Pemerintah Mesir mengatakan pihaknya akan mencabut status darurat dan penerapan jam malam selama 3 bulan yang diberlakukan. Pencabutan itu dilakukan 2 hari lebih awal dari yang telah diperkirakan, setelah putusan pengadilan.
Pengadilan administratif mengeluarkan keputusan, peraturan tersebut harus berlaku efektif selama 2 bulan kalender.
Seperti dilansir dari BBC yang dimuat Liputan6.com, Rabu (13/11/2013), penasihat Perdana Menteri Hazem el-Beblawi mengatakan, penerapan tersebut berakhir pada Selasa 12 November pukul 16.00 waktu setempat. Tapi kabinet Mesir kemudian mengungkapkan jika pihaknya masih menunggu salinan putusan untuk benar-benar menjalankan pencabutan tersebut.
Salinan putusan itu juga menegaskan, pemerintah yang didukung militer akan mematuhi putusan tersebut.
Status darurat dan pemberlakuan jam malam pertama kali diterapkan pemerintah Mesir pada 14 Agustus 2013. Langkah tersebut diambil setelah terjadi bentrokan antara pasukan keamanan yang memukul mundur para pendukung Presiden terguling Mohammed Morsi. Saat ini, Morsi sedang menjalani proses peradilan atas dugaan memicu pembunuhan pengunjuk rasa di luar Istana Presiden pada 2012.
Awalnya penerapan peraturan tersebut hanya untuk 1 bulan, tapi pemerintah memutuskan untuk memperpanjangnya selama 2 bulan sejak 12 September.
Keadaan darurat dan jam malam memungkinkan pihak berwenang melakukan penangkapan tanpa surat perintah dan menggeledah rumah warga. Di luar itu, banyak orang juga menyalahkan jam malam sebagai penyebab merosotnya bisnis di Kairo. Padahal pemerintah sedang berusaha untuk menciptakan lapangan kerja dan menghidupkan kembali perekonomian.
Menurut ketarangan wartawan BBC, pihak berwenang mengatakan, pasukan keamanan akan dikerahkan di jalan-jalan utama dan di pusat-pusat kota di seluruh negeri untuk memperketat keamanan. Selain itu, pemerintah Mesir rencananya akan menerapkan batasan baru untuk mengekspresikan kebebasan dalam undang-undang yang mengatur protes publik.
Pegiat hak asasi manusia mengatakan, usulan baru itu akan memberikan polisi kekuasaan untuk melarang protes yang digelar di jalanan.
Sebuah rancangan undang-undang yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh Presiden Interim Adly Mahmud Mansour nantinya mengharuskan penyelenggara protes untuk memberitahu polisi lebih dulu jika ingin melakukan aksi yang diikuti lebih dari 10 orang di depan umum atau secara pribadi. (Tnt/Sss)
Pengadilan administratif mengeluarkan keputusan, peraturan tersebut harus berlaku efektif selama 2 bulan kalender.
Seperti dilansir dari BBC yang dimuat Liputan6.com, Rabu (13/11/2013), penasihat Perdana Menteri Hazem el-Beblawi mengatakan, penerapan tersebut berakhir pada Selasa 12 November pukul 16.00 waktu setempat. Tapi kabinet Mesir kemudian mengungkapkan jika pihaknya masih menunggu salinan putusan untuk benar-benar menjalankan pencabutan tersebut.
Salinan putusan itu juga menegaskan, pemerintah yang didukung militer akan mematuhi putusan tersebut.
Status darurat dan pemberlakuan jam malam pertama kali diterapkan pemerintah Mesir pada 14 Agustus 2013. Langkah tersebut diambil setelah terjadi bentrokan antara pasukan keamanan yang memukul mundur para pendukung Presiden terguling Mohammed Morsi. Saat ini, Morsi sedang menjalani proses peradilan atas dugaan memicu pembunuhan pengunjuk rasa di luar Istana Presiden pada 2012.
Awalnya penerapan peraturan tersebut hanya untuk 1 bulan, tapi pemerintah memutuskan untuk memperpanjangnya selama 2 bulan sejak 12 September.
Keadaan darurat dan jam malam memungkinkan pihak berwenang melakukan penangkapan tanpa surat perintah dan menggeledah rumah warga. Di luar itu, banyak orang juga menyalahkan jam malam sebagai penyebab merosotnya bisnis di Kairo. Padahal pemerintah sedang berusaha untuk menciptakan lapangan kerja dan menghidupkan kembali perekonomian.
Menurut ketarangan wartawan BBC, pihak berwenang mengatakan, pasukan keamanan akan dikerahkan di jalan-jalan utama dan di pusat-pusat kota di seluruh negeri untuk memperketat keamanan. Selain itu, pemerintah Mesir rencananya akan menerapkan batasan baru untuk mengekspresikan kebebasan dalam undang-undang yang mengatur protes publik.
Pegiat hak asasi manusia mengatakan, usulan baru itu akan memberikan polisi kekuasaan untuk melarang protes yang digelar di jalanan.
Sebuah rancangan undang-undang yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh Presiden Interim Adly Mahmud Mansour nantinya mengharuskan penyelenggara protes untuk memberitahu polisi lebih dulu jika ingin melakukan aksi yang diikuti lebih dari 10 orang di depan umum atau secara pribadi. (Tnt/Sss)