Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai bangsa Indonesia kini sudah di ambang kehancuran. Harus diselenggarakan konsensus nasional yang melibatkan seluruh komponen penting bangsa Indonesia.
"Konsensus nasional tersebut sangat penting dan strategis untuk meletakkan prinsip kebersamaan dalam mengelola bangsa jauh di atas egoisme kepentingan kelompok dan asas kekuasaan belaka," kata Din di kantornya, Jalan Menteng Raya Nomor 62, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2013).
Din menilai, saat ini Indonesia mengalami pelemahan distorsi dan moral illiteracy (buta huruf), hal ini ditandai sejumlah fakta seperti korupsi yang semakin menggurita, demoralisasi elite dan pejabat publik, politik transaksional yang merusak idealisme demokrasi, sikap lebih mengedepankan konsumsi ketimbang produksi.
Di sisi lain, lanjut Din, bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai masalah krusial seperti kesenjangan sosial, kemiskinan, kekerasan sosial dan masih banyak lainnya.
Din mengungkapkan, ide konsensus ini berawal dari rapat internal dan hasil silaturahmi tokoh bangsa ke-5. Dalam silaturahmi tersebut, hanya menghadirkan 30 tokoh bangsa saja. "Tanggal 17 Oktober lalu kita bertemu dan menghadirkan ketua dan presiden parpol, tokoh-tokoh lintas agama, sekitar 30 jumlahnya, munculah ide konsensus ini."
Maka itu, Din menambahkan, Muhammadiyah mengajak urun rembuk atau konsensus yang benar. Dalam berembuk, semua elemen harus dilibatkan, jangan hanya melibatkan parpol, pemerintah dan pejabat saja. Jika hanya pemerintah saja yang dilibatkan, itu tetap tidak akan mengubah nasib bangsa Indonesia.
"Sekitar bulan Januari atau Februari akan dilaksanakan, namun namanya belum ditentukan. Tentu ada unsur pers, petani, nelayan, tokoh adat selain dari pemerintah. Ini rencana sudah agak mengkristal," demikian Din. (Rmn/Sss)
"Konsensus nasional tersebut sangat penting dan strategis untuk meletakkan prinsip kebersamaan dalam mengelola bangsa jauh di atas egoisme kepentingan kelompok dan asas kekuasaan belaka," kata Din di kantornya, Jalan Menteng Raya Nomor 62, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2013).
Din menilai, saat ini Indonesia mengalami pelemahan distorsi dan moral illiteracy (buta huruf), hal ini ditandai sejumlah fakta seperti korupsi yang semakin menggurita, demoralisasi elite dan pejabat publik, politik transaksional yang merusak idealisme demokrasi, sikap lebih mengedepankan konsumsi ketimbang produksi.
Di sisi lain, lanjut Din, bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai masalah krusial seperti kesenjangan sosial, kemiskinan, kekerasan sosial dan masih banyak lainnya.
Din mengungkapkan, ide konsensus ini berawal dari rapat internal dan hasil silaturahmi tokoh bangsa ke-5. Dalam silaturahmi tersebut, hanya menghadirkan 30 tokoh bangsa saja. "Tanggal 17 Oktober lalu kita bertemu dan menghadirkan ketua dan presiden parpol, tokoh-tokoh lintas agama, sekitar 30 jumlahnya, munculah ide konsensus ini."
Maka itu, Din menambahkan, Muhammadiyah mengajak urun rembuk atau konsensus yang benar. Dalam berembuk, semua elemen harus dilibatkan, jangan hanya melibatkan parpol, pemerintah dan pejabat saja. Jika hanya pemerintah saja yang dilibatkan, itu tetap tidak akan mengubah nasib bangsa Indonesia.
"Sekitar bulan Januari atau Februari akan dilaksanakan, namun namanya belum ditentukan. Tentu ada unsur pers, petani, nelayan, tokoh adat selain dari pemerintah. Ini rencana sudah agak mengkristal," demikian Din. (Rmn/Sss)