Keluhan pengusaha Kelas Kecil dan Menengah (UKM) tentang maraknya pajak liar alias pajak siluman langsung ditanggapi Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany. Dia membantah pemungut pajak liar tersebut merupakan pegawainya.
"Itulah Indonesia memang banyak preman (pemungut pajak liar). Tapi mereka bukan orang pajak dan sekarang sudah ditangkap orang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujar dia usai mendatangani kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Fuad mengatakan, pihaknya terus melakukan pengawasan supaya penerapan pajak UKM 1% dari omzet dapat berjalan dengan baik tanpa ada gangguan dari oknum-oknum pajak.
"Pengawasan kami memang sangat minimal, makanya kami harapkan kesadaran kepada masyarakat, pengelola gedung, pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk sama-sama mengawasi," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua BPD Hipmi Jaya Andhika Anindyaguna Bagoes Hermanto mengaku pihaknya sangat setuju dengan penerapan pajak penghasilan 1% dari omzet Rp 4,8 miliar, asalkan pajak tidak resmi hilang.
Lebih jauh dia menambahkan, pihaknya pernah mendapat laporan dari anggota Hipmi bahwa ada permainan dari petugas pajak sehingga memberatkan para UKM.
Sedangkan Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Humas Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus mengakui oknum pajak tersebut bisa orang lain yang mengatasnamakan lembaga Ditjen Pajak, bahkan pegawai pajak resmi yang mendatangi masyarakat untuk memungut pajak.
"Ada orang yang ditanya, kamu kok tidak bayar pajak? Mereka menjawab sudah. Begitu lihat di administrasi pajaknya tidak ada, dan ternyata dia bayar kepada orang yang tidak resmi bukan oknum pajak saja. Bisa petugas pajak ataupun bukan," kata dia.(Fik/Nur)
"Itulah Indonesia memang banyak preman (pemungut pajak liar). Tapi mereka bukan orang pajak dan sekarang sudah ditangkap orang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujar dia usai mendatangani kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Fuad mengatakan, pihaknya terus melakukan pengawasan supaya penerapan pajak UKM 1% dari omzet dapat berjalan dengan baik tanpa ada gangguan dari oknum-oknum pajak.
"Pengawasan kami memang sangat minimal, makanya kami harapkan kesadaran kepada masyarakat, pengelola gedung, pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk sama-sama mengawasi," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua BPD Hipmi Jaya Andhika Anindyaguna Bagoes Hermanto mengaku pihaknya sangat setuju dengan penerapan pajak penghasilan 1% dari omzet Rp 4,8 miliar, asalkan pajak tidak resmi hilang.
Lebih jauh dia menambahkan, pihaknya pernah mendapat laporan dari anggota Hipmi bahwa ada permainan dari petugas pajak sehingga memberatkan para UKM.
Sedangkan Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Humas Ditjen Pajak, Kismantoro Petrus mengakui oknum pajak tersebut bisa orang lain yang mengatasnamakan lembaga Ditjen Pajak, bahkan pegawai pajak resmi yang mendatangi masyarakat untuk memungut pajak.
"Ada orang yang ditanya, kamu kok tidak bayar pajak? Mereka menjawab sudah. Begitu lihat di administrasi pajaknya tidak ada, dan ternyata dia bayar kepada orang yang tidak resmi bukan oknum pajak saja. Bisa petugas pajak ataupun bukan," kata dia.(Fik/Nur)