Banyak Negara Iri pada Ekonomi Indonesia

Banyak negara cemburu dengan pertumbuhan ekonomi yang diraih Indonesia sepanjang 2008-2012. Apa kelebihan Indonesia?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Nov 2013, 10:04 WIB
Masih kuatnya konsumsi rumah tangga membuat ekonomi Indonesia tumbuh secara konsisten dengan rata-rata berada di level 5,9% sepanjang 2008-2012. Kondisi ini berbeda dengan China yang telah mengubah format untuk mendorong pertumbuhan ekonominya ke depan.

Wakil Menteri Keuangan II, Bambang Brodjonegoro menyatakan, pertumbuhan berbasis konsumsi rumah tangga sangat penting untuk menopang perekonomian sebuah negara jika tidak ada dukungan dari faktor eksternal.

Laju konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal II 2013 menyumbang 55,6% terhadap total pertumbuhan ekonomi di periode yang sama. Sedangkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga hingga akhir tahun lalu sebesar 54,6%.

"Konsumsi rumah tangga kita sangat stabil dan cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi, karena tidak ada daya dorong dari eksternal yakni investasi dan ekspor. Sedangkan ekonomi Thailand, Singapura, Malaysia tumbuh negatif karena mereka sangat mengandalkan eksternal," jelas dia di Subang, Jawa Barat, Minggu (24/11/2013).

Bambang menjelaskan, aktivitas konsumsi domestik menjadi faktor internal dan mendasar untuk mendorong pertumbuhan. Sementara investasi dan ekspor merupakan cara untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

Sebuah negara, dikatakan Bambang, tidak melulu mengandalkan faktor eksternal untuk mengerek pertumbuhan ekonomi karena sangat dipengaruhi oleh kondisi global. Contohnya Singapura dan Thailand yang tidak memiliki daya dorong internal (konsumsi) sehingga tak mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang positif.

"Investasi, ekspor dan konsumsi rumah tangga kita di tahun 2011 sangat bagus sehingga kita bisa bertumbuh 6,5% lalu turun karena faktor eksternal tidak mendukung. Tapi kita masih bisa bertumbuh karena punya konsumsi rumah tangga sehingga negara lain jealous dengan ekonomi Indonesia," klaim dia.

Indonesia dianggap mempunyai aset jumlah penduduk yang besar, bonus demograsi, dan peningkatan pendapatan per kapita maupun kalangan menengah. Kondisi ini membuat Indonesia masih diincar banyak negara untuk menanamkan modalnya.  

Bambang menjelaskan, China telah mengubah format berbasis konsumsi untuk memaksimalkan potensi pasar karena memiliki basis penduduk lebih dari satu miliar jiwa.

"China tak lagi berorientasi investasi gila-gilaan. Mereka justru ingin menciptakan fundamental yang kuat karena kalau memaksakan investasi terus masuk bisa kepanasan (overheating) sebab masa-masa mempercepat pertumbuhan ekonomi di China sudah lewat," tandas dia.(Fik/Shd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya