Hingga saat ini, harga daging sapi di pasaran terutama pasar tradisional masih bertahan pada harga Rp 95 ribu-Rp 100 ribu per kg. Padahal pemerintah sejak jauh hari berjanji dapat menurunkan harga tersebut.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia, Ngadiran menyatakan, harga daging sapi masih tinggi ini karena pemerintah tidak berani menetapkan harga batas eceran terhadap daging tersebut.
"Salahnya ada yang kasih izin impor. Berani kasih izin tetapi tidak punya keberanian untuk menetapkan batas harga eceran. Saya dari dulu sudah ngomong, harus ada keberanian pemerintah untuk menetapkan batas harganya," ujarnya kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat, (15/11/2013).
Menurut Ngadiran, sebenarnya mudah bagi pemerintah untuk menghitung berapa harga yang ideal, baik bagi masyarakat, pedagang, maupun importir.
"Kan pemerintah tahu harga sapi impor dari Australia itu berapa, ongkos angkutnya berapa, susutnya berapa, pajak masuk berapa, keuntungan yang mau diambil, uang silumannya harus setor berapa, kan bisa dihitung semua,"tutur Ngadiran.
Dia juga mengatakan, pemerintah seharusnya mampu bertindak tegas kepada para importir agar para importir dapat menjual dagingnya dengan harga yang wajar.
"Pemerintah harus tegas kepada para importir, kalau importir ini tidak bisa tetapkan harga sekian, importir itu tidak usah dikasih izin impor. Selesai, apa susahnya," kata Ngadiran.
Pemerintah sendiri sebelumnya menargetkan mampu menurunkan harga daging sapi hingga pada kisaran Rp 76 ribu per kg, atau sama dengan harga rata-rata daging sapi pada 2012 lalu.
Salah satu tindakan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menghapuskan sistem kuota dan mengubahnya menjadi mekanisme varietas harga dengan keran impor akan dibuka jika harga daging di pasaran berada di atas harga varietas yang ditentukan.
Selain itu juga memberikan izin impor kepada para importir yang diharapkan bila alokasi sapi meningkat maka harga daging bisa turun dengan sendirinya. Namun hingga saat ini, harga daging sapi belum juga mengalami penurunan. (Dny/Ahm)
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia, Ngadiran menyatakan, harga daging sapi masih tinggi ini karena pemerintah tidak berani menetapkan harga batas eceran terhadap daging tersebut.
"Salahnya ada yang kasih izin impor. Berani kasih izin tetapi tidak punya keberanian untuk menetapkan batas harga eceran. Saya dari dulu sudah ngomong, harus ada keberanian pemerintah untuk menetapkan batas harganya," ujarnya kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Jumat, (15/11/2013).
Menurut Ngadiran, sebenarnya mudah bagi pemerintah untuk menghitung berapa harga yang ideal, baik bagi masyarakat, pedagang, maupun importir.
"Kan pemerintah tahu harga sapi impor dari Australia itu berapa, ongkos angkutnya berapa, susutnya berapa, pajak masuk berapa, keuntungan yang mau diambil, uang silumannya harus setor berapa, kan bisa dihitung semua,"tutur Ngadiran.
Dia juga mengatakan, pemerintah seharusnya mampu bertindak tegas kepada para importir agar para importir dapat menjual dagingnya dengan harga yang wajar.
"Pemerintah harus tegas kepada para importir, kalau importir ini tidak bisa tetapkan harga sekian, importir itu tidak usah dikasih izin impor. Selesai, apa susahnya," kata Ngadiran.
Pemerintah sendiri sebelumnya menargetkan mampu menurunkan harga daging sapi hingga pada kisaran Rp 76 ribu per kg, atau sama dengan harga rata-rata daging sapi pada 2012 lalu.
Salah satu tindakan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan menghapuskan sistem kuota dan mengubahnya menjadi mekanisme varietas harga dengan keran impor akan dibuka jika harga daging di pasaran berada di atas harga varietas yang ditentukan.
Selain itu juga memberikan izin impor kepada para importir yang diharapkan bila alokasi sapi meningkat maka harga daging bisa turun dengan sendirinya. Namun hingga saat ini, harga daging sapi belum juga mengalami penurunan. (Dny/Ahm)
