, banyak minum minuman keras, minimnya aktivitas, dan obesitas. Dari situ diketahui, pria yang aktif dan mulai aktif berolahraga saat penelitian dimulai, memperlihatkan risiko yang rendah terhadap impotensi.
Dokter Goldstein menganggap temuan itu penting. Salah satu implikasi terpenting adalah, pria dapat mengurangi risiko impotensi. Bahkan bila pria tersebut sudah dalam usia pertengahan, asal dia mulai berolahraga. Tapi implikasi serupa tidak akan diperoleh bagi mereka yang menunggu sampai usia pertengahan dulu untuk berhenti merokok, menormalkan berat badan dan mengurangi minuman keras.
Menurut Goldstein, olahraga mencegah impotensi dengan cara yang sama sebagaimana olahraga mencegah penyakit jantung. Impotensi dan penyakit jantung terjadi karena aliran darah ke organ tubuh jelek, dan olahraga membantu kelancaran peredaran darah itu.
Dengan kata lain, tambah Goldstein, disfungsi ereksi dapat merupakan tanda awal penyakit jantung arteri karena penis lebih sensitif terhadap buruknya aliran darah ketimbang jantung.
Dikatakan,disfungsi ereksi memengaruhi seperempat pria di Amerika berusia 65 dan tidak ada obat untuk menyembuhkannya. Dengan Viagra penyakit itu mungkin dapat diatasi, tapi mencegah seharusnya menjadi sasaran utama ketimbang mengobati.
"Setiap tiga menit sebutir Viagra dikonsumsi. Padahal kalau pria berolahraga, mereka akan memiliki kemungkinan yang sangat rendah untuk terkena disfungsi ereksi," tandas Goldstein.
(Abd)
Selama sembilan tahun, Dr. Goldstein dan timnya memantau 600 pria yang tidak memiliki persoalan dengan impotensi. Periset menekankan perhatian mereka pada faktor gaya hidup yang diyakini berpengaruh pada impotensi semisal merokok, banyak minum minuman keras, minimnya aktivitas, dan obesitas. Dari situ diketahui, pria yang aktif dan mulai aktif berolahraga saat penelitian dimulai, memperlihatkan risiko yang rendah terhadap impotensi.
Dokter Goldstein menganggap temuan itu penting. Salah satu implikasi terpenting adalah, pria dapat mengurangi risiko impotensi. Bahkan bila pria tersebut sudah dalam usia pertengahan, asal dia mulai berolahraga. Tapi implikasi serupa tidak akan diperoleh bagi mereka yang menunggu sampai usia pertengahan dulu untuk berhenti merokok, menormalkan berat badan dan mengurangi minuman keras.
Menurut Goldstein, olahraga mencegah impotensi dengan cara yang sama sebagaimana olahraga mencegah penyakit jantung. Impotensi dan penyakit jantung terjadi karena aliran darah ke organ tubuh jelek, dan olahraga membantu kelancaran peredaran darah itu.
Dengan kata lain, tambah Goldstein, disfungsi ereksi dapat merupakan tanda awal penyakit jantung arteri karena penis lebih sensitif terhadap buruknya aliran darah ketimbang jantung.
Dikatakan,disfungsi ereksi memengaruhi seperempat pria di Amerika berusia 65 dan tidak ada obat untuk menyembuhkannya. Dengan Viagra penyakit itu mungkin dapat diatasi, tapi mencegah seharusnya menjadi sasaran utama ketimbang mengobati.
"Setiap tiga menit sebutir Viagra dikonsumsi. Padahal kalau pria berolahraga, mereka akan memiliki kemungkinan yang sangat rendah untuk terkena disfungsi ereksi," tandas Goldstein.
(Abd)