Terdakwa Ahmad Taufik alias Ovie terancam hukuman mati, lantaran terlibat perencanaan serangan pengeboman Kantor Kedubes Myanmar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Taufiq bersama 4 terdakwa lainnya yakni Sigit Indrajid alias Abu Yahya, Rokhadi alias Shiro Kosmos, Sefariano alias Mambo, dan Muhammad Saifu Sa'bani alias Saiful alias Abdurrahman alias Imam dalam kurun waktu tahun 2013, melakukan kesepakatan rencana kejahatan terorisme.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 15 jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Penganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme sebagaimana ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003," kata Jaksa Okto Rikardo, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (11/11/2013).
Dalam dakwaan, Okto memaparkan, Taufik diajak Mambo belajar membuat bom bersama 4 rekannya, di rumah nenek Sigit di Desa Babakan, Muncul, Serpong, Tangerang.
"Selama Sefariano alias Mambo memberikan pelajaran membuat bom, terdakwa, dan Rokhadi, Imama dan Saiful memerhatikan dan mencatat yang disampaikan Sefariani. Sedangkan Sigit berjaga-jaga di depan rumah," ungkap Okto.
Setelah itu, lanjut Okto, Taufik bersama Sigit, Tio, dan Mambo berkumpul di teras dan menyampaikan rencana pengeboman. "Yuk, kita amaliyah (operasi) ke Kedutaan Myanmar untuk membalas atas kezaliman orang Myanmar yang membantai orang muslim di Myanmar."
"Kita barengin aja dengan momen orang Fui sebelum aksi demo dimulai kita ledakkan terlebih dahulu sebagai kejutan untuk Dubes Myanmar," kata Sigit kepada Taufik seperti dipaparkan Okto.
Lalu ajakan itu, lanjut Okto, disetujui Taufik, Mambo dan Tio. Setelah itu mereka bubar dan pulang ke rumah kontrakan Mambo di Jalan Bangka, Jakarta Selatan. Di rumah itu rencana pengeboman Kedubes Myanmar pada 1 Mei 2013 mulai disusun. Sigit pun mengeluarkan 1 bom pipa besi. Sigit pun menyampaikan pesan ke Mambo.
"Ini bom yang 1 ente satuin aja dengan buatan ente, kabelnya aja dipararel jadi 1 dengan yang dibuat," kata Sigit kepada Mambo.
Taufik dan Mambo, kata Okto, melakban kelima bom tersebut menjadi 1 dengan kabelnya. Lalu pada 2 Mei 2013 Mambo dan Taufik memasukkan kelima bom ke dalam tas ransel. Kemudian mereka berdua menuju Bundaran HI mengendarai sepeda motor Honda Kharisma pada pukul 20:00 WIB.
"Terdakwa dibonceng Mambo sambil membawa tas yang berisi bom dengan rute dari kontrakan Mambo, lewat Mabes Polri, Sekolah Al Azhar hingga Senayan, melintasi kolong jembatan Semanggi. Ketika sudah keluar kolong Semanggi dekat Gedung BRI, terdakwa dan Mambo ditangkap oleh petugas kepolisian," papar Okto.
Atas perbuatan itu, jaksa pun menjerat pasal berikutnya yakni Pasal 15 jo Pasal 9 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 15 tahun penjara terhadap Taufik. (Rmn/Sss)
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Taufiq bersama 4 terdakwa lainnya yakni Sigit Indrajid alias Abu Yahya, Rokhadi alias Shiro Kosmos, Sefariano alias Mambo, dan Muhammad Saifu Sa'bani alias Saiful alias Abdurrahman alias Imam dalam kurun waktu tahun 2013, melakukan kesepakatan rencana kejahatan terorisme.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 15 jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Penganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme sebagaimana ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003," kata Jaksa Okto Rikardo, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (11/11/2013).
Dalam dakwaan, Okto memaparkan, Taufik diajak Mambo belajar membuat bom bersama 4 rekannya, di rumah nenek Sigit di Desa Babakan, Muncul, Serpong, Tangerang.
"Selama Sefariano alias Mambo memberikan pelajaran membuat bom, terdakwa, dan Rokhadi, Imama dan Saiful memerhatikan dan mencatat yang disampaikan Sefariani. Sedangkan Sigit berjaga-jaga di depan rumah," ungkap Okto.
Setelah itu, lanjut Okto, Taufik bersama Sigit, Tio, dan Mambo berkumpul di teras dan menyampaikan rencana pengeboman. "Yuk, kita amaliyah (operasi) ke Kedutaan Myanmar untuk membalas atas kezaliman orang Myanmar yang membantai orang muslim di Myanmar."
"Kita barengin aja dengan momen orang Fui sebelum aksi demo dimulai kita ledakkan terlebih dahulu sebagai kejutan untuk Dubes Myanmar," kata Sigit kepada Taufik seperti dipaparkan Okto.
Lalu ajakan itu, lanjut Okto, disetujui Taufik, Mambo dan Tio. Setelah itu mereka bubar dan pulang ke rumah kontrakan Mambo di Jalan Bangka, Jakarta Selatan. Di rumah itu rencana pengeboman Kedubes Myanmar pada 1 Mei 2013 mulai disusun. Sigit pun mengeluarkan 1 bom pipa besi. Sigit pun menyampaikan pesan ke Mambo.
"Ini bom yang 1 ente satuin aja dengan buatan ente, kabelnya aja dipararel jadi 1 dengan yang dibuat," kata Sigit kepada Mambo.
Taufik dan Mambo, kata Okto, melakban kelima bom tersebut menjadi 1 dengan kabelnya. Lalu pada 2 Mei 2013 Mambo dan Taufik memasukkan kelima bom ke dalam tas ransel. Kemudian mereka berdua menuju Bundaran HI mengendarai sepeda motor Honda Kharisma pada pukul 20:00 WIB.
"Terdakwa dibonceng Mambo sambil membawa tas yang berisi bom dengan rute dari kontrakan Mambo, lewat Mabes Polri, Sekolah Al Azhar hingga Senayan, melintasi kolong jembatan Semanggi. Ketika sudah keluar kolong Semanggi dekat Gedung BRI, terdakwa dan Mambo ditangkap oleh petugas kepolisian," papar Okto.
Atas perbuatan itu, jaksa pun menjerat pasal berikutnya yakni Pasal 15 jo Pasal 9 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 15 tahun penjara terhadap Taufik. (Rmn/Sss)