Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan menyebutkan hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan ekspor dari produk mentah terutama mineral seperti batu bara, bauksit, nikel, emas dan lainnya untuk meraih pendapatan negara.
Ke depan dia meminta pola ekspor berubah dari produk mentah ke yang bernilai tinggi. Dengan harapan, perolehan pendapatan negara meningkat.
"Ke depan harus melakukan penambahan nilai bukan hanya ekspor mineral tapi teknologi-teknologi yang sudah berkembang secara nyata di negara-negara tetangga," ujar dia saat berkunjung ke redaksi Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (14/11/2013).
Menurut dia, perubahan pola ekspor bisa dilakukan Indonesia. Sebagai buktinya, potret ekspor komoditas non migas dan migas beberapa tahun terakhir menunjukkan ekspor komoditas mencapai 68% sementara non komoditas hanya 32%.
Beberapa tahun terakhir berubah dari 62% untuk komoditas dan 38% pada non komoditas. Kondisi ini dinilai menunjukkan 2 variabel. Pertama, koreksi harga komoditas yang turun sekaligus menunjukkan peningkatan ekspor pada produksi non komoditas.
"Kita lihat banyak pabrik dibangun dan ini ditopang data nilai investasi selama 3 tahun ini untuk menopang rangkaian nilai. Jadi akan kelihatan beberapa tahun ke depan eksportasi lebih ke non komoditas," tegas dia.
Ke depan, kata dia produk bernilai yang bisa diekspor juga harus berkembang. Jika selama ini Indonesia mengandalkan produk bernilai seperti kendaraan, kapal maka diubah ke yang lebih berteknologi tinggi semisal telepon seluler (ponsel), televisi dan lainnya. "Jadi ke depan harus mengarah ke sana," tegas dia.
Untuk menopang ini, Gita mengakui bukan hanya memerlukan pendanaan tapi insentif dan dukungan. "Jadi harapan saya ke depan agar I0ndonesia bisa ekspor produk yang lebih industrialisasi," tandasnya. (Nur)
Ke depan dia meminta pola ekspor berubah dari produk mentah ke yang bernilai tinggi. Dengan harapan, perolehan pendapatan negara meningkat.
"Ke depan harus melakukan penambahan nilai bukan hanya ekspor mineral tapi teknologi-teknologi yang sudah berkembang secara nyata di negara-negara tetangga," ujar dia saat berkunjung ke redaksi Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (14/11/2013).
Menurut dia, perubahan pola ekspor bisa dilakukan Indonesia. Sebagai buktinya, potret ekspor komoditas non migas dan migas beberapa tahun terakhir menunjukkan ekspor komoditas mencapai 68% sementara non komoditas hanya 32%.
Beberapa tahun terakhir berubah dari 62% untuk komoditas dan 38% pada non komoditas. Kondisi ini dinilai menunjukkan 2 variabel. Pertama, koreksi harga komoditas yang turun sekaligus menunjukkan peningkatan ekspor pada produksi non komoditas.
"Kita lihat banyak pabrik dibangun dan ini ditopang data nilai investasi selama 3 tahun ini untuk menopang rangkaian nilai. Jadi akan kelihatan beberapa tahun ke depan eksportasi lebih ke non komoditas," tegas dia.
Ke depan, kata dia produk bernilai yang bisa diekspor juga harus berkembang. Jika selama ini Indonesia mengandalkan produk bernilai seperti kendaraan, kapal maka diubah ke yang lebih berteknologi tinggi semisal telepon seluler (ponsel), televisi dan lainnya. "Jadi ke depan harus mengarah ke sana," tegas dia.
Untuk menopang ini, Gita mengakui bukan hanya memerlukan pendanaan tapi insentif dan dukungan. "Jadi harapan saya ke depan agar I0ndonesia bisa ekspor produk yang lebih industrialisasi," tandasnya. (Nur)