Suatu hari di tahun 100 Masehi, sebuah upacara besar tapi digelayuti duka digelar di sebuah pemakaman di pinggiran timur London, di masa Britania-Romawi -- ketika sebagian wilayah Inggris Raya dikuasai Kekaisaran Romawi.
Jasad mendiang yang kaya raya dimakamkan di luar batas kota. Kala itu, seberapa pun makmurnya seseorang, jika ia bukan Bangsa Romawi, tak bakal boleh dimakamkan di dalam tembok kota. Dalihnya, mencegah penyebaran penyakit.
Para pelayat menggumam doa pada Dewa Matahari, Mithras, saat si mayit dibaringkan ke sebuah mausoleum atau ruang makam yang gelap. Di dalam kamar makam, ada patung elang gagah Romawi menggigit ular yang menggeliat di paruhnya. Lambang Dewa Yupiter, raja para dewa. Sebuah jimat perlindungan di dunia sana.
Hampir 2.000 tahun lamanya terkubur dalam lumpur dan puing-puing kota London, baru-baru ini elang itu ditemukan oleh arkeolog bermata jeli, David Sankey di bawah lokasi pengembangan hotel 16 lantai di dekat Tower of London. Tim juga menemukan pecahan tembikar, sejumlah belulang.
"Awalnya aku tak tahu benda apa itu," kata Sankey, seperti dimuat Daily Mail, 31 Oktober 2013. "Aku membersihkannya dengan kuas, lalu muncul paruh, celah, dan sayap. Aku menyadari, itu adalah patung elang."
Perbudakan Seksual
Kisah tak berhenti sampai di situ. Di saat yang sama ketika elang itu dipahat, Londinuim yang luasnya 330 hektar -- yang kini jadi London, adalah wilayah terpencil. Colchester, atau Camulodunum lah yang diyakini jadi ibukota Briania-Romawi. Namun, ada banyak peninggalan Romawi yang bertahan sampai hari ini.
Tak lama setelah Kaisar Claudius menginvasi Inggris di tahun 43 Masehi, Londinium mulai bermetamorfosis sebagai sebuah kota.
Awal tahun ini saja, 10 ribu artefak diekskavasi di sebuah situs di dekat kantor pusat Bloomberg di dekat stasiun Mansion House Tube di pusat London.
Di antara temuan yang diangkat dari kedalaman 7 meter di bawah tanah, ada sejumlah sepatu kulit, tablet kayu, piring timah. Ada juga koleksi besar phallus --tiruan kelamin pria di sebuah situs. Selain diyakini sebagai simbol keberuntungan, juga digunakan sebagai alat bantu aktivitas seksual, bahkan hiasan pada tali kuda.
Bangsa Romawi memiliki pendekatan yang lebih permisif terhadap seks, secara terang-terangan, lebih dari manusia modern saat ini.
Rumah bordil berlimpah di London masa Romawi. Para gadis muda ditangkap dan dipaksa menjadi budak seks --cara brutal Romawi memperlakukan orang-orang yang mereka taklukkan.
Koin dan token yang menggambarkan posisi seksual telah ditemukan dalam lumpur Sungai Thames. Legiun Romawi akan menyerahkan uang itu ke rumah bordil sebagai penukar kenikmatan sesaat. Sementara, para gadis malang sama sekali tak pernah mendapatkan koin-koin itu. Mereka tak dianggap manusia.
Strategi Penaklukkan
Juvenal, penyair Romawi pernah menulis bahwa para politisi punya cara untuk membuat diam orang-orang yang ada di bawah kekuasaan mereka. Lewat 'panem et circenses' -- roti dan sirkus. Beri makanan dan hiburan, mereka tak akan berpikir, tak bakal berontak.
Pada tahun 1987, ampiteater Romawi diungkap dari kedalaman tanah. Salah satu benda yang ditemukan adalah pintu kayu geser, untuk melepas binatang buas ke arena. Di sanalah para hewan akan bertarung satu sama lain, eksekusi publik, juga pertarungan para gladiator --yang sama dengan para gadis penari glamor -- mereka sejatinya adalah budak.
