Dewan Pengurus Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) memperkirakan pertumbuhan rumah sewa bakal meningkat signifikan pada 2015. Hal ini seiring dengan era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau persaingan bebas.
Menurut Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso, rumah sebagai objek investasi memang terjadi akibat beberapa masalah yakni persoalan kebutuhan rumah dan regulasi pemerintah.
"Masalahnya, kebutuhan rumah sangat tinggi tapi pasokannya tidak ada. Kondisi ini otomatis mendorong orang membeli rumah untuk dijual kembali," ujar Setyo membuka Munas REI di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Permasalahan lain, tambah Setyo, akibat regulasi yang tidak menguntungkan misalnya dalam kepemilikan rumah untuk Warga Negara Asing (WNA).
"Rumah yang disewakan untuk orang asing akan tumbuh subur karena kita akan menghadapi pasar bebas di 2015. Dalam era ini pengembang dan masyarakat bisnis ASEAN bakal masuk ke Indonesia dan pastinya membutuhkan rumah," tuturnya.
Dia menyarankan kepada pemerintah supaya dapat membenahi regulasi yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan industri real estate. Jika tidak, akan merugikan para pengembang lokal.
"Kalau tidak ada regulasi yang pas akan berbahaya. Misalnya jika developer asing masuk ke sini dan membawa suku bunga murah dari sana, kan kita sendiri yang repot," tukasnya.
Di sisi lain, Setyo menjelaskan, maraknya pengembang dan masyarakat yang mencari keuntungan (capital gain) dengan memperjual belikan rumah sebagai investasi dapat disiasati dengan cara mengenakan pajak tinggi pada penjualan satu tahun pertama.
"Kalau kita belum bisa menyiasati capital gain, bisa dikenakan pajak yang besar misalnya 50% saat penjualan rumah dalam waktu satu tahun, lalu bertahap turun selama kurun lima tahun hingga akhirnya kembali normal lagi," paparnya.
Dia mencontohkan, Anda membeli rumah dengan harga Rp 100 juta, lalu dijual kembali seharga Rp 200 juta. Artinya keuntungan yang diperoleh mencapai 100%. Satu tahun pertama penjualan rumah yang Rp 100 juta itu kena pajak 50% dan bertahap turun sampai normal.
"Dengan pajak capital gain yang tinggi, orang tidak akan berani bermain. Tapi menurut saya capital gain tidak akan besar atau bahkan terjadi jika kebutuhan rumah seimbang antara permintaan dengan pasokan," pungkas Setyo. (Fik/Ahm)
Menurut Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso, rumah sebagai objek investasi memang terjadi akibat beberapa masalah yakni persoalan kebutuhan rumah dan regulasi pemerintah.
"Masalahnya, kebutuhan rumah sangat tinggi tapi pasokannya tidak ada. Kondisi ini otomatis mendorong orang membeli rumah untuk dijual kembali," ujar Setyo membuka Munas REI di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Permasalahan lain, tambah Setyo, akibat regulasi yang tidak menguntungkan misalnya dalam kepemilikan rumah untuk Warga Negara Asing (WNA).
"Rumah yang disewakan untuk orang asing akan tumbuh subur karena kita akan menghadapi pasar bebas di 2015. Dalam era ini pengembang dan masyarakat bisnis ASEAN bakal masuk ke Indonesia dan pastinya membutuhkan rumah," tuturnya.
Dia menyarankan kepada pemerintah supaya dapat membenahi regulasi yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan industri real estate. Jika tidak, akan merugikan para pengembang lokal.
"Kalau tidak ada regulasi yang pas akan berbahaya. Misalnya jika developer asing masuk ke sini dan membawa suku bunga murah dari sana, kan kita sendiri yang repot," tukasnya.
Di sisi lain, Setyo menjelaskan, maraknya pengembang dan masyarakat yang mencari keuntungan (capital gain) dengan memperjual belikan rumah sebagai investasi dapat disiasati dengan cara mengenakan pajak tinggi pada penjualan satu tahun pertama.
"Kalau kita belum bisa menyiasati capital gain, bisa dikenakan pajak yang besar misalnya 50% saat penjualan rumah dalam waktu satu tahun, lalu bertahap turun selama kurun lima tahun hingga akhirnya kembali normal lagi," paparnya.
Dia mencontohkan, Anda membeli rumah dengan harga Rp 100 juta, lalu dijual kembali seharga Rp 200 juta. Artinya keuntungan yang diperoleh mencapai 100%. Satu tahun pertama penjualan rumah yang Rp 100 juta itu kena pajak 50% dan bertahap turun sampai normal.
"Dengan pajak capital gain yang tinggi, orang tidak akan berani bermain. Tapi menurut saya capital gain tidak akan besar atau bahkan terjadi jika kebutuhan rumah seimbang antara permintaan dengan pasokan," pungkas Setyo. (Fik/Ahm)