Citizen6, Depok: Ihwal intelijen Australia yang mengumpulkan data intelijen dari Indonesia, termasuk menyadap telepon SBY, telah membuat geger dan hubungan kedua negara ini menjadi tegang.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan Australia sangat mencederai hubungan kemitraan strategis kedua negara. Duta Besar RI di Australia, Nadjib Riphat Kesoema pun dititahkan untuk pulang ke Indonesia.
Terkait penyadapan yang dilakukan oleh lembaga intelijennya, Perdana Menteri Australia Tony Abbott tak mau menanggapi. Sikapnya ini dinilai telah menganggap remeh kaus penyadapan itu. "Semua pemerintah juga mengumpulkan informasi di negara lain". Demikian kilah Abbot.
Pernyataan dan sikap SBY atas kasus penyadapan ini sudah benar dan tepat dengan meminta klarifikasi langsung dari Pemerintah Australia dan menarik duta besarnya. Sikap PM Abbot pun, secara nalar juga tak bisa disalahkan, mengingat posisinya yang serba sulit. Kedua pemimpin negara itu sedang berjuang menyelamatkan kewibawaan negaranya masing-masing.
Menimbang posisi Indonesia dalam kasus ini, kondisinya masih lemah dalam bargaining power dengan Australia. Ancaman penarikan duta besar sebagai simbol hubungan diplomatik, belum dianggap hal yang serius. Dengan demikian hubungan Indonesia dengan Negara Kanguru itu, mungkin oleh Abbot hanya dianggap sebagai formalitas pergaulan internasional belaka.
Mengakui aparatnya melakukan penyadapan terhadap seorang kepala negara adalah langkah bunuh diri bagi Australia. Dampaknya akan sangat panjang dan seluruh dunia akan mengutuk dan mengecamnya. Bahkan mungkin seluruh negara akan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Australia.
Meski telah kalah karena informasinya di "maling" Australia, Indonesia telah menunjukkan sikapnya yang jelas, yakni telah menunjukkan keberaniannya menantang Abbot untuk mengaku.
Sebagai negara yang dianggap maju dan beradab, Australia harus menunjukkan kebesaran dan sikap ksatrianya. Australia juga harus berani mengaku, meminta maaf, dan menerima segala konsekuensi jika benar melakukan penyadapan. Atau bisa juga berbohong tidak melakukan penyadapan untuk menjaga martabatnya, yang artinya dunia akan menilai Australia adalah negara dan bangsa pengecut yang tidak layak wilayahnya tercantum di peta dunia.
Namun pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini adalah keniscayaan tidak ada negara yang dapat dipercaya sepenuhnya dan kita harus selalu waspada dan berhati-hati dalam pergaulannya. (Yohanes Wawengkang/mar)
Yohanes Wawengkang adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat email: joewawengkang@gmail.com
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan Australia sangat mencederai hubungan kemitraan strategis kedua negara. Duta Besar RI di Australia, Nadjib Riphat Kesoema pun dititahkan untuk pulang ke Indonesia.
Terkait penyadapan yang dilakukan oleh lembaga intelijennya, Perdana Menteri Australia Tony Abbott tak mau menanggapi. Sikapnya ini dinilai telah menganggap remeh kaus penyadapan itu. "Semua pemerintah juga mengumpulkan informasi di negara lain". Demikian kilah Abbot.
Pernyataan dan sikap SBY atas kasus penyadapan ini sudah benar dan tepat dengan meminta klarifikasi langsung dari Pemerintah Australia dan menarik duta besarnya. Sikap PM Abbot pun, secara nalar juga tak bisa disalahkan, mengingat posisinya yang serba sulit. Kedua pemimpin negara itu sedang berjuang menyelamatkan kewibawaan negaranya masing-masing.
Menimbang posisi Indonesia dalam kasus ini, kondisinya masih lemah dalam bargaining power dengan Australia. Ancaman penarikan duta besar sebagai simbol hubungan diplomatik, belum dianggap hal yang serius. Dengan demikian hubungan Indonesia dengan Negara Kanguru itu, mungkin oleh Abbot hanya dianggap sebagai formalitas pergaulan internasional belaka.
Mengakui aparatnya melakukan penyadapan terhadap seorang kepala negara adalah langkah bunuh diri bagi Australia. Dampaknya akan sangat panjang dan seluruh dunia akan mengutuk dan mengecamnya. Bahkan mungkin seluruh negara akan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Australia.
Meski telah kalah karena informasinya di "maling" Australia, Indonesia telah menunjukkan sikapnya yang jelas, yakni telah menunjukkan keberaniannya menantang Abbot untuk mengaku.
Sebagai negara yang dianggap maju dan beradab, Australia harus menunjukkan kebesaran dan sikap ksatrianya. Australia juga harus berani mengaku, meminta maaf, dan menerima segala konsekuensi jika benar melakukan penyadapan. Atau bisa juga berbohong tidak melakukan penyadapan untuk menjaga martabatnya, yang artinya dunia akan menilai Australia adalah negara dan bangsa pengecut yang tidak layak wilayahnya tercantum di peta dunia.
Namun pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini adalah keniscayaan tidak ada negara yang dapat dipercaya sepenuhnya dan kita harus selalu waspada dan berhati-hati dalam pergaulannya. (Yohanes Wawengkang/mar)
Yohanes Wawengkang adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat email: joewawengkang@gmail.com
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.