Para arkeolog juga menemukan perhiasan-perhiasan berharga. Dari jimat kuning berbentuk helm gladiator dan jepit rambut yang indah.
Bangsa Romawi adalah tukang belanja sekaligus senang foya-foya. Tak heran arkeolog menemukan tablet kayu berisi daftar belanja atau tamu undangan para tetamu pesta hura-hura. Menampilkan campuran nama Latin dan orang-orang Celtic. Penjajah dan yang terjajah hidup berdampingan. Dengan kesenjangan yang menganga lebar.
Bangsa Romawi tahu benar, strategi kekerasan tak bisa terus-terusan dipakai. Ini salah satu buktinya: dengan perasaan sakit hati karena dijadikan warga negara kelas dua, pada tahun 61 Masehi, terjadi revolusi hebat melawan Romawi, yang dipimpin Boudicea, Ratu suku Celtic. Selama pemberontakan, Londinium dibakar habis. Pemberontakan berhasil ditumpas dan Boadicea tewas -- entah karena penyakit atau menenggak racun.
Setelah itulah, Bangsa Romawi mengubah taktik mereka, menemukan cara yang lebih halus untuk mengontrol pribumi.
Sejarawan Romawi, Tacitus menceritakan, bagaimana ayah mertuanya, Agricola -- Gubernur Britania dari 77-85 Masehi, mendirikan sekolah Bahasa Latin untuk anak-anak warga Inggris kelas atas. Dan memperkenalkan 'hal-hal yang sebelumnya dianggap dosa bagi mereka': drawing room atau ruang tamu megah, mandi air panas, dan pesta makan malam yang elegan.
"Dalam kebodohan mereka, orang Inggris menganggap semua itu adalah bagian dari peradaban. Padahal, tak lebih sebagai pengabdian -- cara membuat mereka tetap sebagai abdi," tulis Tacius.
Tak hanya pemandian, Bangsa Romawi juga memperkenalkan gym. Fragments of thermae -- tempat mandi umum plus gym bertebaran di London, menjadi kelaziman hingga kini.
Apapun, harus diakui Inggris mendapat manfaat dari Bangsa Romawi. Untuk kecerdasan mereka dan jalanan yang dibangun menuju luar kota London -- yang kini jadi rute komuter. (Ein)
Jasad mendiang yang kaya raya dimakamkan di luar batas kota. Kala itu, seberapa pun makmurnya seseorang, jika ia bukan Bangsa Romawi, tak bakal boleh dimakamkan di dalam tembok kota. Dalihnya, mencegah penyebaran penyakit.
Para pelayat menggumam doa pada Dewa Matahari, Mithras, saat si mayit dibaringkan ke sebuah mausoleum atau ruang makam yang gelap. Di dalam kamar makam, ada patung elang gagah Romawi menggigit ular yang menggeliat di paruhnya. Lambang Dewa Yupiter, raja para dewa. Sebuah jimat perlindungan di dunia sana.
Hampir 2.000 tahun lamanya terkubur dalam lumpur dan puing-puing kota London, baru-baru ini elang itu ditemukan oleh arkeolog bermata jeli, David Sankey di bawah lokasi pengembangan hotel 16 lantai di dekat Tower of London. Tim juga menemukan pecahan tembikar, sejumlah belulang.
"Awalnya aku tak tahu benda apa itu," kata Sankey, seperti dimuat Daily Mail, 31 Oktober 2013. "Aku membersihkannya dengan kuas, lalu muncul paruh, celah, dan sayap. Aku menyadari, itu adalah patung elang."
Perbudakan Seksual
Kisah tak berhenti sampai di situ. Di saat yang sama ketika elang itu dipahat, Londinuim yang luasnya 330 hektar -- yang kini jadi London, adalah wilayah terpencil. Colchester, atau Camulodunum lah yang diyakini jadi ibukota Briania-Romawi. Namun, ada banyak peninggalan Romawi yang bertahan sampai hari ini.
Tak lama setelah Kaisar Claudius menginvasi Inggris di tahun 43 Masehi, Londinium mulai bermetamorfosis sebagai sebuah kota.
Awal tahun ini saja, 10 ribu artefak diekskavasi di sebuah situs di dekat kantor pusat Bloomberg di dekat stasiun Mansion House Tube di pusat London.
Di antara temuan yang diangkat dari kedalaman 7 meter di bawah tanah, ada sejumlah sepatu kulit, tablet kayu, piring timah. Ada juga koleksi besar phallus --tiruan kelamin pria di sebuah situs. Selain diyakini sebagai simbol keberuntungan, juga digunakan sebagai alat bantu aktivitas seksual, bahkan hiasan pada tali kuda.
Bangsa Romawi memiliki pendekatan yang lebih permisif terhadap seks, secara terang-terangan, lebih dari manusia modern saat ini.
Rumah bordil berlimpah di London masa Romawi. Para gadis muda ditangkap dan dipaksa menjadi budak seks --cara brutal Romawi memperlakukan orang-orang yang mereka taklukkan.
Koin dan token yang menggambarkan posisi seksual telah ditemukan dalam lumpur Sungai Thames. Legiun Romawi akan menyerahkan uang itu ke rumah bordil sebagai penukar kenikmatan sesaat. Sementara, para gadis malang sama sekali tak pernah mendapatkan koin-koin itu. Mereka tak dianggap manusia.
Strategi Penaklukkan
Juvenal, penyair Romawi pernah menulis bahwa para politisi punya cara untuk membuat diam orang-orang yang ada di bawah kekuasaan mereka. Lewat 'panem et circenses' -- roti dan sirkus. Beri makanan dan hiburan, mereka tak akan berpikir, tak bakal berontak.
Pada tahun 1987, ampiteater Romawi diungkap dari kedalaman tanah. Salah satu benda yang ditemukan adalah pintu kayu geser, untuk melepas binatang buas ke arena. Di sanalah para hewan akan bertarung satu sama lain, eksekusi publik, juga pertarungan para gladiator --yang sama dengan para gadis penari glamor -- mereka sejatinya adalah budak.
Para arkeolog juga menemukan perhiasan-perhiasan berharga. Dari jimat kuning berbentuk helm gladiator dan jepit rambut yang indah.
Bangsa Romawi adalah tukang belanja sekaligus senang foya-foya. Tak heran arkeolog menemukan tablet kayu berisi daftar belanja atau tamu undangan para tetamu pesta hura-hura. Menampilkan campuran nama Latin dan orang-orang Celtic. Penjajah dan yang terjajah hidup berdampingan. Dengan kesenjangan yang menganga lebar.
Bangsa Romawi tahu benar, strategi kekerasan tak bisa terus-terusan dipakai. Ini salah satu buktinya: dengan perasaan sakit hati karena dijadikan warga negara kelas dua, pada tahun 61 Masehi, terjadi revolusi hebat melawan Romawi, yang dipimpin Boudicea, Ratu suku Celtic. Selama pemberontakan, Londinium dibakar habis. Pemberontakan berhasil ditumpas dan Boadicea tewas -- entah karena penyakit atau menenggak racun.
Setelah itulah, Bangsa Romawi mengubah taktik mereka, menemukan cara yang lebih halus untuk mengontrol pribumi.
Sejarawan Romawi, Tacitus menceritakan, bagaimana ayah mertuanya, Agricola -- Gubernur Britania dari 77-85 Masehi, mendirikan sekolah Bahasa Latin untuk anak-anak warga Inggris kelas atas. Dan memperkenalkan 'hal-hal yang sebelumnya dianggap dosa bagi mereka': drawing room atau ruang tamu megah, mandi air panas, dan pesta makan malam yang elegan.
"Dalam kebodohan mereka, orang Inggris menganggap semua itu adalah bagian dari peradaban. Padahal, tak lebih sebagai pengabdian -- cara membuat mereka tetap sebagai abdi," tulis Tacius.
Tak hanya pemandian, Bangsa Romawi juga memperkenalkan gym. Fragments of thermae -- tempat mandi umum plus gym bertebaran di London, menjadi kelaziman hingga kini.
Apapun, harus diakui Inggris mendapat manfaat dari Bangsa Romawi. Untuk kecerdasan mereka dan jalanan yang dibangun menuju luar kota London -- yang kini jadi rute komuter. (Ein)