Ekonomi Filipina Dihantam Badai Haiyan

Tak hanya menghancurkan sebagian kota Filipina, badai Haiyan juga membuat salah satu negara Asia Tenggara itu rugi besar.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 12 Nov 2013, 17:24 WIB
Tak hanya meluluhlantahkan sebagian kota di Filipina, badai Haiyan juga membuat salah satu negara Asia Tenggara itu rugi besar. Kerugian ekonomi Filipina diprediksi jauh lebih parah dibandingkan kondisi perekonomian AS usai diterpa badai Sandy beberapa waktu lalu.

Seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (12/11/2013), akibat badai tersebut, Direktur Penelitian dan Pengembangan Kinetic Analysis Corp, Charles Watson menaksir Filipina merugi sebesar US$ 12 miliar- Us$ 15 miliar. Angka tersebut setara dengan 5% dari produk domestik bruto (PDB) Filipina.

Sementara itu, dia mengungkapkan, kerugian AS yang sebagian wilayahnya hancur akibat diterpa badai Sandy hanya bernilai kurang dari 1% PDB-nya. Padahal, badai tersebut sempat membanjiri sebagian besar wilayah New York dan New Jersey.

"Kerusakan badai bernilai US$ 12 miliar ini masih tak seburuk yang menimpa AS. Bagi Filipina, ini (badai Haiyan) merupakan malapetaka besar," ungkap Watson.

Bencana semacam itu memperlihatkan perbedaan kemampuan negara berkembang dan maju dalam mengatasi kerugian ekonomi akibat kerusakan yang terjadi.

Meskipun negara-negara besar seperti Jepang dan AS mengalami bencana gempa bumi, tsunami dan badai yang lebih parah, namun kedua negara tersebut mampu mengatasi kerusakan dan memperoleh lebih banyak asuransi untuk membangun negerinya kembali.

Menurut Watson, di Filipina, hanya sekitar 10%-15% total kerugian yang bisa diasuransikan. Sementara pemerintah AS mampu mengasuransikan 50% dari total kerugiannya paska dihantam badai Sandy. Padahal menurut data perusahaan asuransi terbesar di dunia Munich Re, saat itu AS mengalami total kerugian hingga US$ 50 miliar.

Sejumlah kontraktor di AS langsung merekrut banyak pekerja sesuai kebutuhan untuk membangun kembali kota yang dilibas badai. Penduduk, pengusaha dan pemerintah juga turut menggelontorkan dana untuk membangun kembali bangunan dan infrastruktur yang hancur.

"Namun hal itu sulit dilakukan di Filipina karena kurangnya kegiatan asuransi di sana," ujar CEO Risk Management Solution Inc Robert Muir-Wood.

Dia menjelaskan, kegiatan rekonstruksi perekonomiannya akan lebih rendah dan lamban dibandingkan negara-negara maju. Di AS, hampir semua orang memiliki asuransi dan bisa memperoleh bantuan dari para kontraktor. "Banyak orang bisa membangun rumahnya kembali (paska bencana)," ungkap Wood. (Sis/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya