PT Angkasa Pura II (Persero) mendukung rencana pemerintah membuka pengelolaan bandara bagi investor asing. Namun investor tersebut mempunyai tantangan untuk bisa menangani maraknya pedagang asongan yang lalu lalang di lingkungan bandara.
Direktur Utama Angkasa Pura II, Tri Sunoko menuturkan, pengelolaan bandara di Indonesia sangat terbuka untuk ditangani oleh pihak asing. Sedangkan porsi asing dalam kepemilikan aset bandara di tanah air hanya diizinkan sebesar 49% dan mayoritas dikuasai pemerintah.
"Kalau pengelolaan bandara, (asing) boleh saja jika mau 100% dan tidak ada dampaknya. Tapi tetap saja investor harus membebaskan lahan dan membangun (bandara) yang membutuhkan waktu 3-4 tahun," ujarnya di Pameran Infrastruktur, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Pembangunan dan pembebasan lahan bandara, menurut dia, wajib dilakukan operator asing mengingat keterbatasan kapasitas perseroan maupun rekannya PT Angkasa Pura I (Persero).
"Pengelolaan terminal bandara oleh asing dapat meningkatkan kompetisi dan transfer pengetahuan sehingga akan mendorong kinerja pelayanan bagi penumpang bandara," tambah Tri.
Namun investor asing, kata dia, mempunyai tantangan bila ingin menanamkan modalnya sebagai operator bandara di Indonesia.Salah satunya menggabungkan standar internasional dengan masalah sosial dan kultur negara ini.
"Mereka harus menyesuaikan diri dengan kultur sini. Kan di luar negeri tidak ada pedagang asongan. Jadi mereka harus belajar," ujarnya.
Saat ini, Tri mengaku, perusahaan pelat merah tersebut sedang menjajaki peluang kerja sama dengan operator bandara asing. Sebab Angkasa Pura I telah lebih dulu menggandeng Incheon International Airport dari Korea dan operator bandara asal India, GVK. (Fik/Ndw)
Direktur Utama Angkasa Pura II, Tri Sunoko menuturkan, pengelolaan bandara di Indonesia sangat terbuka untuk ditangani oleh pihak asing. Sedangkan porsi asing dalam kepemilikan aset bandara di tanah air hanya diizinkan sebesar 49% dan mayoritas dikuasai pemerintah.
"Kalau pengelolaan bandara, (asing) boleh saja jika mau 100% dan tidak ada dampaknya. Tapi tetap saja investor harus membebaskan lahan dan membangun (bandara) yang membutuhkan waktu 3-4 tahun," ujarnya di Pameran Infrastruktur, Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Pembangunan dan pembebasan lahan bandara, menurut dia, wajib dilakukan operator asing mengingat keterbatasan kapasitas perseroan maupun rekannya PT Angkasa Pura I (Persero).
"Pengelolaan terminal bandara oleh asing dapat meningkatkan kompetisi dan transfer pengetahuan sehingga akan mendorong kinerja pelayanan bagi penumpang bandara," tambah Tri.
Namun investor asing, kata dia, mempunyai tantangan bila ingin menanamkan modalnya sebagai operator bandara di Indonesia.Salah satunya menggabungkan standar internasional dengan masalah sosial dan kultur negara ini.
"Mereka harus menyesuaikan diri dengan kultur sini. Kan di luar negeri tidak ada pedagang asongan. Jadi mereka harus belajar," ujarnya.
Saat ini, Tri mengaku, perusahaan pelat merah tersebut sedang menjajaki peluang kerja sama dengan operator bandara asing. Sebab Angkasa Pura I telah lebih dulu menggandeng Incheon International Airport dari Korea dan operator bandara asal India, GVK. (Fik/Ndw)