Pemerintah Lebih Peduli Pengusaha Ketimbang Petani

Pemerintah dinilai lebih peduli mengurusi tanah untuk pengusaha besar ketimbang petani yang menanam produk pertanian.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Nov 2013, 15:54 WIB
Saat ini Pemerintah dinilai lebih peduli mengurusi tanah untuk pengusaha besar ketimbang petani yang menanam produk pertanian yang memenuhi kebutuhan pangan. Padahal Indonesia memiliki potensi besar dan sangat memungkinkan menjadi negara produsen pangan terbesar.

"Negara matahari banyak, tanahnya banyak, airnya banyak, seharusnya kita  jadi negara unggul," kata Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi indonesia, Darmin Nasution, dalam diskusi persiapan WTO, di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Selasa (12/11/2013).

Namun, pada kenyataannya Indonesia tidak bisa mengelola anugerah yang telah diberikan Tuhan tersebut, sehingga Indonesia menjadi negara importir pangan.

"Kita mestinya negara unggul di sektor pertanian, kita saja tak betul sehingga menjadi negara impor," ungkap mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.

Menurut Darmin, hal tersebut disebabkan oleh pemerintah yang tidak becus mengurus permasalahan pertanian di Indonesia, pemerintah dinilai lebih berpihak pada pengusaha besar ketimbang petani sehingga petani harus berjuang sendiri.

"Urusan tanah, kita cuma ngurusin tanah pengusaha besar, beratus-ratus hektar," tegasnya.

Selain itu, pemerintah hanya sibuk membuat kebijakan jangka pendek, tanpa memikirkan jangkan menengah dan panjang, sehingga produk pertanian Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarkat.

"Tidak hanya itu, contohnya kecil, kecilan kita itu coba lihat dua tahun kebijakan ada kuota, ada pelabuhan dibatasi, ada macam-macam, begitu musim jelek harga BBM naik, itu tidak cukup kebutuhan cabe bawang daging ini itu, habis itu panik diubah lagi, nggak pernah dibuat kebijakan menengah," jelasnya.

Karena itu, dirinya menyarankan kepada pemerintah untuk membuat rencana jangka panjang, sehingga ke depannya kita tidak lagi bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan.

"Kita harus mengukur kemampuan kita, mestinya memikirnya 10 tahun lalu, tapi masih bisa dibuat kebijakan jangka menengah, supaya cabe, daging, bisa nggak impor lima tahun lagi, kita tahu ke depan segini," tutur Darmin. (Pew/Ahm)


Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya