Pemerintah terus berupaya menarik investasi asing untuk menanamkan modal di Indonesia sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di Tanah Air. Namun, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik justru mengkhawatirkan hal sebaliknya.
Riza menilai, fokus aktifitas liberalisasi dan investasi perdagangan saat ini sesungguhnya ditujukan pada penyerapan tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill labour) dan bukan tenaga kerja tak terlatih (unskill labour). Artinya, jika investasi asing merajai dalam kegiatan perekonomian Indonesia, fundamental ekonomi Indonesia justru dituding akan semakin rentan dan rapuh.
"Kapan saja dia (perekonomian) bisa runtuh. Kalau selama investor asing itu nyaman berinvestasi disini ya kita merasa aman tetapi pada saat mereka terganggu dan mereka keluar, maka kita akan hancur," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
IGJ menuding, penanaman modal asing ini pada praktiknya tidak memberikan peluang yang lebih besar meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dari unskill labour menjadi skill labour.
Selain itu, invetasi asing yang berkembang di Indonesia saat ini lebih ditujukan kepada aktifitas ekspor produk-produk non olahan dalam negeri. Hal ini berarti potensi penyerapan tenaga kerja semakin minim.
"Padahal kalau sudah menjadi produk olahan, akan ada tenaga kerja yang banyak diserap seperti dari sektor pertanian, pasca pertanian, marketing, atau packaging-nya, nah yang terjadi sekarang kan tidak demikian," jelasnya.
Tak hanya produk pangan, investor asing juga dituding lebih banyak mengekspor barang-barang mineral mentah. Perusahaan asing dituding hanya mengekplorasi mineral dan mengirimnya ke negara lain untuk masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk produk olahan. "Ini yang terus terjadi di Indonesia," tandasnya.(Dny/Shd)
Riza menilai, fokus aktifitas liberalisasi dan investasi perdagangan saat ini sesungguhnya ditujukan pada penyerapan tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill labour) dan bukan tenaga kerja tak terlatih (unskill labour). Artinya, jika investasi asing merajai dalam kegiatan perekonomian Indonesia, fundamental ekonomi Indonesia justru dituding akan semakin rentan dan rapuh.
"Kapan saja dia (perekonomian) bisa runtuh. Kalau selama investor asing itu nyaman berinvestasi disini ya kita merasa aman tetapi pada saat mereka terganggu dan mereka keluar, maka kita akan hancur," ujarnya di Jakarta, Minggu (24/11/2013).
IGJ menuding, penanaman modal asing ini pada praktiknya tidak memberikan peluang yang lebih besar meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dari unskill labour menjadi skill labour.
Selain itu, invetasi asing yang berkembang di Indonesia saat ini lebih ditujukan kepada aktifitas ekspor produk-produk non olahan dalam negeri. Hal ini berarti potensi penyerapan tenaga kerja semakin minim.
"Padahal kalau sudah menjadi produk olahan, akan ada tenaga kerja yang banyak diserap seperti dari sektor pertanian, pasca pertanian, marketing, atau packaging-nya, nah yang terjadi sekarang kan tidak demikian," jelasnya.
Tak hanya produk pangan, investor asing juga dituding lebih banyak mengekspor barang-barang mineral mentah. Perusahaan asing dituding hanya mengekplorasi mineral dan mengirimnya ke negara lain untuk masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk produk olahan. "Ini yang terus terjadi di Indonesia," tandasnya.(Dny/Shd)