Di saat tanah airnya menderita kerusakan hebat akibat Topan Haiyan, orang-orang kelaparan, dan jasad-jasad masih berserakan menyebarkan 'aroma kematian', pejabat Filipina melakukan aksi mogok makan Selasa kemarin, untuk menekan konferensi perubahan iklim PBB agar melakukan langkah nyata melawan pemanasan global.
Naderev Sano, anggota Komisi Perubahan Iklim Filipina mengatakan ia tidak makan, "Sebagai solidaritas saudara sebangsa saya yang kini berjuang untuk mendapatkan makanan," kata Sano, berlinang air mata, dalam konferensi perubahan iklim di Warsawa, Polandia, seperti dikutip dari CNN, 12 November 2013.
Termasuk, saudara lelakinya, yang menurut Sano, "Mengumpulkan jasad-jasad korban dengan dua tangannya."
"Hal yang negara saya alami adalah hasil dari peristiwa iklim yang ekstrem. Krisis iklim ini adalah kegilaan," kata Sano. "Bapak Presiden (pemimpin konferensi), kita bisa menghentikan kegilaan ini, saat ini di Warsawa."
Sano memimpin delegasi Filipina dalam konferensi. Para hadirin berdiri sambil bertepuk tangan setelah pidatonya yang menyentuh, 4 hari setelah topan 'monster' Haiyan menerjang Filipina tengah. Hampir 1.800 orang tewas.
"Meski negara kami telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi badai ini, namun kekuatannya terlampau kuat, bahkan bagi kami, bangsa yang biasa menghadapi topan. Apa yang diakibatkan Haiyan belum pernah kami alami sebelumnya."
Sano mengatakan, ia akan mogok makan selama konferensi yang berlangsung 12 hari. Sampai ada hasil nyata.
Sano menambahkan, sementara gambaran lengkap tentang perubahan iklim masih sedang dipelajari, peningkatan tertinggi level permukaan air laut dalam 7 dekade terakhir terjadi di perairan timur Filipina.
"Prinsip kehati-hatian meminta kita menunggu sampai ada kejelasan ilmiah untuk bertindak. Pertanyaannya, berapa nyawa lagi yang harus melayang, tak hanya di Filipina namun masyarakat lain yang menderita dampak perubahan iklim?" kata Sano.
Gagasan bahwa perubahan iklim yang berlangsung dalam jangka panjang -- yang salah satunya dipicu penggunaan besar-besaran bahan bakar fosil, melepaskan emisi karbon yang membuat panas terperangkap di atmosfer -- masih kontroversial secara politik. Namun, di kalangan para ilmuwan, itu diterima sebagai fakta.
Meski tak bisa memastikan penyebab langsung pada pembentukan badai, pemanasan udara dan lautan mendukung pembentukan cuaca yang lebih ekstrem di atmosfer.
Korban Jiwa Tak Sampai 10 Ribu
Sementara, dari Filipina, penanganan bencana masih dilakukan. Untuk menyalurkan makanan bagi para korban selamat dan menguburkan mereka yang tak lagi bernyawa.
Presiden Filipina, Benigno Aquino III, dalam wawancara dengan CNN menyebut, korban jiwa akibat Haiyan tak seperti yang diperkirakan sebelumnya. Ia menyebut, jumlah 10.000 sebagai 'terlalu tinggi'.
Aquino memperkirakan, korban jiwa yang mungkin terenggut mungkin sekitar 2.500 orang. Perkiraan awal diperoleh dari petugas kepolisian dan pejabat lokal yang mungkin terpengaruh 'trauma emosional' karena berada di pusat bencana.
Badan penanganan bencana Filipina atau National Disaster Risk Reduction and Management Council (NDRRMC) mengonfirmasi hingga Rabu (13/11/2013) pukul 05.00, jumlah korban jiwa mencapai 1.833 orang. Sementara, 2.623 lainnya luka-luka, dan 84 orang lainnya hilang. (Ein/Yus)
Naderev Sano, anggota Komisi Perubahan Iklim Filipina mengatakan ia tidak makan, "Sebagai solidaritas saudara sebangsa saya yang kini berjuang untuk mendapatkan makanan," kata Sano, berlinang air mata, dalam konferensi perubahan iklim di Warsawa, Polandia, seperti dikutip dari CNN, 12 November 2013.
Termasuk, saudara lelakinya, yang menurut Sano, "Mengumpulkan jasad-jasad korban dengan dua tangannya."
"Hal yang negara saya alami adalah hasil dari peristiwa iklim yang ekstrem. Krisis iklim ini adalah kegilaan," kata Sano. "Bapak Presiden (pemimpin konferensi), kita bisa menghentikan kegilaan ini, saat ini di Warsawa."
Sano memimpin delegasi Filipina dalam konferensi. Para hadirin berdiri sambil bertepuk tangan setelah pidatonya yang menyentuh, 4 hari setelah topan 'monster' Haiyan menerjang Filipina tengah. Hampir 1.800 orang tewas.
"Meski negara kami telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi badai ini, namun kekuatannya terlampau kuat, bahkan bagi kami, bangsa yang biasa menghadapi topan. Apa yang diakibatkan Haiyan belum pernah kami alami sebelumnya."
Sano mengatakan, ia akan mogok makan selama konferensi yang berlangsung 12 hari. Sampai ada hasil nyata.
Sano menambahkan, sementara gambaran lengkap tentang perubahan iklim masih sedang dipelajari, peningkatan tertinggi level permukaan air laut dalam 7 dekade terakhir terjadi di perairan timur Filipina.
"Prinsip kehati-hatian meminta kita menunggu sampai ada kejelasan ilmiah untuk bertindak. Pertanyaannya, berapa nyawa lagi yang harus melayang, tak hanya di Filipina namun masyarakat lain yang menderita dampak perubahan iklim?" kata Sano.
Gagasan bahwa perubahan iklim yang berlangsung dalam jangka panjang -- yang salah satunya dipicu penggunaan besar-besaran bahan bakar fosil, melepaskan emisi karbon yang membuat panas terperangkap di atmosfer -- masih kontroversial secara politik. Namun, di kalangan para ilmuwan, itu diterima sebagai fakta.
Meski tak bisa memastikan penyebab langsung pada pembentukan badai, pemanasan udara dan lautan mendukung pembentukan cuaca yang lebih ekstrem di atmosfer.
Korban Jiwa Tak Sampai 10 Ribu
Sementara, dari Filipina, penanganan bencana masih dilakukan. Untuk menyalurkan makanan bagi para korban selamat dan menguburkan mereka yang tak lagi bernyawa.
Presiden Filipina, Benigno Aquino III, dalam wawancara dengan CNN menyebut, korban jiwa akibat Haiyan tak seperti yang diperkirakan sebelumnya. Ia menyebut, jumlah 10.000 sebagai 'terlalu tinggi'.
Aquino memperkirakan, korban jiwa yang mungkin terenggut mungkin sekitar 2.500 orang. Perkiraan awal diperoleh dari petugas kepolisian dan pejabat lokal yang mungkin terpengaruh 'trauma emosional' karena berada di pusat bencana.
Badan penanganan bencana Filipina atau National Disaster Risk Reduction and Management Council (NDRRMC) mengonfirmasi hingga Rabu (13/11/2013) pukul 05.00, jumlah korban jiwa mencapai 1.833 orang. Sementara, 2.623 lainnya luka-luka, dan 84 orang lainnya hilang. (Ein/Yus)