`Drama` Misi Rahasia PM Australia Sampaikan Surat Balasan ke SBY

Seorang jenderal ditunjuk untuk menyampaikan surat ke SBY. Dilakukan diam-diam, pertemuan dilakukan di depan mal.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 26 Nov 2013, 00:01 WIB
Proses penyampaian surat balasan dari Perdana Menteri Australia Tony Abbott ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata dilakukan secara rahasia. Semisterius apa yang tersurat di dalamnya.

Adalah mantan komandan Angkatan Darat Australia, Letnan Jenderal  Peter Leahy yang memimpin operasi rahasia yang bertujuan mengakhiri dengan cepat skandal penyadapan yang diduga dilakukan terhadap sejumlah petinggi di Indonesia -- dengan cara mengirimkan surat pribadi Abbott pada SBY.

Sang jenderal ditunjuk langsung oleh PM Abbott sebagai pendamai hubungan dua negara yang mencapai titik terendah. "Taktiknya adalah menyampaikan surat pada Presiden RI serahasia mungkin," demikian ungkap sumber pemerintah Australia seperti dikabarkan Daily Telegraph, Selasa (26/11/2013).

Saking diam-diamnya, pertemuan rahasia digelar di luar sebuah pertokoan di Canberra, antara utusan PM dengan mantan petinggi militer yang pernah memimpin misi tingkat tinggi itu.

Jenderal Leahy menunggu di area mal Manuka, yang juga dikenal sebagai The Lawn, Jumat pagi.  Utusan PM lalu menyerahkan surat dua halaman dibundel dengan catatan pribadi dari PM Abbott dan dibubuhi cap timbul lambang Commonwealth berwarna emas.

Surat dari PM Abbott dilaporkan tak hanya berisi soal krisis dua negara, namun lebih jauh lagi, tentang bagaimana RI-Australia  bisa menangani kebocoran lebih lanjut terkait operasi intelijen Negeri Kanguru dari mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden di masa depan.

Menunggu di Mal

Kantor perdana menteri, dan penasihat keamanan nasional, Andrew Shearer dan Mark Higgie dikabarkan menghabiskan waktu 2 hari untuk mempertimbangkan bagaimana merespons SBY yang menuntut penjelasan mengapa ponselnya dan sang istri disadap pada tahun 2009.

Surat balasan itu diyakini telah dirancang oleh orang-orang penting di lingkaran dalam PM Abbott.

Sumber mengonfirmasi bahwa PM Abbott secara personal menelepon Jenderal  Leahy Kamis malam dan bertanya apakah ia bersedia melakukan misi menyampaikan pesan pada pemerintah Indonesia.

Bukan tanpa alasan menunjuk sang jenderal. Leahy adalah pemimpin militer yang sangat dihormati di Indonesia, yang punya sejarah hubungan panjang dengan militer Indonesia. Ia dianggap orang yang tepat untuk menjadi  utusan khusus PM. Ia juga bertugas menyampaikan keseriusan Pemerintah Australia merespons kekhawatiran Indonesia.

Namun, kantor PM mengkhawatirkan potensi kebocoran dan tidak ingin mengambil risiko komunikasi disadap. Tak sepatah kata pun diucapkan terkait rencana pengiriman surat di luar kantor PM.

Sumber juga mengungkapkan, penerjemah ahli dari Kedutaan Australia di Jakarta ditugaskan untuk menyediakan terjemahan surat dalam Bahasa Indonesia -- untuk memastikan tidak akan ada ambiguitas terkait apa yang disampaikan PM Abbott.

Saat surat tersebut siap Jumat pagi, penasihat PM meminta Jenderal Leahy untuk tidak datang ke Gedung Parlemen. Sebab, kehadirannya ke sana dianggap terlalu mencolok.

Ia diminta menunggu di sebuah lokasi belanja yang letaknya 5 menit mengemudi dari Capital Hill -- di mana ia akan ditemui staf PM.

Jenderal Leahy juga diminta naik pesawat komersial untuk menuju Jakarta. Sebab, pesawat khusus perdana menteri atau pesawat militer akan menarik terlalu banyak perhatian. Rencana inti misi yang ia lakukan adalah mengirim surat serahasia mungkin, tetapi dengan efek maksimum.

Saat Jenderal Leahy tiba di Jakarta Jumat malam, Yudhoyono sudah meninggalkan ibukota menuju Bali. Lalu, pejabat dari Kementerian Luar Negeri yang menerima suratnya terbang ke Pulau Dewata, menyampaikan surat langsung pada SBY.

"Taktiknya adalah menyampaikan surat ke Presiden SBY serahasia mungkin," kata sumber. "Semua pengaturan dilakukan untuk memastikan surat itu tidak bocor."

Jadi apa isi surat itu sebenarnya?

Menurut sumber Pemerintah Australia, surat itu tak berisi permintaan maaf yang diminta pihak Indonesia. Yang jelas, menurut sumber, "isinya bernada hormat dan konstruktif." (Ein)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya