Teknologi telepon seluler hadir pertama kali di Indonesia pada tahun 1984, dengan nama Nordic Mobile Phone (NMT). Telepon seluler bersistem analog itu dikembangkan oleh perusahaan Telecommunication Administration of Sweden pada tahun 1981.
Setahun berselang, teknologi bergeser ke NMT Modifikasi dengan sistem AMPS (Advance Mobile Phone System), di mana ada empat operator di Indonesia yang menggunakan sistem ini, yaitu PT Rajasa Hazanah Perkasa, PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo Telekomindo, dan PT Panca Sakti.
AMPS sendiri adalah sistem analog seluler yang pertama kali dimanfaatkan di Amerika serikat dan dipergunakan secara luas sampai dengan tahun 1997, di lebih dari 72 negara.
Hingga akhirnya, pada tahun 1993, industri Global System for Mobile Communication (GSM) mulai berkembang di Indonesia, ditandai dengan proyek percontohan seluler digital PT Telkom di pulau Batam dan Bintan.
Era GSM dan CDMA
Seiring berjalannya waktu, operator GSM yang beroperasi di Indonesia semakin marak. Dimulai dari PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) sebagai operator GSM pertama di Indonesia yang mengadopsi sistem SIM Card pada tahun 1994. Disusul Telkomsel yang didirikan oleh PT Telkom pada 1995 dan XL dari PT Excelcomindo Pratama (kini bernama PT XL Axiata Tbk) di tahun 1996.
Kehadiran beberapa perusahaan operator seluler itu pun disambut antusia oleh masyarakat. Pada akhir tahun 1999, tercatat ada sekitar 2,5 juta pelanggan seluler di Indonesia yang sebagian besar adalah pengguna produk dari ketiga operator tersebut.
Memasuki era millenium, tepatnya tahun 2000, layanan Short Message Service (SMS) mulai marak dan Nokia mejadi brand yang sangat populer. Dua tahun kemudian, penyedia jaringan telekomunikasi Ericsson dan Alcatel mulai masuk ke Indonesia.
Tahun 2003, era Code Division Multiple Access (CDMA) dimulai dengan hadirnya Esia dari Bakrie Telecom dan Flexi milik Telkom. Kehadiran CDMA diakui cukup membuat jumlah pengguna seluler meningkat tajam karena menawarkan tarif layanan dan handset yang terjangkau.
Pengguna Smartphone Tumbuh Pesat
Selanjutnya, tahun 2006, Hutchinson masuk ke Indonesia dengan merek dagang Tri, disusul Axis di bawah PT Axis Telekom Indonesia ditahun 2008. Perkembangan telekomunikasi pun semakin pesat di era ini dengan hadirnya berbagai merek smartphone yang memudahkan akses internet dari perangkat mobile.
Dan sampai akhir tahun 2011, menurut data Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), pengguna layanan seluler di Indonesia telah mencapai 240 juta lebih. Dan baru-baru ini, menurut hasil studi yang dilakukan Yahoo dan Mindshare, saat ini ada sekitar 41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia.
Jumlah tersebut diyakini bakal terus berkembang dengan pesat, khususnya di wilayah perkotaan. Bahkan, pihak Yahoo dan Mindshare memprediksi akan ada sekitar 103,7 juta pengguna smartphone dan 16,2 juta pengguna tablet di Indonesia pada tahun 2017 mendatang. (isk)
Lalu, bagaimana dengan perkembangan industri smartphone itu sendiri? Tunggu artikel serial selanjutnya...
Baca juga:
Dari Kaleng, Telegraf Hingga Sinyal Elektrik
Layanan Telepon di Indonesia Hadir Sejak Tahun 1800-an
Setahun berselang, teknologi bergeser ke NMT Modifikasi dengan sistem AMPS (Advance Mobile Phone System), di mana ada empat operator di Indonesia yang menggunakan sistem ini, yaitu PT Rajasa Hazanah Perkasa, PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo Telekomindo, dan PT Panca Sakti.
AMPS sendiri adalah sistem analog seluler yang pertama kali dimanfaatkan di Amerika serikat dan dipergunakan secara luas sampai dengan tahun 1997, di lebih dari 72 negara.
Hingga akhirnya, pada tahun 1993, industri Global System for Mobile Communication (GSM) mulai berkembang di Indonesia, ditandai dengan proyek percontohan seluler digital PT Telkom di pulau Batam dan Bintan.
Era GSM dan CDMA
Seiring berjalannya waktu, operator GSM yang beroperasi di Indonesia semakin marak. Dimulai dari PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) sebagai operator GSM pertama di Indonesia yang mengadopsi sistem SIM Card pada tahun 1994. Disusul Telkomsel yang didirikan oleh PT Telkom pada 1995 dan XL dari PT Excelcomindo Pratama (kini bernama PT XL Axiata Tbk) di tahun 1996.
Kehadiran beberapa perusahaan operator seluler itu pun disambut antusia oleh masyarakat. Pada akhir tahun 1999, tercatat ada sekitar 2,5 juta pelanggan seluler di Indonesia yang sebagian besar adalah pengguna produk dari ketiga operator tersebut.
Memasuki era millenium, tepatnya tahun 2000, layanan Short Message Service (SMS) mulai marak dan Nokia mejadi brand yang sangat populer. Dua tahun kemudian, penyedia jaringan telekomunikasi Ericsson dan Alcatel mulai masuk ke Indonesia.
Tahun 2003, era Code Division Multiple Access (CDMA) dimulai dengan hadirnya Esia dari Bakrie Telecom dan Flexi milik Telkom. Kehadiran CDMA diakui cukup membuat jumlah pengguna seluler meningkat tajam karena menawarkan tarif layanan dan handset yang terjangkau.
Pengguna Smartphone Tumbuh Pesat
Selanjutnya, tahun 2006, Hutchinson masuk ke Indonesia dengan merek dagang Tri, disusul Axis di bawah PT Axis Telekom Indonesia ditahun 2008. Perkembangan telekomunikasi pun semakin pesat di era ini dengan hadirnya berbagai merek smartphone yang memudahkan akses internet dari perangkat mobile.
Dan sampai akhir tahun 2011, menurut data Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), pengguna layanan seluler di Indonesia telah mencapai 240 juta lebih. Dan baru-baru ini, menurut hasil studi yang dilakukan Yahoo dan Mindshare, saat ini ada sekitar 41,3 juta pengguna smartphone dan 6 juta pengguna tablet di Indonesia.
Jumlah tersebut diyakini bakal terus berkembang dengan pesat, khususnya di wilayah perkotaan. Bahkan, pihak Yahoo dan Mindshare memprediksi akan ada sekitar 103,7 juta pengguna smartphone dan 16,2 juta pengguna tablet di Indonesia pada tahun 2017 mendatang. (isk)
Lalu, bagaimana dengan perkembangan industri smartphone itu sendiri? Tunggu artikel serial selanjutnya...
Baca juga:
Dari Kaleng, Telegraf Hingga Sinyal Elektrik
Layanan Telepon di Indonesia Hadir Sejak Tahun 1800-an