Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah gencar melakukan pengawasan terhadap sektor energi, termasuk masalah pemakaian bersama (open access) pipa gas. Sektor ini merupakan salah satu dari lima sektor yang menjadi prioritas pengawasan lembaga tersebut.
Komisioner KPPU Kamser Lumbanradja, mengatakan langkah itu dilakukan untuk mendorong efisiensi usaha dan mengurangi inflasi. "Kami sedang mengkaji open access ini, apakah menguntungkan masyarakat, transporter atau ada kepentingan broker. Ini harus jelas," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
Kamser menjelaskan, sebenarnya di seluruh dunia untuk infrastruktur khususnya energi, dibangun dan dikuasai oleh negara. "Seharusnya semua infrastruktur dikuasai negara, meski bisa saja nantinya diliberalisasi," lanjutnya.
Namun, liberalisasi infrastruktur bisa berjalan ketika sudah adanya infrastruktur yang terintegrasi. Kalau pemerintah ingin melakukan open access dengan kondisi infrastruktur yang belum terintegrasi, cenderung terjadi pro-kontra.
Sementara itu, Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, mendesak agar Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) segera mencabut Peraturan Menteri nomor 19 tahun 2009 yang mengatur open access dan unbundling karena dia menilai aturan ini mengarah kepada liberalilasi sektor hilir migas.
"Jika ini sampai terjadi, maka pembangunan infrastruktur khususnnya di pipa gas akan terhambat. Sebab para trader tak mau membangun pipa yang menelan investasi yang besar," tuturnya.
Menurut Iwa, harusnya dalam kasus open access ini pemerintah dapat bersikap seperti pada kasus PLN, yang semua penjualan listrik dilakukan oleh PLN, bukan melalui trader. Jika ada investor yang ingin membangun pembangkit, maka mereka bisa menjual kepada PLN. Diharapkan dengan adannya sikap tersebut, monopoli secara alamiah dapat terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, KPPU juga mengimbau Kementerian BUMN untuk melakukan penataan agar monopoli itu dapat terjadi namun tetap efisien, di mana barangnya tersedia dengan mudah sehingga konsumen bisa membeli dengan harga yang wajar.
"Monopoli boleh dilakukan namun harus tetap efisien," katanya.
Seperti diketahui, perusahaan melakukan monopoli alamiah akan mencapai skala ekonominya karena dua faktor, yaitu penguasaan tertentu atas sebuah sumber daya inti atau perlindungan langsung dari pemerintah atau biasa dikenal dengan sebutan State Monopoly.
Selain PLN yang menerima monopoli alamiah, Pertamina juga mendapatkannya. Pertamina mendapatkan fasilitas monopoli alamiah dalam pasar penjualan gas elpiji. (Dny/Ndw)
Komisioner KPPU Kamser Lumbanradja, mengatakan langkah itu dilakukan untuk mendorong efisiensi usaha dan mengurangi inflasi. "Kami sedang mengkaji open access ini, apakah menguntungkan masyarakat, transporter atau ada kepentingan broker. Ini harus jelas," ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
Kamser menjelaskan, sebenarnya di seluruh dunia untuk infrastruktur khususnya energi, dibangun dan dikuasai oleh negara. "Seharusnya semua infrastruktur dikuasai negara, meski bisa saja nantinya diliberalisasi," lanjutnya.
Namun, liberalisasi infrastruktur bisa berjalan ketika sudah adanya infrastruktur yang terintegrasi. Kalau pemerintah ingin melakukan open access dengan kondisi infrastruktur yang belum terintegrasi, cenderung terjadi pro-kontra.
Sementara itu, Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, mendesak agar Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) segera mencabut Peraturan Menteri nomor 19 tahun 2009 yang mengatur open access dan unbundling karena dia menilai aturan ini mengarah kepada liberalilasi sektor hilir migas.
"Jika ini sampai terjadi, maka pembangunan infrastruktur khususnnya di pipa gas akan terhambat. Sebab para trader tak mau membangun pipa yang menelan investasi yang besar," tuturnya.
Menurut Iwa, harusnya dalam kasus open access ini pemerintah dapat bersikap seperti pada kasus PLN, yang semua penjualan listrik dilakukan oleh PLN, bukan melalui trader. Jika ada investor yang ingin membangun pembangkit, maka mereka bisa menjual kepada PLN. Diharapkan dengan adannya sikap tersebut, monopoli secara alamiah dapat terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, KPPU juga mengimbau Kementerian BUMN untuk melakukan penataan agar monopoli itu dapat terjadi namun tetap efisien, di mana barangnya tersedia dengan mudah sehingga konsumen bisa membeli dengan harga yang wajar.
"Monopoli boleh dilakukan namun harus tetap efisien," katanya.
Seperti diketahui, perusahaan melakukan monopoli alamiah akan mencapai skala ekonominya karena dua faktor, yaitu penguasaan tertentu atas sebuah sumber daya inti atau perlindungan langsung dari pemerintah atau biasa dikenal dengan sebutan State Monopoly.
Selain PLN yang menerima monopoli alamiah, Pertamina juga mendapatkannya. Pertamina mendapatkan fasilitas monopoli alamiah dalam pasar penjualan gas elpiji. (Dny/Ndw)