Biro Hukum Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melayangkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan general audit terhadap perusahaan plat merah negara.
Kontan, gugatan itu menuai penolakan sejumlah aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) karena menganggu pemasukan keuangan negara. MK sebagai lembaga yang sedang dirundung masalah dugaan suap kini menjadi sorotan publik.
"Saat ini sidang perkara pengujian sudah memasuki tahap akhir di MK. Bahkan dari resume perkara tersebut disinyalir akan dikabulkan. Tentu hal ini masih menimbulkan pro dan kontra terkait penyempitan definisi keuangan negara dalam pengelolaan keuangan dan aset BUMN," terang anggota KUAK yang juga Direktur Lima Ray Rangkuti di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2013).
Ray menjelaskan ada pun pasal yang tengah diuji di MK adalah pasal 2 huruf G dan Huruf I UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat 1, Pasal 9 ayat 1 huruf B, Pasal 10 ayat 1 dan ayat 3 huruf B dan Pasal 11 huruf A UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Ada 7 masalah yang dapat timbul dari pemisahan BUMN dengan keuangan negara. Pertama, negara berpotensi kehilangan aset dari BUMN.
"Kedua, penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut. Selama ini penerimaan negara dari sektor non pajak BUMN diperoleh dari setoren dividen BUMN dan privatisasi. Setoran tidak selalu lancar masuk ke kas negara tetapi piutang negara di tahun berikutnya," jelasnya.
Dalam kesempatan ini hadir pula aktivis ICW Donald Fris yang menyatakan poin ketiga, "BUMN tidak lagi diaudit BPK, tapi diaudit kantor akuntan publik. Tentunya ini membahayakan karena KAP tidak dapat menemukan kerugian negara".
"Keempat, DPR secara langsng tidak bisa lagi mengawasi BUMN. Kelima, korupsi di BUMN tidak bisa dijerat UU Tipikor. Namun hanya dijerat dengan pidana korporasi," papar Donald.
"Keenam, masyarakat tidak bisa mengawasi BUMN untuuuk tujuan kesejahteran, di mana BUMN akan menjadi perusahaan di luar keuangan negara dan alokasi dana CSR tentunya akan jauh dari paket pembangunan masyarakat."
"Ketujuh, berkaitan dengan momentum Pemilu 2014, proses liberalisasi BUMN ini disinyalir akan digunakan elit untuk mencari dana politik dalam bentuk proses IPO BUMN ke swasta," papar Donald.
KUAK pun merekomendasikan agar MK mempertimbangkan menolak judicial review tersebut dengan melihat kepentingan bangsa yang lebih besar. (Adi/Yus)
Kontan, gugatan itu menuai penolakan sejumlah aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) karena menganggu pemasukan keuangan negara. MK sebagai lembaga yang sedang dirundung masalah dugaan suap kini menjadi sorotan publik.
"Saat ini sidang perkara pengujian sudah memasuki tahap akhir di MK. Bahkan dari resume perkara tersebut disinyalir akan dikabulkan. Tentu hal ini masih menimbulkan pro dan kontra terkait penyempitan definisi keuangan negara dalam pengelolaan keuangan dan aset BUMN," terang anggota KUAK yang juga Direktur Lima Ray Rangkuti di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2013).
Ray menjelaskan ada pun pasal yang tengah diuji di MK adalah pasal 2 huruf G dan Huruf I UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat 1, Pasal 9 ayat 1 huruf B, Pasal 10 ayat 1 dan ayat 3 huruf B dan Pasal 11 huruf A UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Ada 7 masalah yang dapat timbul dari pemisahan BUMN dengan keuangan negara. Pertama, negara berpotensi kehilangan aset dari BUMN.
"Kedua, penerimaan negara non pajak dari BUMN akan menyusut. Selama ini penerimaan negara dari sektor non pajak BUMN diperoleh dari setoren dividen BUMN dan privatisasi. Setoran tidak selalu lancar masuk ke kas negara tetapi piutang negara di tahun berikutnya," jelasnya.
Dalam kesempatan ini hadir pula aktivis ICW Donald Fris yang menyatakan poin ketiga, "BUMN tidak lagi diaudit BPK, tapi diaudit kantor akuntan publik. Tentunya ini membahayakan karena KAP tidak dapat menemukan kerugian negara".
"Keempat, DPR secara langsng tidak bisa lagi mengawasi BUMN. Kelima, korupsi di BUMN tidak bisa dijerat UU Tipikor. Namun hanya dijerat dengan pidana korporasi," papar Donald.
"Keenam, masyarakat tidak bisa mengawasi BUMN untuuuk tujuan kesejahteran, di mana BUMN akan menjadi perusahaan di luar keuangan negara dan alokasi dana CSR tentunya akan jauh dari paket pembangunan masyarakat."
"Ketujuh, berkaitan dengan momentum Pemilu 2014, proses liberalisasi BUMN ini disinyalir akan digunakan elit untuk mencari dana politik dalam bentuk proses IPO BUMN ke swasta," papar Donald.
KUAK pun merekomendasikan agar MK mempertimbangkan menolak judicial review tersebut dengan melihat kepentingan bangsa yang lebih besar. (Adi/Yus)