Rapor merah yang diterima PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan catatan utang Rp 6,7 triliun terus menjadi sorotan pemerintah. Perusahaan Pengelola Aset (PPA) bahkan pesimistis kinerja maskapai penerbangan perintis milik pemerintah ini akan kembali sehat.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan membeberkan hasil rapat koordinasi terkait restrukturisasi utang Merpati yang dikomandani oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa serta melibatkan para kreditur Merpati.
"Jadi kesimpulan dari PPA mengatakan Merpati harus ditutup, karena sudah tidak bisa diselamatkan," ujar Dahlan usai Rakor di kantor Kemenko, Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Dahlan menjelaskan, PPA memiliki pandangan dan pemikiran berbeda dengan pemerintah yang menganggap rencana konversi utang Merpati menjadi saham tidak akan mengubah buku keuangan maskapai penerbangan pertama di tanah air positif kembali.
"PPA menyimpulkan, biarpun utang menjadi equity (saham) atau istilahnya Penyertaan Modal Negara (PMN) non cash, pun tetap defisit sebab jumlah pesawat kurang, rute kurang dan mereka perlu investasi baru untuk pengadaan pesawat," tambah dia.
Berbeda dengan PPA, Dahlan justru mengusulkan kepada pemerintah untuk mencari jalan keluar dengan mengkonversi utang Merpati menjadi saham. Setelah utang beralih menjadi saham, direksi Merpati nantinya diberikan wewenang untuk mencari partner, bisa dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) maupun lainnya.
"Selama ini Merpati tidak bisa mencari partner. Memang sudah ada partner lokal maupun asing, tapi begitu melihat bukunya Merpati mereka mundur," lanjutnya.
Jika sudah bersih dari utang, dia optimistis, Merpati akan mudah menggandeng mitra kerja dan bersama mengembangkan maskapai penerbangan pertama di Indonesia itu. Inilah konsep yang sama sekali tidak dilirik oleh PPA.
"Misalnya tidak dapat partner, tapi bukunya sudah bersih, digabung ke Garuda Indonesia pun masih oke. Tidak akan membebani Garuda karena utang sudah dibersihkan. Ini seandainya, tapi prioritas utama kerja sama dengan partner," paparnya.
Sementara itu, Hatta Rajasa mengaku, pemerintah mengusulkan konversi utang ke saham alias PMN non cash sehingga Merpati dapat bekerja sama dengan pihak ketiga apabila laporan keuangan kembali positif. "Utang ke 20 BUMN juga bisa dikonversi. Dari situ operasional bisa di cut sekian persen. Usulan ini karena kami melihat masa depan Merpati masih bagus," tuturnya.
Terpenting, dia bilang, Merpati harus menyiapkan rencana bisnis ke depan dalam kurun waktu satu bulan. Setelah itu, konversi utang ke saham juga membutuhkan persetujuan dari Komisi VI DPR.
"Merpati masih punya peluang menyampaikan business plan-nya satu bulan ke depan. Kita bahas dulu, dan kalau masuk akal baru kita dorong. Karena menyangkut utang triliunan perlu persetujuan DPR jika pemerintah sudah solid, nanti Menteri BUMN yang mengajukan," tukas Hatta.(Fik/Shd)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan membeberkan hasil rapat koordinasi terkait restrukturisasi utang Merpati yang dikomandani oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa serta melibatkan para kreditur Merpati.
"Jadi kesimpulan dari PPA mengatakan Merpati harus ditutup, karena sudah tidak bisa diselamatkan," ujar Dahlan usai Rakor di kantor Kemenko, Jakarta, Selasa (12/11/2013).
Dahlan menjelaskan, PPA memiliki pandangan dan pemikiran berbeda dengan pemerintah yang menganggap rencana konversi utang Merpati menjadi saham tidak akan mengubah buku keuangan maskapai penerbangan pertama di tanah air positif kembali.
"PPA menyimpulkan, biarpun utang menjadi equity (saham) atau istilahnya Penyertaan Modal Negara (PMN) non cash, pun tetap defisit sebab jumlah pesawat kurang, rute kurang dan mereka perlu investasi baru untuk pengadaan pesawat," tambah dia.
Berbeda dengan PPA, Dahlan justru mengusulkan kepada pemerintah untuk mencari jalan keluar dengan mengkonversi utang Merpati menjadi saham. Setelah utang beralih menjadi saham, direksi Merpati nantinya diberikan wewenang untuk mencari partner, bisa dalam bentuk Kerja Sama Operasi (KSO) maupun lainnya.
"Selama ini Merpati tidak bisa mencari partner. Memang sudah ada partner lokal maupun asing, tapi begitu melihat bukunya Merpati mereka mundur," lanjutnya.
Jika sudah bersih dari utang, dia optimistis, Merpati akan mudah menggandeng mitra kerja dan bersama mengembangkan maskapai penerbangan pertama di Indonesia itu. Inilah konsep yang sama sekali tidak dilirik oleh PPA.
"Misalnya tidak dapat partner, tapi bukunya sudah bersih, digabung ke Garuda Indonesia pun masih oke. Tidak akan membebani Garuda karena utang sudah dibersihkan. Ini seandainya, tapi prioritas utama kerja sama dengan partner," paparnya.
Sementara itu, Hatta Rajasa mengaku, pemerintah mengusulkan konversi utang ke saham alias PMN non cash sehingga Merpati dapat bekerja sama dengan pihak ketiga apabila laporan keuangan kembali positif. "Utang ke 20 BUMN juga bisa dikonversi. Dari situ operasional bisa di cut sekian persen. Usulan ini karena kami melihat masa depan Merpati masih bagus," tuturnya.
Terpenting, dia bilang, Merpati harus menyiapkan rencana bisnis ke depan dalam kurun waktu satu bulan. Setelah itu, konversi utang ke saham juga membutuhkan persetujuan dari Komisi VI DPR.
"Merpati masih punya peluang menyampaikan business plan-nya satu bulan ke depan. Kita bahas dulu, dan kalau masuk akal baru kita dorong. Karena menyangkut utang triliunan perlu persetujuan DPR jika pemerintah sudah solid, nanti Menteri BUMN yang mengajukan," tukas Hatta.(Fik/Shd)